Berita Nasional

Jabodetabek Jadi Sorotan Saat Kasus Omicron Bakal Alami Puncak Kenaikan di Pertengahan Februari 2022

Pertengahan Februari sampai awal Maret 2022 diperkirakan menjadi puncak gelombang kenaikan kasus Omicron di Indonesia.

Editor: Slamet Teguh
Freepik
Jabodetabek Jadi Sorotan Saat Kasus Omicron Bakal Alami Puncak Kenaikan di Pertengahan Februari 2022 

Selain itu juga selalu aktif menggunakan aplikasi Pedulilindungi sebagai bagian penting pengendalian Covid-19.

Cakupan vaksinasi booster di wilayah Jabodetak akan dikebut

Cakupan vaksinasi booster di wilayah Jabodetak akan dikebut untuk meningkatkan dan mempertahankan kekebalan tubuh dari ancaman penularan varian Omicron.

“Selain prokes dan surveilans, juga dipastikan semua rakyat DKI Jakarta dan Bodetabek akan dipercepat vaksinasi boosternya agar mereka siap kalau gelombang Omicron nanti naik secara cepat dan tinggi,” ujar Menkes.

Baca juga: Penjelasan Menteri Kesehatan Usai Covid-19 di Indonesia Kembali Tembus 1.000 Kasus, Ungkap Langkah

Baca juga: FAKTA Pegawai Lion Air di Bandara Soekarno-Hatta Meninggal karena Covid-19, Bukan Jenis Omicron

Kemenkes mendatangkan tablet Molnupiravir dan Paxlovid di tahun 2022

Pada 2021 lalu, terjadi puncak gelombang kenaikan kasus akibat varian Delta.

Hal ini membuat Kementerian Kesehatan lebih fokus dalam menyediakan obat.

Di awal tahun 2022, Kemenkes telah mendatangkan 400 ribu tablet Molnupiravir sebagai obat terapi tambahan untuk pasien Covid-19 gejala ringan.

Pada April atau Mei 2022, obat ini telah tersedia di Indonesia dan siap diproduksi dalam negeri oleh PT Amarox.

Selain Molnupiravir, Kemenkes juga akan mendatangkan Paxlovid yang rencananya akan tiba pada Februari 2022.

Obat-obat ini rencananya akan didistribusikan secara merata hingga ke apotik-apotik.

“Obat ini bukan hanya di Puskesmas maupun RS Pemerintah, nantinya juga akan tersedia di apotik-apotik sesuai dengan jenisnya yakni obat yang bisa dibeli umum dan obat yang bisa didapatkan hanya dengan resep dokter,” kata Menkes.

Menkes juga menuturkan, meski menular dengan sangat cepat, tetapi gejala pasien Omicron tergolong lebih ringan.

Hal ini menunjukkan tingkat perawatan untuk pasien dengan gejala sedang maupun berat yang membutuhkan perawatan di RS, persentasenya jauh lebih rendah dibandingkan varian Delta.

“Di negara-negara yang mengalami puncak kenaikan kasus Omicron, hospitalisasinya antara 30 persen hingga 40 persen dari hospitalisasi Delta, jadi walaupun penularan dan kenaikannya lebih cepat dan tinggi, tapi hospitalisasinya lebih rendah,” ungkap Menkes.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved