Berita Palembang
Bantu Urus Pemecahan Sertifikat Tanah di Palembang, Seorang ASN ATR/BPN Lahat Ditahan Polisi
Apriansyah (33) ASN kantor ATR/BPN Kabupaten Lahat resmi ditahan oleh penyidik Polda Sumsel sejak, Rabu (12/10/2022).
Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Yohanes Tri Nugroho
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -Apriansyah (33) ASN kantor ATR/BPN Kabupaten Lahat resmi ditahan oleh penyidik Unit 2 Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Sumsel sejak, Rabu (12/10/2022).
Apriansyah terjerat dugaan tindak pidana membuat, menggunakan dan menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik dan atau turut serta secara bersama-sama seperti yang dimaksud dalam Pasal 263 & 266 KUHP Jo Pasal 55 KUHP.
Titis Rachmawati SH MH, kuasa hukum Apriansyah sangat menyangkan penahan yang dilakukan penyidik terhadap kliennya.
"Karena jelas kami melihat adanya dugaan unprosedural, tidak profesional dan kelalaian terhadap proses penyidikan dalam kasus ini yang dilakukan oleh penyidik," ujarnya, Kamis (13/10/2022).
Titis menjelaskan, persoalan ini bermula ketika kliennya diminta tolong oleh seorang relasi di Palembang yakni dr. Vidi.
Kliennya sendiri pernah bertugas di Kantor ATR/BPN Palembang sebagai petugas ukur sehingga mengenal dr Vidi.
Dr.Vidi lalu meminta tolong kepada Apriansyah untuk memecah sertifikat tanah yang menurut pengakuannya sudah dia beli sebagian dari seseorang atas nama Hidayat Amin.
Dikarenakan tanah yang dibeli hanya sebagian, maka diperlukan proses pemecahan sebelum dilakukan proses balik nama atas tanah tersebut.
"Proses pemecahan yang dilakukan oleh klien kami sudah dilakukan sesuai prosedur. Prosesnya melalui loket penerima berkas permohonan oleh kantor pertanahan kota Palembang untuk melakukan pendaftaran, semuanya sudah dilakukan sesuai aturan yang berlaku," ujarnya.
Hanya saja, seiring berjalannya waktu ketika proses pemetaan berlangsung hingga keluar surat ukur, tiba-tiba ada pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut.
Orang yang dimaksud adalah Pelapor dalam kasus ini yakni Ken Krismadi.
Kasus ini selanjutnya bergulir di kepolisian.
Dalam proses penyidikan, Apriansyah dinilai sudah melakukan pemalsuan surat sehingga ditetapkan sebagai tersangka.
Tak hanya Apriansyah, seorang tenaga honorer di ATR/BPN Kota Palembang yang ditugaskan menjadi petugas ukur di tanah tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka bahkan lebih dulu ditahan oleh penyidik.
"Menurut saya dimana palsunya (surat tanah). Sementara kalaupun ada terjadi overlapping (sertifikat ganda), berarti ada dua sertifikasi yang tentu semuanya ada produk yang dikeluarkan oleh BPN," ujarnya.
"Satu adalah sertifikat atas nama Pelapor Ken Ismadi, satu lagi sertifikat yang akan dibeli oleh dr vidi atas nama Hidayat Amin. Terkait pemecahan sertifikat atas nama Hidayat Amin, itu berarti merujuk dari sertifikat induknya. Secara otomatis data-data tersebut berada di BPN. Makanya terjadi proses pemecahan," katanya menambahkan.
Merujuk dari hal itu, Titis menilai penahanan terhadap kliennya adalah suatu kesalahan yang besar.
Sebab menurutnya, permasalahan ini lebih tepat mengarah pada maladministrasi dan bukan suatu tindak pidana.
"Karena apabila dalam proses pemecahan surat tanah terjadi suatu peristiwa. Diantaranya kesalahan letak atau kesalahan subjek yang mungkin karena klien saya tidak langsung ke lapangan atau mungkin tidak melakukan pengukuran yang secara sebenarnya, sehingga ada data-data terluputkan, maka mungkin terjadi overlapp. Tapi ini lebih tepat ke pelanggaran administratif," ujarnya.
"Kalaupun terjadi overlapp, ya harusnya tarik dulu sih pemilik tanah. Bukan klien kami yang disalahkan," tegasnya.
Kata Titis, persoalan ini semestinya bisa diselesaikan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) untuk segera dilakukan pembatalan bila memang didapati adanya kesalahan saat proses penghitungan tanah sesuai dengan aturan berlaku.
Tidak perlu sampai ke ranah pidana apalagi berujung dengan penahanan.
Atas hal tersebut dalam waktu dekat, Titis akan mengajukan laporan praperadilan ke Pengadilan Negeri Palembang atas penahanan terhadap kliennya.
Tak hanya itu, mereka juga akan mengadukan dugaan kesalahan prosedur penyidikan kepada Kapolri, Kapolda Sumsel, Kompolnas, Propam dan Paminal.
"Saya minta kepada kapolda agar penyidik itu diganti. Penyidik tersebut susah terkesan berpihak ke Pelapor karena sudah berani menentukan kondisi tanah atau objek si Pelapor berada disitu. Padahal yang bisa menentukan kepemilikan tanah seseorang adalah melalui putusan pengadilan," ujarnya.
Titis juga sangat menyayangkan penahanan yang dilakukan oleh penyidik terhadap kliennya.
Baca juga: Car Free Night Palembang Tutup Dua Pekan Mulai Besok, Ini Penyebabnya
Sebab menurut dia, kliennya sudah bertindak kooperatif selama proses penyidikan berlangsung.
"Klien kami adalah seorang PNS , ada kantornya jelas. Tidak mungkin melarikan diri. Kedua, dia tidak mungkin menghilangkan barang bukti. Mengingat dia bukan tugas di BPN palembang melainkan di BPN Lahat. Persoalan ini bermula karena dia ingin membantu sebagai relasi karena kebetulan orang menganggap dia bekerja di BPN. Ketiga, kemungkinan untuk mengulangi tindak pidana dimana. Berarti ini alasan subyektif. Apakah ini pesanan dari seseorang atau ingin memuaskan hati. Nah ini yang menurut kami tidak adil," ujarnya.
"Bahkan klien saya ini sering dijadikan saksi ahli oleh para penyidik di kepolisian dalam hal. Membantu mereka proses penyidikan terhadap kasus-kasus tanah. Jadi sangat miris bila persoalan ini dibiarkan. Bisa jadi, akan banyak petugas-petugas BPN yang takut setelah berkaca dari kasus ini," ujarnya.