MBG di Sumsel

LIPSUS : Menanti Tuah Danantara di Kandang Ayam, Peternak Siap Genjot Produksi Demi MBG di Sumsel

Suntikan modal ini dinilai krusial di tengah lonjakan permintaan bahan pangan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com/ Agung Dwipayana
KANDANG AYAM - Seorang peternak di Ogan Ilir sedang memeriksa kualitas ayam petelur di kandang miliknya, Sabtu (22/11/2025). Dengan lahan yang masih luas, peternak lokal mengaku siap meningkatkan produksi hingga 10 kali lipat untuk memasok kebutuhan program Makan Bergizi Gratis (MBG), asalkan mendapat dukungan modal untuk pakan dan perluasan kandang. 
Ringkasan Berita:
  • Danantara berencana mengucurkan investasi Rp 20 T untuk memperkuat infrastruktur peternakan modern
  • Peternak di Ogan Ilir menghadapi keterbatasan stok, tingginya biaya pakan, dan kebutuhan modal untuk meningkatkan produksi agar mampu memenuhi permintaan besar SPPG.
  • Asosiasi dan peternak mandiri meminta keterlibatan lebih adil, sementara data SPPG Palembang menunjukkan tingginya kebutuhan telur dan daging ayam yang mendesak peningkatan kapasitas peternak lokal.

 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG – Rencana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk mengucurkan investasi senilai Rp20 triliun demi pembangunan infrastruktur peternakan modern di seluruh Indonesia, memantik harapan besar bagi para peternak ayam di Sumatera Selatan (Sumsel).

Suntikan modal ini dinilai krusial di tengah lonjakan permintaan bahan pangan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Para peternak lokal berharap dana tersebut tidak hanya digunakan untuk membangun peternakan baru, melainkan juga merevitalisasi peternakan rakyat yang sudah ada agar mampu memenuhi standar pasokan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi).

Potensi dan Kendala di Ogan Ilir Di Kabupaten Ogan Ilir, kesenjangan antara kapasitas produksi peternak lokal dengan kebutuhan SPPG masih terasa nyata. Ardianto, Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tunas Baru di Desa Seri Kembang II, Kecamatan Payaraman, memaparkan kondisi tersebut secara rinci.

Sejak didirikan Juli lalu, BUMDes yang dikelolanya memiliki populasi 500 ekor ayam dengan produktivitas rata-rata 400 butir telur per hari.

Telur tersebut dilepas dengan harga Rp27 ribu per kilogram. Namun, Ardianto mengakui volume tersebut belum ideal untuk menjadi pemasok tunggal satu SPPG.

"Masalah utamanya adalah cadangan stok. Jika 400 butir itu kualitasnya sempurna, pasokan aman. Namun, jika pihak SPPG meminta retur belasan atau puluhan butir karena kualitas dianggap kurang baik, kami belum memiliki stok pengganti hari itu juga," jelas Ardianto kepada Tribun, Sabtu (22/11/2025).

Padahal, potensi pengembangan sangat terbuka lebar. Peternakan Ardianto berdiri di atas lahan seluas satu hektare, namun kandang yang terbangun baru memakan lahan kurang dari 2.000 meter persegi.

"Kami pernah ditanya, apakah sanggup meningkatkan produksi dari 400 menjadi 4.000 butir (10 kali lipat) dalam setahun? Saya jawab tegas: bisa, asalkan ada dukungan modal," ujarnya.

Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, melalui Sekda H. Muhsin Abdullah, menyatakan siap mendukung peternak lewat regulasi. Namun, terkait teknis penyaluran bantuan Danantara, pihaknya masih menunggu arahan pusat mengenai mekanisme dan syarat calon penerima.

Hitungan Biaya Operasional yang Mencekik

Modal menjadi kunci karena biaya operasional harian peternakan cukup tinggi. Ardianto merinci, harga pakan saat ini mencapai Rp360 ribu per karung (isi 50 kg).

"Jika dikalkulasikan, biaya pakan saja bisa mencapai Rp2,5 juta per minggu atau sekitar Rp10 juta per bulan. Ini belum termasuk biaya vaksinasi berkala agar ayam tidak stres, pembersihan kandang, dan upah pekerja," terangnya. Tanpa suntikan modal eksternal, sulit bagi peternak kecil untuk melakukan ekspansi kandang dan menambah populasi ayam.

Desa Seri Kembang II sendiri merupakan satu dari tujuh desa di Kecamatan Payaraman yang telah menandatangani kerja sama suplai telur dengan SPPG, bersama Desa Seri Kembang III, Tanjung Lalang, Rengas II, Lubuk Bandung, Tebedak I, dan Tebedak II.

Suara Asosiasi dan Peternak Mandiri

Di sisi lain, distribusi peluang ekonomi dari program MBG dinilai belum merata. Ketua Asosiasi Ayam Pedaging dan Petelur Sumsel, Ismaidi, mengungkapkan bahwa anggotanya merasa belum dilibatkan secara optimal.

"Dari 100 anggota asosiasi, belum ada laporan yang resmi digandeng SPPG. Mekanismenya terkesan tertutup. Padahal, pelibatan asosiasi penting untuk memantau stabilitas harga dan ketersediaan stok di pasar, terutama saat terjadi lonjakan permintaan," kata Ismaidi, Minggu (23/11/2025).

Senada, Edi, peternak asal Kecamatan Air Kumbang, Banyuasin, berharap investasi Danantara kelak lebih memprioritaskan peternak existing daripada membuka lahan baru yang dikelola korporasi besar. "Bantulah peternak yang sudah ada agar kami bisa berkembang dan harga pasar tetap stabil. Operasional kami harus tetap jalan, dari pakan hingga gaji pegawai," harapnya.

Pemetaan Kebutuhan SPPG di Palembang

Tingginya urgensi peningkatan produksi peternak lokal terkonfirmasi dari besarnya serapan bahan pangan di berbagai SPPG di Palembang:

SPPG Seduduk Putih: Tuti Ismiyarti, Ketua Yayasan Pelita Panca Utama yang membawahi 21 SPPG, menyebut kebutuhan telur di unitnya mencapai 255 kilogram per hari.

Sementara untuk daging ayam, kebutuhannya menembus angka 1.500 kilogram per minggu. 

"Kami membeli lewat koperasi atau supplier. Meski menu telur hanya sekali seminggu, penggunaannya tetap tinggi untuk menu pelengkap lain seperti roti," ujar Tuti.

SPPG Ilir Barat II: Pengelola SPPG, Mang Dayat, mencatat kebutuhan telur mencapai 13–15 peti per hari dan daging ayam sekitar 300 ekor per hari.

"Kami tinggal mengajukan permintaan (request), koperasi yang mengirim. Yang terpenting pasokan tersedia," katanya.

SPPG TPH Sofyan Kenawas (Gandus): Teddy, mitra pengelola, mencatat kebutuhan 250 kilogram telur dan 600 kilogram ayam per minggu. Ia mengakui harga saat ini fluktuatif mengikuti pasar, namun ketersediaan barang dari agen masih aman.

Baca juga: Badan Gizi Nasional Benarkan Yasika Kelola 41 Dapur MBG di Sulsel, Sufmi Dasco Kini Turun Tangan 

Baca juga: Badan Gizi Nasional Benarkan Yasika Kelola 41 Dapur MBG di Sulsel, Sufmi Dasco Kini Turun Tangan 

Pengamat Ingatkan Kemitraan, Pemerintah Dorong Hilirisasi

Wacana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menggelontorkan dana Rp20 triliun untuk peternakan nasional memicu respon beragam di Sumatera Selatan (Sumsel).

Di balik optimisme peningkatan ekonomi, muncul peringatan keras agar investasi raksasa ini tidak menjadi "pisau bermata dua" yang membunuh peternak rakyat.

Warning Pengamat: Jangan Gusur Peternak Kecil Pengamat Ekonomi Sumsel, Dr. Sri Rahayu, S.E., M.M., menilai rencana investasi ini sebagai langkah positif yang dapat menciptakan multiplier effect bagi perekonomian daerah.

"Secara teori, investasi akan membuka lapangan kerja baru. Saat kesempatan kerja bertambah, pendapatan masyarakat naik, dan konsumsi pun meningkat. Inilah yang menggerakkan roda perekonomian, sekaligus berpotensi mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD)," ujar Sri Rahayu.

