Jika Ada Korupsi di Tengah Wabah Corona, Ketua KPK: Korupsi saat Bencana, Hukumannya Pidana Mati
Sebelumnya, Juru bicara pemerintah penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengungkapkan pemerintah telah menyiapkan satu juta alat pemeriksaan masal ata
Yuri menyebut saat ini sudah ada dua ribu kit yang sudah diterima.
"Hari ini sudah menerima 2.000 kit, sudah kita accept 2.000 diharapkan besok," ujarnya.
Yuri mengungkapkan, tidak semua orang akan menjalani rapid test.
"Akan dilakukan dengan analisa risiko, tidak semua orang diperiksa," ujarnya.
Yuri mengungkapkan pasien positif akan ditracing terlebih dahulu untuk menentukan siapa saja yang akan dilakukan rapid test.
"Misalkan orang dikonfirmasi positif corona, akan kami trace selama 14 hari dimana ia berada."
"Jika ia di rumah, maka keluarga akan dites. Jika kerja, rekan di tempat pekerjaan akan diperiksa," jelasnya.
Jauh sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD menyatakan tidak perlu ada undang-undang baru karena perangkat hukum untuk hukuman mati bagi koruptor sudah ada.
"Koruptor bisa dijatuhi hukuman mati kalau melakukan pengulangan atau melakukan korupsi disaat ada bencana nah itu sudah ada."
"Cuma kriteria bencana itu yang sekarang belum diluruskan."
"Nanti kalau itu mau diterapkan tidak perlu ada undang-undang baru, karena perangkat hukum yang tersedia sudah ada," ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Menkopolhukam menegaskan jika pemerintah sudah setuju dengan hukuman mati untuk koruptor tapi tetap semua tergantung putusan dari hakim pengadilan.
"Kadangkala hakimnya malah mutus bebas gitu, kadangkala hukumannya ringan."
"Sudah ringan nanti dipotong lagi, dipotong lagi, ya sudah itu pengadilan diluar urusan pemerintah," kata pria kelahiran Madura ini.
Menurutnya adanya koruptor akan merusak sebuah bangsa.
