Seputar Islam

Ruwahan Bulan Syaban 2023, Ziarah Kubur dan Kirim Doa Para Arwah Jelang Bulan Ramadhan 1444H

Meskipun ruwahan dilakukan sebagian masyarakat Jawa beragama Islam menjelang Ramadan, ruwahan itu tidak wajib karena tidak ada dalam ajaran Islam.

Penulis: Putri Kusuma Rinjani | Editor: Abu Hurairah
Tribunsumsel
Mengenal Ruwahan, Tradisi Masyarakat Jawa Jelang Bulan Ramadhan 2023 Untuk Mendoakan Para Arwah 

TRIBUNSUMSEL.COM - Memasuki bulan Syaban yang dikenal sebagai gerbang menuju Ramadhan, terdapat tradisi unik yang kerap kali dilakukan oleh masyarakat yakni acara Ruwahan.

Ruwahan sendiri awal mula menjadi tradisi masyarakat Jawa untuk mendoakan dan mengenang para leluhur yang telah meninggal dunia.

Namun seiring berjalannya waktu tradisi ini mulai dikenal dan dilakukan oleh sejumlah daerah bahkan seluruh Indonesia ketika menjelang bulan Ramadhan.

Lantas apa sebanarnya arti atau makna ruwahan tersebut? kapan waktu terbaik untuk melaksanakan acara ruwahan? simak ulasannya berikut ini:

Melansir dari babel.kemenag.go.id Orang mengenalnya sebagai tradisi Ruwahan atau Arwahan yaitu tradisi yang berkaitan dengan pengiriman arwah orang-orang yang telah meninggal dengan cara dido’akan bersama dengan mengundang tetangga kanan kiri.

jika bulan Ruwah tiba pasar-pasar akan kebanjiran order untuk selamatan ruwahan, diantaranya beras , bumbu-bumbu, lauk semuanya laris untuk kebutuhan selamatan Ruwahan.

Baca juga: Doa-doa Ruwahan Lengkap Arab, Latin dan Artinya, Link Download Format PDF

Entah kapan mulainya, beberapa warga desa yang ditemui tidak dapat menjelaskan karena mereka ada tradisi itu telah ada dan selanjutnya terus diadakan sampai mereka punya anak dan cucu.

Ruwahan adalah tradisi kebudayaan Jawa dalam mendoakan orang yang sudah meninggal, Tradisi ini dibawa para Walisongo untuk menyambut jelang ramadhan.
Ruwahan adalah tradisi kebudayaan Jawa dalam mendoakan orang yang sudah meninggal, Tradisi ini dibawa para Walisongo untuk menyambut jelang ramadhan. (tribun)

Patut Dipahami: Do’a pada Mayit itu Bermanfaat    

Yang patut dipahami bahwa doa dari orang yang hidup kepada orang yang mati itu bermanfaat. Dalil yang mendukungnya adalah firman Allah,

 “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.“ (QS. Al Hasyr: 10).

Ayat di atas menunjukkan bahwa di antara bentuk kemanfaatan yang dapat diberikan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah do’a. Ayat ini mencakup umum, yaitu ada doa yang ditujukan pada orang yang masih hidup dan orang yang telah meninggal dunia.

Dikhususkan Kirim Do’a pada Bulan Ruwah

Kalau dikhususkan kirim do’a pada bulan ruwah (bulan Sya’ban) seperti yang masih laris manis di tengah-tengah masyarakat, yang tepat hal itu tidak ada tuntunannya. Karena do’a yang disyari’atkan yang telah disebut di atas berlaku umum sepanjang waktu. Sedangkan kalau dikhususkan pada waktu tertentu, harus butuh dalil. Sama halnya ada yang shalat tahajud namun menganggapnya lebih afdhal dilakukan pada malam Maulid Nabi daripada malam lainnya, tentu saja untuk melakukan shalat tahajud semacam itu harus butuh dalil. Jika tidak ada, berarti amalan tersebut tertolak. Karena tidak boleh membuat suatu ibadah dengan tata cara khusus kecuali dengan dalil.

Baca juga: Apa Arti Ruwahan? Tradisi Masyarakat Jawa Jelang Bulan Ramadhan 1444H/2023

Alasan Lainnya, “Ini Sudah Jadi Tradisi”

Alasan lainnya untuk mendukung amalan tersebut tetap lestari karena sudah jadi tradisi. Tradisi ruwahan tak ada yang pernah menukil siapa yang mempeloporinya. Bahkan tak jelas amalan tersebut berasal dari mana. Di Arab saja yang merupakan tempat turunnya wahyu, tradisi kirim do’a seperti itu tidak pernah ada. Kalau pun ini amalan ini ada dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu di negeri Islam lainnya selain di negeri kita, ada juga ritual semacam itu. Bukankah syari’at Islam itu berlaku untuk setiap umat di berbagai belahan bumi yang berbeda?

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved