Siswa SDN 178 Palembang Diduga Keracunan

Makanan Berbelatung Hingga Siswa Keracunan, Ahli Gizi Sebut Program MBG Sumsel Harus Dievaluasi

Sebab untuk memasak itu ada prosedurnya, hingga bisa dikatakan membunuh bakteri, dan membunuh kuman yang ada di bahan yang dimasak.

Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Slamet Teguh
Pemkot Palembang
BESUK - Walikota Palembang Ratu Dewa saat membesuk sejumlah siswa SDN 178 Kalidoni kecamatan Kalidoni Palembang pusing, mual, muntah dan sakit perut usia mengkonsumsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Kamis (25/9/2025). 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati
 
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Sumatera Selatan (Sumsel) kembali menjadi sorotan menyusul ditemukannya beberapa masalah seperti makanan yang ada belatung hingga kasus keracunan.

Lalu seperti apa makanan MBG yang disajikan di Sumsel? 

Menurut Ketua Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) Sumsel, Yenita , DCN, MPH, RD secara umum untuk di Sumsel dari segi komposisi makanannya sudah sesuai. Ada nasi, ada lauk hewani, ada nabati, dan ada sayur serta buah. 

"Pelaksanaannya sudah sesuai dengan standar yang sudah dibuat. Tinggal bagaimana mereka modifikasi asal sesuai itu tidak jadi masalah," kata Yenita saat dikonfirmasi, Jumat (26/9/2025). 

Namun memang menurutnya, dari segi ukuran atau takaran masih ada yang belum sesuai contohnya terlihat ukurannya kecil, tidak sesuai dengan standarnya misal harusnya 50 gram, mungkin di kasihnya 25 gram artinya kan  tidak memenuhi standar yang sudah ditentukan. 

"Kalau seperti itu kita nggak tahu faktornya karena apa? Apa pengawasnya kurang, atau apa. Karena harusnya dapur MBG d menyediakan makanan sesuai dengan panduan yang sudah ada," kata Yenita yang juga sebagai ahli gizi. 

Menurut Kepala Prodi Program Studi Gizi Universitas Muhammadiyah Ahmad Dahlan (UM AD) Palembang, dari sisi ahli gizi yang membuat menu tidak ada masalah sudah sesuai, hanya saja pada prosesnya yang masih perlu pengawasan. 

"Kalau ada yang keracunan makanan, ditelusuri terlebih dahulu kenapa bisa sampai terjadi. Prosesnya panjang, mulai dari tempat penyedia makanan. Apakah tempat penyedia makanan ini, higenis dan sanitasnya sudah tersertifikasi belum?," katanya.

Kemudian, apakah kualitas bahan makanan yang disiapkan sesuai, misalnya dia memilihnya bahan makanan itu yang bagus atau tidak! sesuai tidak kualitasnya, disiapkan yang benar tidak. Jadi misalnya sayur, ada ulet-uletnya tidak? Kalau ada harus disortir dan dibuang. 

"Lalu dari lauknya, misal ayam, fresh enggak? Artinya kita mau melihat nih, di mana sih terjadi keracunan tadi?. Kemudian kita lihat lagi mengolahnya. Apakah memasak makanan itu sudah sesuai dengan prosedurnya," katanya. 

Baca juga: Fakta Pilu Bocah SD di OKU Bawa Pulang Menu MBG untuk Nenek, Ayah Merantau Tak Kunjung Pulang

Baca juga: Sosok Tan Shot Yen, Ahli Gizi yang Kritik Menu MBG, Bahas Kastanisasi Makanan hingga Burger

Sebab untuk memasak itu ada prosedurnya, hingga bisa dikatakan membunuh bakteri, dan membunuh kuman yang ada di bahan yang dimasak.

"Setelah proses pemasakan  sebelum didistribusikan itu didiamkan dulu, disimpan lah istilahnya. Apakah tempat penyimpanan tadi sudah layak belum? Ditutup gak? Apakah ada nanti lalat yang bisa hingap?," terangnya.

Tak hanya itu, waktu pengemasanpun harus diatur. Hal-hal inilah yang kadang menimbulkan bakteri jika tidak diperhatikan.

"Apalagi satu dapur MBG itu menyediakan ribuan porsi makanan.  Apakah tempatnya bisa untuk mengolah 3.000-4000 porsi, alat-alatnya dan lain-lain? Nah, itu perlu dievaluasi di mana sebenarnya titik kritis yan menyebabkan makanan tadi tidak layak konsumsi atau sudah terkontaminasi," katanya. 

Sebab bakteri ecoli, virus itulah yang menyebabkan anak-anak kalau mengkonsumsi terjadi keracunan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved