Berita Nasional

Besok Sidang Putusan Gugatan Sistem Pemilu, Pengamat Yakin Ditolak MK

Pengamat pemilu Titi Anggraini yakin Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menolak permohonan gugatan soal sistem proporsional pemilu. Menurut dia, alasan ke

|
Editor: Rahmat Aizullah
Tribunnews
Anggota Dewan Pembinaan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini yakin Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menolak permohonan gugatan soal sistem proporsional pemilu. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Pengamat pemilu Titi Anggraini yakin Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menolak permohonan gugatan soal sistem proporsional pemilu.

"Menurut saya, MK akan menolak permohonan nomor 114 ini dan menempatkan pilihan sistem pemilu sebagai legal policy atau kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk Undang-Undang," kata Titi dalam saluran YouTube pribadinya, dilansir dari Tribunnews.com, Rabu (14/6/2023).

Menurut dia, alasan kenapa MK bakal memutus sistem pemilu sebagai legal policy atau kebijakan publik adalah karena dalam Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang diajukan ke MK tidak memuat isu soal konstitusionalitas.

Kata Anggota Dewan Pembinaan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini MK menguji UU terhadap Undang-Undang Dasar (UUD).

Sehingga dalam tahapannya, menurut dia, tentu harus ada norma UUD yang dilanggar oleh UU.

Namun sepanjang penelusuran Titi, tidak ada norma UUD yang dilanggar oleh Pasal 168 Ayat 2 itu.

Hal ini dikarenakan, dalam UUD sendiri tidak diatur sistem pemilu untuk pemilu DPR dan DPRD sebagaimana yang diuji oleh pemohon ke MK.

"Ternyata kalau saya telusuri tidak ada norma UUD yang disimpangi atau dilanggar oleh pasal 168 ayat 2. Karena memang UUD kita tidak mengatur pilihan sistem pemilu untuk DPR dan DPRD," jelasnya.

"Dengan demikian tidak ada isu konstitusionalitasnya terkait norma yang mengatur sistem pemilu, karena UUD sendiri tidak mengatur pilihan sistem pemilu secara spesifik," kata Titi menambahkan.

Lebih lanjut, Titi menjelaskan, dalam konstitusi memang tidak diatur sistem pemilu untuk DPR dan DPRD.

Sistem tersebut hanya diatur untuk pemilihan presiden dan wakil presiden.

"Presiden dan wakil presiden itu diatur di pasal 6 a Ayat 3, Ayat 4, yaitu sistem pemilunya majority run of two round system. Sistem pemilu dua putaran.

Kalau tidak dapat 50 persen plus 1, maka ada putaran kedua. Jadi kalau mau dapat kursi harus 50 persen plus 1. Itu sistem pemilu presiden wakil presiden. Jelas konstitusi mengatur," jelas Titi.

"Tapi kalau untuk pemilu DPR dan DPRD itu tidak ada di dalam bab 7 b Pasal 22 e yang mengatur tentang pemilu. Hanya disebutkan di Pasal 22 e ayat 3 UUD Negara RI tahun 1945 bahwa peserta pemilihan umum anggota DPR dan DPRD adalah parpol," sambungnya.

Ini artinya, lanjut Titi, jika mengacu sistem varian pemilu, sistem pemilu yang pesertanya adalah partai politik bukan hanya proporsional saja, tapi bisa juga sistem pluralitas mayoritas dengan varian party block vote.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved