Berita Pendidikan

Susah Sinyal dan Siswa tak Punya Smartphone, Guru di Muratara Keliling Desa Antar Soal

Kendalanya bermacam-macam, kata Edy, seperti koneksi internet jelek di desa tempat tinggal siswa, orangtua siswa tak sanggup membeli paket data

Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Wawan Perdana
Tribun Sumsel/ Rahmat Aizullah
Warga pelosok di Kabupaten Muratara mencari sinyal telepon terkadang harus naik ke atas pohon. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Sistem pembelajaran dalam jaringan (daring) di Sumsel banyak kendala.

Seperti di Musirawas Utara. Kepala SMK Negeri Rawas Ulu, Edy Sutriono mengaku, sekolahnya sempat menerapkan pembelajaran sistem daring, tetapi tidak efektif.

Sehingga pihaknya mencari solusi lain.

"Kami belajar daring itu sejak April, satu bulan kami coba tapi ternyata setelah kami evaluasi tidak efektif, banyak kendala," ujarnya.

Kendalanya bermacam-macam, kata Edy, seperti koneksi internet jelek di desa tempat tinggal siswa, orangtua siswa tak sanggup membeli paket data, bahkan ada siswa yang tidak memiliki smartphone.

"Jadi rata-rata anak kita yang bisa belajar daring secara efektif itu baru sekitar 30 persen, nah yang 70 persennya terkendala itu tadi," katanya.

Pihaknya harus memutar otak mencari solusi lain agar proses belajar mengajar dari jarak jauh akibat pandemi Covid-19 ini tetap efektif.

Akhirnya, pada Mei 2020, SMK Negeri Rawas Ulu menerapkan sistem pembelajaran secara manual (luring) namun siswa tetap belajar dari rumah masing-masing.

"Jadi guru-guru buat tugas manual, diperbanyak lembaran tugasnya, lalu diantar ke masing-masing desa yang ada siswa kami, tugas itu diantar disertai buku pelajaran," ungkap Edy.

Setelah dikerjakan, lembar jawaban tugas siswa tersebut dikumpulkan dan diambil kembali oleh guru yang bersangkutan untuk diperiksa dan diberi nilai.

"Jadi guru-guru keliling ke desa-desa mengantar tugas dan buku pelajarannya, ya harus begitu, kami berpikir bagaimana caranya agar belajar mengajar ini bisa efektif di masa pandemi ini," ujar Edy.

Ia mengakui banyak siswa yang mengeluh susah sinyal, seperti di Desa Sungai Lanang, Desa Sungai Kijang, dan beberapa desa lainnya di Kecamatan Rawas Ulu.

Tahun ajaran baru ini, SMK Negeri Rawas Ulu akan menerapkan pembelajaran berbasis teknologi komputer dan smartphone baik online maupun offline atau non kuota.

Edy menyebutkan, pihaknya telah mencoba berbagai aplikasi pembelajaran dan penilaian seperti google classroom, google form, edmodo, hingga whatsapp.

"Kami ada metode baru, dimana anak bisa menyimpan file-file ke dalam handphone mereka, mereka bisa kerjakan secara offline, tak perlu kuota, tak perlu sinyal," katanya.

Siswa yang memiliki smartphone bisa menginstal aplikasi atau program yang dipakai sekolah untuk dikerjakan di rumah sembari menunggu kondisi daerah benar-benar aman dari virus corona.

"Untuk anak-anak yang tidak punya smartphone mau tidak mau kita berangsur belajar secara tatap muka, yang pasti sesuai standar protokol kesehatan," kata Edy.

Secara terpisah, Kepala SMA Negeri Surulangun, Ali Gunawan mengatakan, penerapan belajar daring siswanya juga mengalami banyak kendala seperti susah sinyal hingga siswa tidak memiliki smartphone.

"Untuk siswa yang tidak memiliki smartphone kami tidak membebankan orangtuanya, kasihan juga dengan ekonomi orangtua di masa pandemi ini," katanya.

Menurut Ali, dengan kondisi Kabupaten Muratara saat ini sudah zona hijau, pihaknya secara bertahap akan melaksanakan belajar mengajar secara tatap muka di sekolah.

"Pemerintah provinsi menyerahkan kepada sekolah untuk mengikuti kondisi daerah masing-masing. Daerah kita sekarang zona hijau, jadi boleh tatap muka, tapi mematuhi standar protokol kesehatan," kata Ali.

Nurpalah, guru SD Negeri 3 Bingin Teluk, Kecamatan Rawas Ilir mengatakan, sejak diumumkan pengalihan aktivitas belajar di rumah, pihaknya langsung membuat grup WhatsApp.

"Tahun ajaran baru ini mulai bertahap belajar secara tatap muka. Sebelumnya memang belajar jarak jauh, saya buat grup WhatsApp, isinya kontak orangtua siswa saya," katanya.

Nurpalah menceritakan, belajar daring yang diterapkannya dengan cara membuat soal lalu difoto dan dikirimkan ke grup Whatsapp untuk dikerjakan oleh siswanya.

Setelah soal-soal tersebut dikerjakan oleh siswa, Nurpalah meminta orangtua siswa mengumpulkan tugas anaknya dengan cara difoto lembaran jawabannya lalu dikirim melalui WhatsApp.

"Untuk anak-anak yang orangtuanya tidak memiliki smartphone saya tidak memaksakan harus beli handphone. Tapi orangtuanya datang ke rumah saya untuk mengambil soal," kata Nurpalah.

Nurpalah juga menelepon orangtua siswa satu per satu yang ada kontaknya supaya memantau anaknya belajar di rumah, tetapi tidak dianjurkan ikut mengerjakan soal.

"Saya telepon satu-satu yang ada nomor HP-nya di saya, saya minta tolong dipantau saja, tidak usah dibantu, biarkan anaknya mengerjakan soal sendiri, dari situ saya bisa tahu anak-anak benar-benar belajar," katanya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved