Pemilu Legislatif 2014

Caleg Katrol Suara Karena Kerabat Pejabat, Meskipun Tak Menetap di Sumsel

Faktor kekerabatan terbukti mampu mengatrol perolehan suara. Bahkan meski mereka tidak menetap di Sumsel.

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG  - Tidak dikenal sebagai pribadi ternyata tidak jadi masalah bagi calon legislatif asal Sumsel untuk lolos ke Senayan. Faktor kekerabatan terbukti mampu mengatrol perolehan suara. Bahkan meski mereka tidak menetap di Sumsel.

Ada 11 wakil rakyat yang tercatat berdomisili di luar Sumsel. Mereka adalah Erwin Singajuru (PDIP) menetap di Tanggerang, Bobby Adhityo (Golkar) di Jakarta Selatan, Sri Meliyana (Gerindra) di Jakarta Selatan, Irma Suryani (Nasdem) di Jakarta Timur, Hanna Gayatri (PAN) di Jakarta Barat, Dodi Reza (Golkar) di Jakarta Selatan, Nazarudin Kiemas (PDIP) di Jakarta Timur, Edhy Prabowo (Gerindra) di Jakarta Selatan, Kahar Muzakir (Golkar) di Jakarta Selatan, Hafisz Tohir (PAN) di Tanggerang Selatan, dan Mustafa Kamal (PKS) di Jakarta Timur.

Sedangkan bakal wakil rakyat yang berdomisili di Palembang enam orang. Mereka adalah Wahyu Sanjaya (Demokrat), Bertu Merlas (PKB), Yulian Gunhar (PDIP), Iqbal Romzi (PKS), Sofwatilah Mohzaib (Demokrat), dan Fauzih H Amro (Hanura).

Hubungan kekerabatan mereka seperti Bertu Merlas dari Partai Kebangkitan Bangsa yang merupakan saudara  Bupati OKUT, Herman Deru. Lalu Wahyu Sanjaya (Demokrat) yang merupakan putra Kahar Muzakir (anggota DPR asal Golkar). Sementara Irma Suryani (Nasdem) kelahiran Metro Lampung menetap di Jakarta Timur.

Caleg PAN Hanna Gayatri, kelahiran Palembang menetap di Jakarta Barat dan Hafisz Thohir. Kedua caleg ini saudara Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Sedangkan Sri Meliyana kelahiran Lahat menetap di Jakarta Selatan. Perempuan ini istrinya Bursah Sarnubi yang juga masih kerabat Bupati Lahat Saifudin Aswari. Sementara Dodi Reza sudah dikenal putra Gubernur Alex Noerdin.

Tribun berusaha menemui dan mewawancarai beberapa caleg yang berdomisili di luar Sumsel itu. Mereka tak berada di Sumsel, sehingga proses wawancara dilakukan hanya melalui telepon. Bahkan, ada seorang asisten pribadi caleg minta dikirimkan daftar pertanyaan melalui email. Namun balasan email yang diharapkan cepat tidak bisa dipenuhi.

Berbekal informasi dari pengurus Partai Nasdem di Palembang, Tribun memperoleh nomor telepon Irma Suryani. Caleg nomor urut 1 dari Dapil Sumsel II ini langsung menelepon balik tak lama setelah menerima pesan singkat berisi permintaan wawancara.

Wanita yang menamatkan SMP dan SMA di Palembang ini membantah apabila ada anggapan perbedaan domisili caleg dan daerah pemilihan bakal menghambat aspirasi dan masyarakat. Meski tak tinggal di Palembang, ia mengaku memiliki usaha di Palembang. Keluarganya juga banyak di Palembang dan rencananya hendak mendirikan rumah di kota pempek ini.

Menurut Irma, Anggota DPR RI memang berkedudukan di Jakarta dan wajar tinggal di Jakarta. Lagian, untuk membangun Sumsel tidak harus setiap hari ada di daerah pemilihan (Empat Lawang, Lahat, Muara Enim, Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Ulu Timur, Kota Pagar Alam, dan Kota Prabumulih).

Untuk mengoptimalkan peran wakil rakyat dari Partai Nasdem, jelasnya, akan dibuat rumah aspirasi. Untuk di dapil Sumsel II, akan dibangun di tiga tempat yakni Prabumulih, Muaraenim, dan Baturaja. Tiga kabupaten/kota itu dianggap lokasi yang tepat untuk menghubungkan daerah di sekitarnya.

“Rumah aspirasi itu juga akan dibuat usaha untuk membantu perekonomian masyarakat sekitar. Sedangkan modalnya diberikan oleh Caleg Partai Nasdem. Rumah aspirasi ini dijalankan oleh semua Caleg Nasdem di DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, dan DPR RI,” kata aktivis buruh ini.

Meski tinggal di Jakarta, Irma tetap tak bisa melupakan Sumsel. Ibu dari dua anak ini mengaku lahir di Palembang dan memiliki banyak keluarga di Prabumulih, Muaradua, dan Muaraenim. Nenek dan kakaknya tinggal di Palembang.

Irma melihat Sumsel sebagai provinsi yang kaya. Tetapi kemajuannya hingga kini tidak bisa menyamai perkembangan provinsi di Pulau Jawa. Lambatnya pembangunan tidak lepas dari faktor buruknya infrastruktur sehingga tingginya biaya produksi.

Tak hanya itu, ia menemukan banyak pabrik beroperasi di Sumsel tak menggunakan tenaga kerja asal Sumsel. Walau sekedar jadi petugas sekuriti, perusahaan malah harus mengambil tenaga kerja dari luar Sumsel.

Rendahnya kepedulian perusahaan pada lingkungan juga menjadi perhatian penggagas berdirinya Ormas Nasdem di Sumsel ini. Padahal, perusahaan-perusahaan itu memiliki dana corporate social responsibility (CSR). Belum lagi masalah sengketa lahan yang sampai sekarang tak kunjung tuntas.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved