Apa Itu Polisi Virtual? Segera Dibentuk Kapolri, Ini Perbedaan Tugas dan Fungsi dengan Cyber Police

Virtual police (polisi virtual) bertugas menegur dan menjelaskan potensi pelanggaran pasal sekian dengan ancaman hukuman sekian dan panduan harus dila

Editor: Wawan Perdana
Unsplash
Ilustrasi Aktivitas Penggunaan Internet : Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo akan segera membentuk polisi virtual (virtual police) atau polisi di dunia maya. 

TRIBUNSUMSEL.COM-Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo akan segera membentuk polisi virtual (virtual police) atau polisi di dunia maya. Apa tugasnya? Padahal selama ini sudah ada cyber police.

Rencana pengaktifan polisi virtual ini sebagai bentuk tanggapan Polri dari munculnya wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Menurut Kapolri, tujuan dibentuknya virtual police ini adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat di media sosial, jika ada unggahan yang bisa dijerat dengan UU ITE.

"Virtual police menegur dan menjelaskan potensi pelanggaran pasal sekian dengan ancaman hukuman sekian, lalu diberikan (dijelaskan) apa yang sebaiknya dia lakukan," ujar Sigit dalam Rapim Polri, Selasa (16/2/2021).

"Tolong ini dikerjasamakan dengan Kominfo, sehingga kalau ada konten-konten seperti itu, virtual police muncul sebelum cyber police yang turun," imbuh Sigit.

Menurutnya, dalam hal ini Polri juga bisa bekerja sama dengan para pegiat media sosial atau influencer. Dengan begitu, edukasi tentang UU ITE benar-benar dipahami masyarakat.

"Saya kira ini bisa dengan melibatkan influencer yang disukai masyarakat, sehingga proses edukasi dirasakan nyaman, tidak hanya menakut-nakuti, tapi membuat masyarakat tertarik dan sadar serta memahami apa yang boleh dan tidak boleh," tuturnya.

Terkait penerapan UU ITE, Sigit juga memberikan instruksi kepada jajarannya untuk membuat panduan tentang penyelesaian kasus-kasus yang menggunakan UU ITE.

Hal ini menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan agar tidak ada lagi penggunaan pasal-pasal karet UU ITE untuk mengkriminalisasi pihak tertentu.

Baca juga: Arti Pasal Karet, Disinggung Presiden Jokowi, Pengamat Sebut Ada 9 Pasal Karet di UU ITE

Salah satu yang perlu diatur, menurut Sigit, yaitu agar laporan-laporan dengan pasal UU ITE yang bersifat delik aduan, dilaporkan langsung oleh korban.

"Tolong dibuat semacam STR atau petunjuk agar bisa dijadikan pegangan bagi para penyidik saat menerima laporan," kata Sigit.

"Bila perlu, jika ada pelaporan tertentu yang bersifat delik aduan, yang lapor harus korbannya. Jangan diwakil-wakili lagi. Ini supaya tidak ada asal lapor, nanti kita yang kerepotan," tambahnya.

Baca juga: Apa itu UU ITE yang Tiba-tiba Mau Direvisi Presiden, Ini Isi UU ITE Full PDF, Ada Pasal Karet ?

Sigit pun mengatakan, penyelesaian perkara yang menggunakan UU ITE harus mengedepankan mediasi antara pelapor dan terlapor.

Ia berpendapat, tidak perlu ada penahanan jika perkara yang dilaporkan tidak berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.

"Bila perlu kalau memang tidak berpotensi menimbulkan konflik horizontal ya tidak perlu ditahan. Jadi proses mediasi. Mediasi tidak bisa, ya tidak usah ditahan. Kecuali yang memang berpotensi menimbulkan konflik horizontal," ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved