Wahiduddin Adams Hakim MK yang Tangani Perkara Pilpres 2019 Asli Putra OKI, Karirnya dari Staf Biasa
Profil Wahiduddin Adams Hakim MK yang Tangani Perkara Pilpres 2019 Asli Putra OKI, Karirnya dari Staf Biasa
TRIBUNSUMSEL.COM - Satu dari sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi yang menangani perkara gugatan perselisihan hasil pilpres merupakan putra kelahiran asli Sakatiga Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan.
Ia adalah Wahiduddin Adams, pria asal Sumsel yang karirnya cemerlang di kancah peradilan Indonesia ini menjadi satu diantara delapan hakim lainnya yang kini tengah jadi sorotan masyarakat Indonesia.
Wahiduddin Adams yang sudah dua periode menjadi Hakim MK ini ternyata sebelum menjadi hakim terhormat ternyata karirnya berawal dari seorang staf bisa di Departemen Kehakiman medio 1981-1985.
Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, Wahiduddin Adams merupakan putra dari pasangan Adam Sulaiman dan Rofiah Gani.
Dr Wahiduddin Adams SH MA mengawali kariernya di dunia birokrasi, siapa sangka Wahiduddin Adams, akan melangkah mantap menjadi seorang penjaga konstitusi.
• Achmad Syamsudin Resmi Jadi Dirut Bank Sumsel Babel, Gubernur Ingin BSB Buka Cabang di Kota Lain
Sosok Wahid -panggilan akrab Wahiduddin- yang sederhana, religius, dan tidak neko-neko menjadi satu faktor kesuksesan kariernya kini.
Semua yang dicapai Wahid diakuinya buah dari kerja ikhlas, doa dari kedua orang tua, dan dukungan dari keluarga tercinta.
Wahid boleh dikatakan seorang perantau sukses dari desa kecil.
Anak pertama dari pasangan Adam Sulaiman dan Rofiah Gani ini menghabiskan masa kecilnya di Sakatiga, sebuah desa kecil di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan.
Sedari kecil, Wahid sudah ditanamkan pendidikan agama yang kuat oleh orang tuanya.
Bagaimana tidak, selepas sekolah dasar, Wahid yang berusia 12 tahun melanjutkan pendidikannya di madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah.
“Ayah saya berniat anaknya yang laki-laki satu harus sekolah agama, satu sekolah umum. Saya yang sekolah agama, adik saya yang sekolah umum.
Saya sekolah madrasah tsanawiyah di Desa Sakatiga sampai aliyah.
Pagi sekolah umum, sore sama malamnya kita belajar kitab agama dan pengetahuan untuk masyarakat dalam keagamaan, selama 6 tahun saya di sana,” kenangnya.
Kemudian ia mengenyam ilmu Peradilan Islam, Fakultas Syariah di Institut Agama Islam Negeri Jakarta.