Seputar Islam

Ruwahan Bulan Syaban 2023, Ziarah Kubur dan Kirim Doa Para Arwah Jelang Bulan Ramadhan 1444H

Meskipun ruwahan dilakukan sebagian masyarakat Jawa beragama Islam menjelang Ramadan, ruwahan itu tidak wajib karena tidak ada dalam ajaran Islam.

Penulis: Putri Kusuma Rinjani | Editor: Abu Hurairah
Tribunsumsel
Mengenal Ruwahan, Tradisi Masyarakat Jawa Jelang Bulan Ramadhan 2023 Untuk Mendoakan Para Arwah 

Patut diketahui bahwa orang musyrik biasa beralasan dengan tradisi untuk amalan-amalan mereka. Orang musyrik itu berkata,

“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka” (QS. Az Zukhruf: 22).

Berarti yang membedakan orang muslim dan orang kafir adalah dalam mengikuti wahyu. Orang musyrik senantiasa beralasan dengan tradisi, sedangkan orang muslim mengikuti wahyu dari Allah dan Rasul-Nya.

Mengapa Sya’ban?

Ibadah kepada Allah SWT terbagi dua yaitu ibadah mahdhah  (yang sudah ditetapkan syari’ah) ataukah ghairu mahdhah (yang tidak ditetapkan syari’ah). Ibadah mahdhah jelas tidak bisa diubah-ubah atau bahkan ditambahi atau dilakukan dengan cara berbeda. Contohnya: ibadah sholat subuh sudah ditetapkan (cuma) 2 rekaat, dan tidak boleh ditambahi, sekalipun kita kuat melaksanakan 10 rakaat.

Sedangkan ghairu mahdhah adalah perbuatan yang tidak ditetapkan secara syar’i. Dimana boleh-boleh saja orang menambahkan atau memperbanyak perbuatan ini atau melakukannya dengan caranya sendiri, contoh: dzikir, membaca surat-surat tertentu dalam Qur’an, shadaqah, dan lain-lain. Termasuk juga tradisi, budaya, seni, silaturrahim dan lain-lain. Asalkan bahwa perbuatan itu tidak melanggar syari’at dan aqidah.

Jikapun bahwa tradisi yang demikian merupakan ibadah ghairu mahdhah, bukankah hal ini bisa dilakukan setiap waktu, tidak hanya Ruwah/ Sya’ban, bukan?

Mendo’akan leluhur atau bershadaqah memang bisa dilakukan setiap waktu. Tetapi Sya’ban atau Ruwah merupakan bulan istimewa menurut Nabi. Sehubungan dengan itu, Usamah bin Zaid ra berkata:

“Aku bertanya Rasulullah tentang bulan Syaaban kerana aku tidak pernah lihat baginda banyak berpuasa sunat sebagaimana beliau berpuasa dalam bulan Syaaban. Baginda menjawab: Bulan yang banyak manusia yang lalai dan padanya ialah bulan di antara Rejab dan Ramadan. Pada bulan Syaaban akan diangkatkan segala catatan amalan hamba kepada Allah swt. Dengan itu aku amatlah suka supaya diangkatkan segala amalanku ketika aku sedang berpuasa.” (Hadis riwayat Ahmad dan Nasa’i)

Hadits tersebut menunjukkan bahkan Rasul saja, yang sudah pasti dijamin masuk surga, masih berebut untuk diangkat amalan beliau. Maka bukankah baik jika meniru prilaku nabi dan meningkatkan amalan-amalan di bulan Sya’ban? Lebih-lebih jika berada di tengah bulan, atau biasa disebut nisfu sya’ban.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved