Gubernur Riau Tersangka KPK
Rekam Jejak Sofyan Franyata Hariyanto, Wagub Riau Berpeluang Gantikan Abdul Wahid jadi Tersangka
Mengulik rekam jejak Sofyan Franyata (SF) Hariyanto, Wakil Gubernur Riau berpeluang bakal maju Gubernur Riua menggantikan Abdul
Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Moch Krisna
Ringkasan Berita:
- Rekam jejak Sofyan Franyata (SF) Hariyanto, Wagub Riau berpeluang gantikan Abdul Wahid.
- SF Hariyanto pernah menjabat sebagai Sekda Riau.
- Gubernur Riau jadi tersangka kasus korupsi.
TRIBUNSUMSEL.COM - Mengulik rekam jejak Sofyan Franyata (SF) Hariyanto, Wakil Gubernur Riau berpeluang bakal maju Gubernur Riua menggantikan Abdul Wahid usai jadi tersangka.
Saofyan merupakan seorang birokrat Indonesia yang pernah menjabat sebagai Penjabat Gubernur Riau sejak 29 Februari 2024 hingga 15 Agustus 2024 dan Wakil Gubernur Riau sejak 20 Februari 2025.
Sebelumnya, Ia menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Riau sejak 2021–2024.
Sofyan lahir di Pekanbaru pada tanggal 30 April 1965.
Ia menempuh pendidikan di SD Negeri Teladan Pekanbaru tahun 1976 dan melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Pekanbaru tahun 1982.
Setelah lulus dari SMAN 1 Pekanbaru tahun 1983 ia melanjutkan, pendidikan Diploma 3 di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri pada tahun 1988.
Dia melanjutkan pendidikannya dengan meraih gelar sarjana teknik sipil di Universitas Islam Riau pada ahun 1992 dan gelar magister Teknik Sipil di Universitas Islam Indonesia pada tahun 2006.
Baca juga: PROFIL Sofyan Franyata Hariyanto Berpeluang Jadi Gubernur Riau Gantikan Abdul Wahid Jadi Tersangka
Ia memulai kariernya dari pegawai honorer dari 1983 sampai 1987. Ia lalu diangkat pegawai negeri sipil (PNS) pada 1 November 1987.
Pada tahun 2005, ia menjabat sebagai Kepala Seksi Pembangunan Prasarana Jalan di Sub Dinas Prasarana Jalan Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi Riau dan berlanjut sebagai Kepala Sub Dinas Prasarana Jalan serta Kepala Balai Laboratorium Pengujian Dinas yang sama pada 2008.
Pada periode 2008–2010, dia menjabat sebagai Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau dan kemudian diangkat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau dari tahun 2010 hingga 2014.
Selanjutnya, dia menjadi Staf Ahli Gubernur Bidang Infrastruktur Provinsi Riau dari tahun 2014 hingga 2015 dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Riau.
Pada 2016, dia berpindah ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai Pelaksana Biro Perencanaan Anggaran dan Kerja Sama Luar Negeri.
Dari periode 2017 hingga 2018, dia menjabat sebagai Penelaah Kebijakan di Subbagian Penyiapan Pendanaan Infrastruktur Daerah dan pada 2018–2021, dia mengisi berbagai posisi di Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR, mulai dari Inspektur II hingga Inspektur VI.
Pada 2021, dia menjadi Staf Inspektorat VI.[3] Pada 18 Maret 2021, ia diangkat menjadi Sekretaris Daerah Provinsi Riau dan kemudian pada 29 Februari 2024, ia dilantik menjadi Penjabat Gubernur Riau setelah menjabat sebagai pelaksana harian sejak sembilan hari sebelumnya.
Pada 28 Agustus 2024, ia berpasangan dengan Abdul Wahid mendaftarkan diri dalam Pemilihan umum Gubernur Riau 2024 diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai NasDem.
Pasangan ini meraih 1.224.193 suara dan terpilih sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur. Mereka pun dilantik pada tanggal 20 Februari 2025 secara serentak di Istana Merdeka.
Bakal Diperiksa KPK
Sebagai pendamping Abdul Wahid di Pemerintahan Provinsi Riau, nama SF Hariyanto berpeluang diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendalami kasus dugaan korupsi anggaran Dinas PUPR yang menjerat beberapa orang.
KPK menduga, SF Hariyanto mengetahui konstruksi perkara ini.
"Kebutuhan pemeriksaan terhadap pihak-pihak nanti yang tentunya memang dibutuhkan ya pengetahuannya atau yang diduga mengetahui konstruksi dari perkara ini, nantinya pasti akan dilakukan pemanggilan, akan dilakukan permintaan keterangan oleh penyidik ketika nanti sudah di tahap penyidikan," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (4/11/2025).
KPK akan terus mengembangkan perkara ini sampai tuntas.
Sebab, kata Budi, kegiatan OTT KPK kerap menjadi pintu masuk untuk melacak adanya praktik dugaan korupsi di lokus-lokus lainnya.
Gubernur Riau Tersangka
Abdul Wahid, Gubernur Riau ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kasus dugaan pemerasan dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Diketahui, Abdul Wahid terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Riau pada Senin (3/11/2025).
KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni AW (Abdul Wahid), MAS (Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan), dan DAN (Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau),” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, ketiga tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak 4-23 November 2025.
"Terhadap saudara AW (Gubernur Riau Abdul Wahid) ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sementara terhadap DAN (Dani M Nursalam) dan MAS (Muhammad Arief Setiawan) ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK,” kata Johanis di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Abdul Wahid merupakan Gubernur Riau keempat yang terjerat dalam kasus korupsi. Sebelumnya, ada tiga Gubernur Riau dari periode yang berbeda juga terseret dalam kasus korupsi.
Johanis mengatakan, kasus ini berawal dari pertemuan Sekretaris Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau Ferry Yunanda dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-V Dinas PUPR PKPP untuk membahas kesanggupan memberikan fee kepada Gubernur Riau Abdul Wahid.
“(Fee) Yakni sebesar 2,5 persen. Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp106 miliar),” ujarnya.
Kemudian, Ferry Yunanda menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Arief Setiawan. Namun, Arief meminta fee menjadi 5 persen atau setara Rp7 miliar untuk Abdul Wahid.
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” ujarnya.
Johanis mengatakan, dari kesepakatan tersebut, terjadi tiga kali setoran fee untuk Gubernur Riau Abdul Wahid yaitu Juni, Agustus, dan November 2025.
Kemudian, pada pertemuan ketiga pada Senin (3/11/2025), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap Ferry Yunanda, M.
Sementara itu, Abdul Wahid bersama orang kepercayaannya, Tata Maulana, ditangkap di salah satu kafe di Riau.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(*)
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.