Opini

Hukuman Mati bagi Terpidana Narkoba

Keputusan pengadilan menjatuhkan hukuman mati bagi terpidana narkoba yang tergabung dalam Bali Nine mendapatkan tanggapan beragam

zoom-inlihat foto Hukuman Mati bagi Terpidana Narkoba
TRIBUNSUMSEL.COM
Icon Tribunsumsel.com

 TRIBUNSUMSEL.COM - Keputusan pengadilan menjatuhkan hukuman mati bagi terpidana narkoba yang tergabung dalam Bali Nine mendapatkan tanggapan beragam dari luar dan dalam negeri. Dari luar negeri datang dari pemerintah Brazil, Prancis, dan terakhir Autralia untuk membatalkan hukuman mati terhadap terpidana yang berasal dari negara mereka masing-masing sebagai bentuk perlindungan bagi warga negaranya. Sedangkan dari dalam negeri, hampir semua sepakat dan mendukung untuk tetap melaksanakan hukuman mati kepada para terpidana.

Berbagai reaksi misalnya diperlihatkan oleh pemerintah Brazil yang sempat tidak menerima surat kepercayaan dan berkuasa penuh yang disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Brazil. Sedangkan tetangga kita Australia melalui Perdana Menteri PM Tony Abbott sempat mengungkit-ungkit bantuan yang pernah diberikan oleh Australia saat sunami di Aceh. Permohonan penundaan dan pembatalan terhadap hukuman mati sebelumnya juga pernah disampaikan oleh Sekjen PBB, Ban Ki Moon.

Merasa kurang mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia, Australia pernah juga melakukan safari lobi dengan mengutus Mufti Syeikh Kafrawi Abdurrahman yang juga Imam Besar Masjid Afghan Adelaide untuk bertemu dan mengadakan lobi-lobi dengan organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) dan ulama kharismatis Hasyim Mudzadi. Akan tetapi, berbagai usaha yang telah dilakukan oleh Australia sepertinya belum membuahkan hasil yang memuaskan, karena masing-masing pertemuan belum dapat merubah sikap Indonesia yang tegas akan melaksanakan hukuman mati kepada para terpidana.

Sikap kekeh ditunjukkan oleh Presiden Jokowi dalam rangka menjaga kedaulatan hukum negara dan pernyataan perang terhadap segala jenis bentuk kejahatan yang disebabkan oleh narkoba. Narkoba telah dianggap sebagai bentuk kejahatan luarbiasa (extra ordinary crime) selain korupsi dan terorisme.

Data tentang bahaya narkoba yang pernah disampaikan oleh Kemensos Hofifah Indar Parawansa per Desember 2014 lalu sedikitnya ada 18 ribu orang meninggal karena ketergantungan dengan narkoba. Menurutnya, Indonesia sudah berada dalam kondisi darurat narkoba. Dia manambahkan bahwa ketergantungan terhadap barang haram ini telah mengakibatkan pembunuhan massal secara perlahan terjadi secara massif merusak generasi bangsa.

Sanksi bagi Pelaku Narkoba

Dalam kontek hukum, memang di Indonesia jenis hukum Islam yang paling mungkin mudah bergumul dengan hukum adat dan hukum Eropa adalah hukum perdata Islam (al-ahwal al-syakhshiyah). Karena hukum Islam ini sangat dekat dengan adat masyarakat terbukti bahwa urf (adat) diakui oleh ulama usul fiqih sebagai salah satu dalil hukum, tentu saja urf yang salih (sesuai) bukan yang fasid (bertentangan).

Sedangkan hukum pidana Islam sepertinya agak sulit untuk diterapkan secara menyeluruh seperti yang diharapkan oleh beberapa bagian kelompok masyarakat. Untuk memberlakukan hukum pidana Islam terkendala oleh berbagai persoalan ketatanegaraan, sehingga agak rumit dan kompleks. Namun demikian, secara substantif nilai-nilai dari hukum pidana Islam sebetulnya sudah diberlakukan di negara kita. Dalam konteks ini, bagi aliran substansialis, maka yang diperlukan adalah keberlakuan nilai-nilai adalah lebih penting ketimbang hanya sekedar formal-simbolistik.

Dalam hukum pidana Islam, ada tiga bentuk jenis sanksi bagi pelaku kejahatan, pertama, hudud adalah jenis hukuman yang sanksinya sudah disebutkan dalam Alquran dan Hadis, sudah ada ketentuan jenis sanksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan. Seperti dalam kasus pencurian, perzinaan, penuduh berzina, dan peminum khamr.

Kedua, qisas-diat adalah jenis hukuman pembalasan. Orang yang membunuh sanksinya hukum mati, orang yang melukai diberi hukuman dilukai pula, sehingga semua jenis tindakan pelukaan yang dilakukan seseorang, maka balasannya adalah dengan pelukaan pula.

Ketiga, ta’zir adalah jenis hukuman yang belum disebutkan sanksinya dalam Alquran dan Hadis, sanksinya ditentukan oleh uli al-amri. Di negara kita sanksi ditentukan oleh pemerintah dan DPR melalui undang-undang. Jenis tindak kejahatan yang masuk dalam wilayah ta’zir mulai dari perbuatan yang ringan sampai dengan paling berat.

Dengan demikian, sanksi yang dianggap paling tepat bagi para pelaku narkoba yang dapat diambil oleh hakim di pengadilan. Pertama, menggunakan qiyas, bahwa narkoba diqiyaskan kepada jenis khamar, itu artinya pelaku dapat dijerat dengan sanksi yang sama dengan peminum khamr yaitu di dera atau cambuk sebanyak 40 kali seperti yang dilakukan oleh Nabi dan Abu Bakr, dan 80 kali seperti yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khattab.

Kedua, pelaku narkoba dikenakan sanksi hukuman ta’zir. Karena melihat dampaknya yang sangat besar seorang dapat saja diberikan hukuman paling berat yaitu hukuman mati.

Landasan hukum tentang sanksi bagi pelaku, apalagi pengedar narkoba misalnya dapat dilihat dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: “Dari Dailam al-Himyari, ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah, saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami (tinggal) di bumi (daerah) yang dingin. Di sana, kami melakukan pekerjaan berat dan kami meminum minuman (terbuat) dari gandum agar kami kuat melakukan pekerjaan kami dan agar kami (pun kuat) menghadapi rasa dingin di negeri kami.’ Rasulullah bertanya, ‘Apakah minuman itu memabukkan?’ Saya menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah bersabda, ‘Jauhilah minuman tersebut.” Dailam berkata, “Kemudian saya datang lagi ke hadapan beliau. Saya bertanya lagi seperti tadi. Rasulullah bertanya, ‘Apakah minuman itu memabukkan?’ Saya menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah bersabda, ‘Jauhilah minuman tersebut.’ Saya berkata (lagi), ‘Orang-orang tidak mau meninggalkannya.’ Beliau bersabda, ‘Jika mereka tidak mau meninggalkan minuman tersebut, bunuhlah mereka!”.

Hadis di atas menjelaskan sanksi yang sangat tegas bagi pelaku atau pengedar narkoba. Melihat dampaknya yang sangat luas, mantan hakim agung Mesir, Muhammad Said al-Asymawi dalam bukunya as-Siyasi fi al-Islam menyebutkan bahwa “jangan terlalu memaksakan untuk memberlakukan hukuman hudud, akan lebih baik menggunakan hukuman ta’zir, hukuman jenis ini lebih luwes dan sangat tepat untuk menjerat pelaku tindak pidana yang bentuknya semakin hari semakin beragam.”

Halaman
12
Tags
Opini
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved