Jangan Kaget Kalau ke OKI Temukan Rumah Mewah Ini Harganya Miliaran Ternyata Milik Juragan Jukung

Selain milik Saudagar Jukung, rumah-rumah mewah itu juga milik warga yang bekerja sebagai petani.

Editor: Hartati
Istimewa
Kapal Jukung di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan. 

Laporan Khas: Adi Yanto (Ksb. Media & Komunikasi Publik Setda OKI)

 KAYUAGUNG - Ada pemandangan menarik saat memasuki wilayah dua desa yang lokasinya memang bersebelahan. Sebagian besar rumah di Desa Lingkis dan beberapa rumah di Desa Batun Kecamatan Jejawi Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan rumah mewah berlantai dua yang tinggi menjulang ke langit.

Rumah rumah itu tampak mencolok dengan desain khas mediterania seperti di komplek rumah mewah di kawasan elit kota besar. Setiap rumah yang terlihat megah dan mewah di depannya selalu ada pagar besi yang kokoh tegak tertancap sebagai pembatas antara jalan dan rumah. Jumlah rumah mewah itu tidak banyak. Hanya berkisar belasan saja di dua desa tersebut.

Informasi yang dihimpun, rumah-rumah megah dan mewah itu sebagian besar milik Saudagar Kapal Jukung.

Siang itu usai mengikuti kunjungan kerja Bupati Ogan Komering Ilir, H. Iskandar, SE melantik kepala desa terpilih di Kecamatan Jejawi saya ditemani beberapa orang rekan media melongok rumah rumah megah tersebut. Sebelum itu saya meminta izin kepada Kepala Desa (Kades) Lingkis Iwan Setiawan untuk ditemukan dengan salah satu saudagar tersebut. Kebetulan Kades Iwan merupakan mantan saudagar jukung yang kenyang pengalaman melaut. 

Kami diajak keliling kampung, melihat lihat rumah rumah megah.Selain milik Saudagar Jukung, rumah-rumah mewah itu juga milik warga yang bekerja sebagai petani.

Menurut Kades Iwan para saudagar jukung ini mengalami masa kejayaan pada tahun 80-an sampai 90-an. Sebab, harga bahan bakar dan ekonomi sangat stabil kala itu.

"Dulu mereka bisa dapat untung puluhan juta sekali bertarik (sekali angkut)" tutur Iwan.

Barang yang mereka angkut bermacam-macam mulai dari BBM hingga kebutuhan rumah tangga. Barang barang tersebut di beli di Palembang lalu dibawa berlayar ke wilayah pesisir seperti Air Sugihan, Sungai Lumpur, Sungsang hingga ke Selat Malaka. 

Dengan besarnya penghasilan itu, sebagian saudagar jukung bisa membangun rumahnya di kampung. Biaya yang dihabiskan rata-rata Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar.

Sambil bercerita kami dibawa Kades Iwan ke Sungai Komering yang melintasi Desa. Di atas sungai sudah berjejer puluhan kapal jukung bersandar belum lagi di anak-anak sungai di sekitarnya. Beberapa kali Kades Iwan tampak menelepon seseorang sambil terus mengarahkan mobil ke depan. Di ujung anak sungai yang melengkung  kami berhenti. Kades Iwan mengajak kami turun menyusuri jalan setapak menuju sebuah Kapal Jukung Besar yang tertambat di pinggir sungai. Disamping kapal itu juga tertambat puluhan jukung lainnya. Ada yang berukuran besar, sedang dan kecil. 

Berbekal sebilah jembatan papan kami naik ke atas kapal jukung. Tampak seorang nahkoda dan beberapa anak buah kapal (ABK) memperbaiki mesin Truk PS 110 yang dimodifikasi jadi mesin kapal.

Kapal Jukung besar dengan kapasitas 100 ton itu  milik Asnawi salah satu saudagar kapal jukung dari Desa Lingkis. Perawakannya kecil, kulitnya hitam karena sering tersengat matahari. Kapal Jukung milik Asnawi tidak hanya satu ini, satu unit lagi sedang dioperasikan adiknya di perairan Sungsang.

Sembari menyetel baut mesin kapal, Asnawi tampak semangat menerima kami di siang terik itu. Sejak 2003 menurutnya Kapal Jukungnya menggunakan tenaga mesin PS karena dinilai lebih bertenaga dan hemat waktu.

"Dulu pakai mesin diesel, jalannya lambat. Waktu tempuh bisa berhari-hari. Sekarang bisa lebih cepat dengan mesin PS hanya dalam hitungan 10 jam saja atau sehari semalam saja kalau perjalan jauh" tutur Asnawi.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved