Tradisi Ngobeng dan Ngidang, Cara Makan Khas Palembang
Kota Palembang memiliki budaya yang beragam dan kental akan tradisi Kesultanan Darussalam.
Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Prawira Maulana
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kota Palembang memiliki budaya yang beragam dan kental akan tradisi Kesultanan Darussalam.
satu tradisi di Palembang yang sudah ada sejak zaman Kesultanan Darussalam yaitu ngobeng atau ngidang, berupa makanan yang dihidangkan dengan berbagai macam hidangan yang dimakan secara beramai-ramai.
Sebab menghormati dan memuliakan tamu menjadi suatu yang sangat dianjurkan.
Namun sayangnya untuk saat ini tradisi ngidang ini sudah jarang dijumpai.
• Awal sejarah ngidang
Sejarah ngidang ini berawal dari Arab, namun pada zaman Kesultanan Darussalam Palembang, cara tersebut dibuat berbeda.
Jika dalam budaya Arab semua hidangan dijadikan satu sedangkan dengan cara Palembang sendiri lauk-pauk semua terpisah tidak dijadikan satu.
Untuk di Palembang sendiri kebudayaan ini masih melekat di daerah Tangga Buntung, 13-14 Ulu yang masih mempertahankan tradisi tersebut di tengah kemajuan zaman.
Inilah yang menjadi tugas utama kita untuk kembali memperkenalkan warisan budaya serta mempertahankannya.
• Ngidang
Ngidang merupakan tata cara penyajian makanan saat ada acara seperti sedekah, pernikahan, khitanan dan lain-lain.
Cara penyajiannya dengan lesehan dan setiap penyajian hidangan untuk delapan orang.
Hidangan yang dihidangkan ini diletakan di atas selembar kain dan nasinya dihidangkan dinampan yang diletakan di tengah dan sekelilingnya berupa lauk yang ditempatkan dipiring-piring kecil serta disediakan minumnya.
Dalam budaya ngidang ada syarat penataan makanan yang dilakukan secara silang, yakni lauk harus berdampingan dengan pulur.
Agar tata krama para tamu saat bersantap terjaga. Dengan syarat itu, artinya tamu tidak perlu menggerakkan tangan terlalu jauh untuk menjangkau piring lauk.