Ngeri ! Begini Pengakuan Gadis SMA Nyambi Jadi PSK Online di Kos-kosan,Cukup Kasih Kode Ini
Prostitusi online menjamur baik di kota besar maupun daerah pinggiran.Seiring kemajuan teknologi internet, memilih
Ketika disinggung keberadaannya, Kenanga enggan memberikan jawaban.
"Ih.. kepo," selorohnya.
Kenanga dengan santainya bercerita kesana kemari akan perjalanan hidupnya.
Dari mulai kisah cintanya yang kandas, masa studinya yang terbengkalai, hingga kehidupan selama di Yogya dia umbar.
Dari pengakuannya saat itu, Tribun Jogja adalah tamu pertamanya.
"Baru ini aku. Beneran ini yang pertama kalinya," ujarnya singkat.
Entah benar atau tidak, yang jelas awal mula dia berani mencicipi dunia prostitusi setelah berteman lama dengan si Melati, yang tak lain adalah si mucikari.
"Kenalnya di sebuah kafe belakang mal, aku sendiri yang minta. Bisa nggak cariin aku tamu," kenang Kenanga.
Dari perkenalan itu, Kenanga kemudian diajak untuk terjun ke dalam dunia prostitusi.
Untuk sekali kencan, Kenanga mematok tarif Rp 500 ribu.
Kemudahan mencari rupiah ini seperti membuat Kenanga gelap mata.
"Yang Rp 400 buat aku, yang Rp 100 buat Melati. Tanda terimakasih udah nyariin tamu dan dipinjami tempat juga," jawabnya.
Kenanga pun tak terlalu menarget berapa tamu yang hendak ia layani.
Dari pengakuannya, selama tubuh mungilnya masih bisa diajak bekerja, selama itu pula dia akan terus berpeluh menimba rupiah.
Lewat aplikasi pesan WhatsApp Kenanga mulai ditawarkan kepada para lelaki hidung belang.
Kenanga pun mesti bolak-balik Solo-Yogya untuk mencari pasaran.
Disinggung kenapa tidak membuka praktik di tanah kelahirannya, dia berdalih bahwa kota Solo sangat sepi.
Kontras dengan kehidupan di Yogyakarta.
"Di Solo sepi, mas. Enakan di Yogya. Rame. Lagian di sini juga buat nyari pengalaman, selagi muda carilah banyak pengalaman. Uangnya bisa buat hiduplah, mas," kata anak kedua dari dua bersaudara ini.
Pertemanan dia dengan Melati pun berdampak akan masa studinya.
Kenanga yang mengaku siswi kelas XII di sebuah Sekolah Menengah Atas di Mojosongo ini banyak absen dari kegiatan belajar mengajar.
"Karena pengen nyari duit, ya sekolah kebanyakan bolos. Apalagi ini mau ujian kan. Pengennya sih cepet lulus, baru kerja," kata gadis 18 tahun ini.
Dicecar bermacam pertanyaan, Kenanga juga merasa risih.
Maka tak jarang dia sesekali menggerutu dengan banyaknya pertanyaan yang terlontar.
"Ini malah nanya terus ee," tanyanya.
Ditanya adakah teman atau bahkan kerabat yang mengetahui akan kesibukan dia, tak sedikit pun mulutnya bergeming.
Di tengah-tengah cerita, sebenarnya Kenanga tahu akan risiko yang menghantui dari praktik prostitusi ini, yaitu penyakit kelamin.
Untuk menyiasati hal-hal yang tidak diinginkan, sebelumnya Kenanga telah memeriksakan alat reproduksinya di Puskesmas di daerah tempat tinggalnya.
"Ya takut mas, mesti rutin cek kesehatan kelamin. Kalau sebelumnya cuma 3 bulan sekali. Setelah kerja seperti ini, ya mau nggak mesti 1 bulan sekali rutin cek ke Puskesmas," katanya.
"Kalau di Solo biayanya Rp 300 ribu sekali periksa. Kalau di sini kurang tahu," tambahnya.
Selain itu, lanjutnya, Kenanga mewajibkan setiap tamu yang hendak menikmati tubuhnya mesti mengenakan pengaman. (Tribun Jogja/Sis)