Jaringan Narkoba Fredy Pratama
Awal Mula Terbongkarnya Kasus Jaringan Narkoba Fredy Pratama dan Sepenggal Kisah Freddy Budiman
Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri membongkar terungkapnya sosok Fredy Pratama bermula ketika pihak aparat keamanan menerima 408 laporan
Meski Fredy masih berstatus buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 2014, Polri memastikan akan terus mengejarnya.
“Ya kita maksimalkan juga (proses penangkapannya), ya mohon doa restunyalah. Kan posisi dia bukan di Indonesia, di luar negeri,” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa.
Mukti menyebutkan, ada kemungkinan Fredy telah mengubah wajah serta identitasnya.
Terkait keberadaan Fredy, sempat ada informasi bahwa bandar kelas kakap ini berada di negara Thailand.
Namun, pihak Kepolisian Thailand menyebut buronan kasus narkoba itu sudah berpindah negara.
Kepolisian Thailand belum mau mengungkap temuan riwayat perjalanan Fredy itu kepada publik.
"Fredy Pratama telah meninggalkan Thailand. Tujuannya telah diketahui, tetapi belum bisa disampaikan kepada pers karena hal itu harus dikoordinasikan dengan Indonesia lebih dahulu,” ucap Royal Thai Police Pol Maj Gen Phanthana Nutchanart.
Di sisi lain, pengungkapan jaringan Fredy Pratama mengingatkan publik mengenai sosok gembong narkoba Freddy Budiman yang dieksekusi mati pada 29 Juli 2016.
Berikut ulasan selengkapnya mengenai sosok Freddy Budiman:
Awal karier di bisnis narkoba
Freddy Budiman pertama kali terlibat dalam bisnis narkoba terjadi pada Maret 2009.
Ketika itu, polisi menemukan sabu seberat 500 gram ketika menggeledah kediamannya di Apartemen Surya, Cengkareng, Jakarta.
Kepemilikan dan tindakan Freddy Budiman saat itu pun berbuah vonis penjara selama 3 tahun 4 bulan pada Maret 2009.
Kembali ditangkap
Setelah bebas, Freddy Budiman kembali berhadapan dengan aparat pada tahun 2011.
Kali ini, dia ditangkap di Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Polisi menemukan barang bukti berupa heroin 300 gram, sabu 27 gram, dan bahan pembuat ekstasi 450 gram.
Kasus kepemilikan dan peredaran barang haram itu turut melibatkan anggota Polri berinisial Bripka BA, Kompol WS, AKP M, dan AKM AM.
Atas perbuatannya, Freddy Budiman divonis 9 tahun penjara dan harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.
Vonis mati
Lagi-lagi, Freddy Budiman tak juga jera meski sudah dijebloskan ke LP Cipinang.
Di sini, Freddy Budiman semakin terjerembab dalam bisnis dunia gelap.
Dari balik jeruji besi LP Cipinang, Freddy Budiman justru malah semakin melebarkan jaringannya.
Tak tanggung-tanggung, Freddy Budiman terbukti mengorganisir penyelundupan 1.412.476 butir ekstasi dari China pada Mei 2012.
Perbuatan ini lah yang mengantarkan Freddy Budiman mendapat vonis pidana mati dari Pengadilan Negeri Jakarta pada 15 Juli 2013.
Keterlibatan BNN hingga Polri
Sebelum dieksekusi mati, Freddy Budiman pernah mengungkap keterlibatan anggota Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dikendalikannya.
Hal itu disampaikan Freddy Budiman kepada Koordinator Kontras saat itu, Haris Azhar.
Haris mengatakan, dirinya mendapat pengakuan Freddy Budiman ketika memenuhi undangan dari salah satu organisasi gereja yang aktif memberikan pendampingan rohani di LP Nusakambangan.
Kepada Haris, Freddy Budiman mengaku hanyalah operator penyelundupan narkoba dengan skala besar.
Saat akan dibawa, Freddy Budiman menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai dan orang yang saya hubungin itu semuanya titip harga," ujar Haris mengulang cerita Freddy, di Kontras, Jakarta, Jumat (29/7/ 2016).
Freddy Budiman bercerita, harga narkoba yang dibeli dari China sebesar Rp 5.000.
Oleh karena itu, dirinya tak menolak jika ada titipan harga atau pihak yang memperoleh keuntungan penjualan.
Adapun oknum, disebut meminta keuntungan dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.
"Karena saya bisa dapat 200.000 per butir. Jadi kalau hanya bagi rezeki Rp 10.000-Rp 30.000 ke masing-masing pihak dalam institusi tertentu, itu tidak masalah. Saya hanya butuh Rp 10 miliar barang saya datang," ucap Haris, menirukan Freddy Budiman.
"Dari keuntungan penjualan saya bisa bagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu," tambahnya.
Freddy Budiman juga mengaku kecewa terhadap penegak hukum yang tidak tersentuh.
Pasalnya, dia telah memberikan puluhan miliar kepada oknum selama menyelundupkan narkoba.
"Kemana orang-orang itu? Saya sudah serahkan uang ke BNN Rp 40 miliar, Rp 90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri," aku Freddy Budiman.
Apalagi, lanjutnya, dia sempat menggunakan mobil jenderal TNI bintang dua saat membawa narkoba.
"Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun," pungkas Freddy Budiman.
Freddy pun dieksekusi mati pada 29 Juli 2016 sekitar pukul 20.00 WIB di LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Dia kemudian dimakamkan di Surabaya, Jawa Timur.
Baca berita lainnya di Google News
Jaringan Narkoba Fredy Pratama
Fredy pratama
Fredy Pratama Gembong Narkoba
Awal Mula Terbongkarnya Kasus Fredy Pratama
Freddy Budiman
Tribunsumsel.com
Tangis Adelia Putri Salma "Ratu Narkoba" Palembang Divonis 5 Tahun Penjara dan Denda Rp2 Miliar |
![]() |
---|
Jadi Kaki Tangan Fredy Pratama, Terkuak Zul Zivilia Masih Terima Setoran Uang dari Jaringan Narkoba |
![]() |
---|
UPDATE Kasus Narkoba Fredy Pratama, Selebgram Angela Lee Diperiksa Terkait Aliran Dana di DIY |
![]() |
---|
Kesaksian Warga Sebelum Rumah Saru Anak Buah Gembong Narkoba Fredy Digeledah, Ada Intel Nyamar |
![]() |
---|
Keseharian Saru Bandar Narkoba Pinrang Jaringan Fredy Pratama, Terkenal di Kampung Umrahkan Tetangga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.