Namun, ia memberikan catatan kritis: pemerintah daerah dan investor harus memastikan kucuran modal ini tidak menggusur eksistensi peternak kecil. Ia menekankan pentingnya menempatkan peternak rakyat sebagai mitra strategis, bukan pesaing yang harus disingkirkan.

"Investor tidak perlu memulai dari nol. Ajak peternak kecil berkolaborasi. Jadikan mereka bagian dari rantai pasok industri. Jika teknologi mereka tertinggal, lakukan modernisasi. Jika mereka lemah di pemasaran, bantu lewat jaringan investor," tegasnya.

Konsep ini, menurut Sri, sejalan dengan prinsip Training of Trainer (TOT) dalam manajemen. Investor besar berperan mengedukasi dan membesarkan peternak kecil agar tumbuh bersama.

"Pemda harus mengawal ini sejak awal. Terima investasinya, tapi pastikan syarat pelibatan peternak kecil terpenuhi agar tidak salah sasaran. Jangan sampai peternak kecil menjadi pesaing yang tidak sebanding bagi korporasi besar, lalu tersingkir," tambahnya.

Pemerintah Provinsi: Fokus Hilirisasi, Bukan Sekadar Kandang Baru 

Senada dengan itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumsel, Ruzuan Efendi, menyoroti arah investasi yang ideal bagi Sumsel. Meski mengakui belum ada petunjuk teknis resmi dari pusat terkait dana tersebut, Ruzuan berharap alokasi dana disesuaikan dengan karakteristik daerah.

Ruzuan menjelaskan bahwa Sumsel saat ini sudah menempati peringkat ke-8 nasional sebagai daerah penghasil telur dan ayam. Struktur industri peternakan di Sumsel dan Lampung, menurutnya, lebih banyak didominasi oleh perusahaan besar, berbeda dengan Jawa Tengah atau Jawa Timur yang didominasi peternakan rakyat.

Oleh karena itu, jika Sumsel mendapatkan kucuran dana Danantara, Ruzuan menyarankan agar fokus utamanya adalah hilirisasi produk.

"Sebaiknya diarahkan ke pembangunan fasilitas penyimpanan (cold storage), produksi ayam beku (frozen food), atau pengembangan produk orientasi ekspor. Ini lebih dibutuhkan daripada sekadar menambah populasi kandang yang bisa memicu kelebihan suplai," jelas Ruzuan.

Fakta di Lapangan: Stabilitas Harga dan Program MBG Terkait kekhawatiran bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan memicu lonjakan harga tak terkendali, Ruzuan menepisnya. Ia menyebut dampak kenaikan harga akibat MBG hanyalah shock therapy sesaat di awal program.

"Saat ini harga sudah stabil kembali. Harga telur di kandang berkisar Rp25 ribu per kilogram, sementara harga ayam justru turun di angka Rp19 ribu per kilogram. MBG tetap jalan, tapi harga ayam malah turun. Ini membuktikan stok aman," ungkapnya.

Ruzuan menambahkan bahwa penyedia makanan MBG umumnya telah bekerja sama dengan distributor dan memanfaatkan produk ayam beku yang terjamin kehalalannya, sehingga tidak mengganggu pasar eceran secara signifikan.

Hal ini diamini oleh Sri Rahayu. Menurutnya, investasi di sektor peternakan—jika dikelola dengan benar—justru akan menjadi pengendali inflasi. "Pasokan (supply) harus dijaga. Investasi ini bisa menjamin ketersediaan pasokan sehingga harga tetap stabil," pungkas Sri.

Data Statistik Peternakan Sumsel Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumsel yang mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), berikut adalah gambaran kebutuhan dan ketersediaan pangan hewani di Sumsel:

Jumlah Penduduk: 8.928.515 jiwa.
Kebutuhan Ayam: 315 ton per hari.
Kebutuhan Telur: 258 ton per hari.
Jumlah Peternak: 3.789 peternak yang tersebar di 17 Kabupaten/Kota.
Angka ini menunjukkan pasar yang sangat besar, sekaligus peluang bagi investor dan peternak lokal untuk bersinergi memenuhi kebutuhan protein masyarakat Sumsel. (Agung/Linda/Ardiansyah)

 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved