Mahar Politik Pilkada 2024

Mahar Politik Calon Kepala Daerah Rp 60 Miliar, Penjelasan PDI Sumsel Soal Cost Politik

Viral mahar politik calon kepala daerah hingga Rp 60 miliar, penjelasan PDIP Sumsel soal cost politik.

Editor: Vanda Rosetiati
SRIPO/ABDUL HAFIZ
Viral mahar politik calon kepala daerah hingga Rp 60 miliar, penjelasan PDIP Sumsel soal cost politik disampaikan Bendahara DPD PDI Perjuangan Sumsel, Ir H Yudha Rinaldi, Sabtu (12/8/2023). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Viral mahar politik calon kepala daerah hingga Rp 60 miliar setelah presenter asal Sumsel Helmy Yahya mengungkap saat jadi bintang tamu podcast Deddy Corbuzier.

Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sumatera Selatan membantah adanya setoran mahar dikenakan calon kepala daerah untuk maju diusung dan didukung pada kontestasi Pilkada.

"Kalau PDIP tidak pernah dari dulu membuat mahar harus nyetorkan uang. Tidak ada seperti itu. Tapi cost politik masih ada," tegas Bendahara DPD PDI Perjuangan Sumsel, Ir H Yudha Rinaldi, Sabtu (12/8/2023).

Menurut Yudha, yang selama ini terjadi di PDI Perjuangan adalah kalau dia harus menitipkan dana itu kan untuk pembiayaan saksi. Kemudian menggerakkan mesin partai.

Bukan persepsi mahar. Sebab pengertian kalau mahar seolah uang diserahkan, setelah itu partai tidak bertanggungjawab.

Ditegaskannya bukan seperti itu.

"Misalnya Pilkada, terus yang biayai saksi siapa? Masak partai, calon dong. Terus yang menggerakkan mesin partai siapa? Masak partai. Calon dong yang membiayai. Yang mau maju siapa. Kalau besaran biaya itu relatif. Karena di politik pasti ada cost politik," terangnya.

Baca juga: Golkar Sumsel Ungkap Mahar Politik Pilkada 2024, Tak Usung Calon Kada Hanya Modal Popularitas

Seperti diketahui Artis Helmi Yahya mencatat tiga kali pengalaman pada momen kepala daerah di Sumatera Selatan (Sumsel). Sayangnya meski telah tiga kali menjadi calon kepala daerah namun Helmi Yahya tidak juga menggapai kemenangan.

Helmi Yahya sempat maju pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Selatan tahun 2008, selain itu juga pernah menjadi calon bupati (Cabup) kabupaten Ogan Ilir pada tahun 2011. Kekalahan juga kembali terjadi setelah saat Pilkada Ogan Ilir, pada 2016.

Ia pun mengakui sangat paham penyebab ketiga kali kekalahan, ia mencoba tidak mau money politik (politik uang).

"Saya paham betul, kenapa saya kalah," aku Helmi.

Sehingga Helmi pun mengkritik, watak masyarakat yang sebenarnya juga melakukan 'korupsi' kecil-kecilan saat Pemilu. Watak yang tidak mau memilih orang baik hanya karena tidak memberikannya uang saat kampanye.

"Anda (warga) juga yang memulai korupsi, jadi jangan komplain misalnya ada bupati yang masih banyak jalan rusaknya," tuding Helmi.

Mantan Dirut TVRI ini pun membeberkan apa yang disampaikan Wakil Ketua KPK yang menyebutkan jika kebutuhan membeli partai di kabupaten kecil di Indonesia mencapai Rp 25 miliar.

"Wakil ketua KPK itu adik kelas saya. KPK menyebut untuk kabupaten kecil saja, beli perahu habis Rp25 miliar. Itu di kabupaten kecil. Jadi bisa menghabiskan Rp 50 - Rp 60 miliar untuk jadi Bupati. Itu pun belum tentu menang," beber Helmi. (sripoku/abdul hafiz)

Baca berita lainnya langsung dari google news

Silakan gabung di Grup WA TribunSumsel

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved