Mahar Politik Pilkada 2024

Golkar Sumsel Ungkap Mahar Politik Pilkada 2024, Tak Usung Calon Kada Hanya Modal Popularitas

DPD Golkar Sumsel ungkap soal mahar politik Pilkada 2024, tak usung calon kepala daerah hanya modal popularitas.

Editor: Vanda Rosetiati
SRIPO/ABDUL HAFIZ
DPD Golkar Sumsel ungkap soal mahar politik Pilkada 2024, tak usung calon kepala daerah hanya modal popularitas. Hal ini disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Sumsel 2 DPD Partai Golkar Sumsel, Dr Hilmin MPd. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Sumsel mengungkap soal mahar politik Pilkada 2024 merespon pernyataan viral Helmy Yahya presenter asal Sumsel yang menyebut untuk menjadi calon bupati butuh modal Rp 60 miliar.

Sempat menyatakan bakal ada kejutan mengusung Bacagub yang tak hanya bermodalkan popularitas, DPD Partai Golkar Sumsel mengakui saat ini belum tahapan pemanggilan kandidat calon-calon untuk pendaftaran.

Namun, dipastikan DPD Golkar Sumsel tak akan mendukung calon kepala daerah (kada) yang hanya modal popularitas. 

Terkait dengan dukungan partai, Dr Hilmin MPd Ketua Badan Pemenangan Pemilu Sumsel 2 DPD Partai Golkar Sumsel menyebut sampai saat ini masih bekerja tahapan masih tahap menginventarisir nama-nama tokoh-tokoh potensial.

"Tahapan itu sedang kita lakukan, memang kita belum melakukan pemanggilan satu-satu. Nanti kita umumkan kepada publik setelah tracking pemetaan ini selesai, baru kita membuka pendaftaran secara terbuka," ungkap Dr Hilmin MPd, Sabtu (12/8/2023).

Baca juga: Helmy Yahya Sebut Mahar Politik Pilkada Rp 60 Miliar, Gerindra Sumsel: Tak Ada Istilah Makan Gratis

Dari inventarisir itu tentu partai akan mempertimbangkan, pertama, apa prestasinya. Baik itu prestasi di bidang pemerintahan, karir di luar yang bisa dijual ke publik. Yang diakui secara lokal maupun secara nasional.

Berikutnya, prestasi itu harus kita uji kepada publik apakah memang benar diakui oleh publik kalau dia itu mantan bupati apa kebijakannya yang pro rakyat sehingga rakyat merasakan betul kehadiran bupati itu mampu menyelesaikan persoalan di tengah masyarakat. Jejak rekam itu yang sedang kita telusuri.

Lalu partai akan melihat latar belakangnya, latar belakang pendidikannya, bagaimana dia dengan masyarakat apakah termasuk orang yang diterima oleh publik. Sehingga Partai Golkar ketika menentukan calon itu bukan hanya kehendak elite-elite partai.

"Tetapi kita mempertimbangkan aspirasi publik. Bisa melalui survei, seberapa tinggi elektabilitasnya. Bukan hanya popularitas," kata Hilmin.

Kemudian dia punya dedikasi, loyalitas tinggi terhadap publik. Lebih aware, lebih sensitif terhadap persoalan masyarakat. Dia tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Kita tidak mau mengusung calon yang punya persoalan masa lalu, kasus korupsi atau perbuatan tercela lainnya. Sehingga itu bisa menggerus kepercayaan publik terhadap tokoh itu.

Ia mengatakan Partai Golkar membuka diri baik internal maupun eksternal karena skema yang disiapkan itu tidak hanya dari internal, bisa juga berkoalisi dengan eksternal. Baik itu dari lintas parpol, bisa juga Golkar mengusung orang yang mungkin dia belum menjadi anggota Parpol manapun.

"Skema persiapan itu tetap kita lakukan karena kalau Partai Golkar sendiri yang maju tentu kekuatan secara politik, kekuatan elektoral kita sangat terbatas. Maka perlu dukungan kolaborasi kerjasama komitmen politik kerakyatan sehingga kita sekali maju menang," terangnya.

