Kivlan Zein Bantah Mau Makar, Tapi Setuju Mandat Jokowi-JK Dicabut Lewat UUD 1945 yang Lama
Namun, ia mengakui seaspirasi dengan misi Rachmawati dkk perlunya mencabut mandat Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) melalui Sid
Namun, ia mengakui seaspirasi dan satu misi dengan kelompok Rachmawati tentang perlunya Indonesia kembali pada UUD 1945 yang lama dan digelarnya Sidang Istimewa MPR guna mencabut mandat Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Namun, ia tidak sejalan dengan kelompok Rachmawati. Sebab, ia ingin misi tersebut dilakukan dengan konstitusional yakni dengan mengajukan ke DPR dan MPR. Pencabutan mandat Presiden dan Wakil Presiden bisa dilakukan oleh MPR jika Indonesia kembali ke UUD 1945 versi lama.
Dan sikap politik dan kekritisannya tersebut telah disampaikan dalam bentuk karya tulis hingga pernyataan di media massa, dan bukan dengan cara kekerasan dan paksaan.
"Kalau cabut mandat boleh kalau tidak sesuai dengan UUD 1945 yang lama, bisa dong," kata dia.
Ia menegaskan, sikap dan aspirasinya sama dengan kelompok Rachmawati dkk. Namun, cara pelaksanaannya berbeda.
"Jadi, saya satu aspirasi dengannya, tapi saya tidak mau dengan cara-cara berbentuk kekasaran untuk merebut MPR hingga clash. Kalau saya melalui tulisan saran, itu boleh," kata Kivlan.
Menurutnya, Indonesia perlu kembali pada UUD 1945 yang lama dan MPR bisa mencabut mandat Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebab, kepemimpinan kedua tokoh tersebut sudah tidak sesuai dengan UUD 1945 versi lama dan butir Pancasila tentang penegakan keadilan dan kebenaran.
Itu terlihat dengan banyaknya utang pemerintah Indonesia kepada negara asing, sistem sosial dan budaya tidak sesuai dengan UUD 1945, ekonomi Indonesia lemah meski mengklaim ada pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen.
"Padahal, pertumbuhan itu karena utang. Bukan pertumbuhan karena pendapatan dari perdagangan dan investasi. Ini ekspor turun, investiasi turun, konsumsi turun, pendapatan dalam APBN turun, capaian pajak cuma dapat 60 persen, bagaimana pertumbuhan 5 persen, yah karena pinjam utang jadi investasi," kata Kivlan.
"Jadi, sebenarnya tidak ada pertumbuhan. Jadi, cuma main tipu-tipu aja," sambungnya.
Ia menambahkan, dirinya tidak kapok untuk menyuarakan pemikiran dan aspirasinya ini ke pemerintah. Ia pun tidak takut untuk berkumpul dengan Rachmawati dkk.
"Masih lah, enggak masalah ketemu kawan-kawan untuk membela kejujuran kebenaran dan keadilan," kata dia.
"Cuma caranya kalau saya dengan soft, kalau mereka dengan cara kekerasan. Saya pakai kritik di koran, ajukan permintaan dan saran. Makanya saya sarankan pemerintahan sekarang lebih baik tegakkan kejujuran, keadilan dan kebenaran dengan kembali ke UUD 1945 yang lama. Caranya dengan proses dan manajemen yang benar. Jangan ada Bab III langsung Bab V, itu kan ga benar. Harusnya III, IV, V," paparnya.
"Kemudian nyatakan UUD yang sekarang itu UUD 2002, bukan UUD 1945. Jadi dari UUD 1945 sudah ngibul. UUD 2002 dibilang UUD 1945, kan ngibul namanya. Bilang aja UUD 2002. Pemerintah bagaimana sih," kata dia.