Terkait dengan politik mahar, Hilmin menjelaskan biaya politik yang hari ini memang agak sulit untuk dihindari. Tetapi Partai Golkar secara aturan tidak ada yang mewajibkan calon peserta pemilu dalam hal ini rekrutmen calon kepala daerah untuk mempersiapkan mahar politik di Partai Golkar.

"Sampai hari ini dinyatakan tidak ada mahar politik. Namun untuk kegiatan operasional bagun kandidat sendiri tentu dia harus menyiapkan logistik itu," tegasnya

Diasumsikan orang mahalnya biaya Pilkada itu realitas cost politik karena jangkauan Sumatera Selatan ini sangat luas di 17 kabupaten/kota, mata pilihnya lebih kurang enam juta.

Kemudian TPS juga sangat banyak membutuhkan saksi di seluruh TPS yang harus dibiayai, alat kontak, biaya konsolidasi itu semua yang harus disiapkan kandidat.

Kemudian geografisnya sangat beragam kondisi pegunungan, perairan itu semua membutuhkan biaya konsolidasi tinggi.

"Mungkin yang dipelajari oleh ada beberapa orang yang menyatakan bahwa mahalnya harga Pilkada itu, ya mungkin itu. Bahwa biaya konsolidasi tinggi karena kita dipilih langsung, juga membutuhkan tempat untuk kampanye. Pasti di situ membutuhkan cost yang tidak sedikit," terangnya.

Seperti yang tengah viral saat ini, Artis Helmi Yahya mencatat tiga kali pengalaman pada momen kepala daerah di Sumatera Selatan (Sumsel). Sayangnya meski telah tiga kali menjadi calon kepala daerah namun Helmi Yahya tidak juga menggapai kemenangan.

Liputan Khusus Tribun Sumsel modal maju Pilkada, Helmy Yahya yang pernah tiga kali ikut Pilkada di Sumsel menceritakan pengalamannya ikut kontestasi perlu modal besar sampai Rp 60 miliar. Hal ini diungkap saat jadi bintang tamu podcast Deddy Corbuzier yang tayang perdana 19 Juli 2023.
Liputan Khusus Tribun Sumsel modal maju Pilkada, Helmy Yahya yang pernah tiga kali ikut Pilkada di Sumsel menceritakan pengalamannya ikut kontestasi perlu modal besar sampai Rp 60 miliar. Hal ini diungkap saat jadi bintang tamu podcast Deddy Corbuzier yang tayang perdana 19 Juli 2023. (TANGKAP LAYAR YOUTUBE DEDDY CORBUZIER)

Helmi Yahya sempat maju pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Selatan tahun 2008, selain itu juga pernah menjadi calon bupati (Cabup) kabupaten Ogan Ilir pada tahun 2011. Kekalahan juga kembali terjadi setelah saat Pilkada Ogan Ilir, pada 2016.

Ia pun mengakui sangat paham penyebab ketiga kali kekalahan, ia mencoba tidak mau money politik (politik uang).

"Saya paham betul, kenapa saya kalah," aku Helmi.

Sehingga Helmi pun mengkritik, watak masyarakat yang sebenarnya juga melakukan 'korupsi' kecil-kecilan saat Pemilu. Watak yang tidak mau memilih orang baik hanya karena tidak memberikannya uang saat kampanye.

"Anda (warga) juga yang memulai korupsi, jadi jangan komplain misalnya ada bupati yang masih banyak jalan rusaknya," tuding Helmi.

Mantan Dirut TVRI ini pun membeberkan apa yang disampaikan Wakil Ketua KPK yang menyebutkan jika kebutuhan membeli partai di kabupaten kecil di Indonesia mencapai Rp 25 miliar.

"Wakil ketua KPK itu adik kelas saya. KPK menyebut untuk kabupaten kecil saja, beli perahu habis Rp25 miliar. Itu di kabupaten kecil. Jadi bisa menghabiskan Rp 50 - Rp 60 miliar untuk jadi Bupati. Itu pun belum tentu menang," beber Helmi. (sripoku/abdul hafiz)

Baca berita lainnya langsung dari google news

Silakan gabung di Grup WA TribunSumsel

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved