Berita Nasional

Mahfud MD Sebut Tak Harus Jokowi Diperiksa KPK Soal Dugaan Mark Up Whoosh, Bisa Menterinya Dulu

Terkait kemungkinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya dugaan mark up dalam proyek

Kompas.com
PROYEK KERETA CEPAT WHOOSH - Presiden ke 7 Indonesia, Joko Widodo Beberapa Waktu yang Lalu. Eks Menko Polhukam, Mahfud MD buka suara terkait kemungkinan KPK memeriksa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya dugaan mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. Tuntutan pemeriksaan Jokowi dalam polemik proyek Kereta Cepat Whoosh ini muncul karena Jokowi sempat mengklaim bahwa proyek ini adalah idenya. 

Sehingga bisa saja Jokowi tidak terlibat dengan masalah dugaan mark up proyek Whoosh ini.

"Bisa jadi, bisa jadi Pak Jokowi tidak terlibat dalam masalah jelek urusan ini. Bisa jadi tidak korupsi, tidak mendapat kickback (pembayaran ilegal atau suap)."

"Tapi duga dugaan adanya kickback dan mark up itu kan tidak harus dilakukan oleh Pak Jokowi, kan banyak melibatkan orang," jelas Mahfud.

Eks Penyidik KPK Yakin Ada Indikasi Korupsi di Kasus Whoosh

Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, meyakini ada dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh

Ia mengaku getol ingin menyelidiki terkait dengan dugaan penggelembungan anggaran (mark up) proyek Whoosh itu.

Menurut Yudi, tidak ada perbuatan kasus korupsi yang tidak sengaja, semuanya pasti dilakukan dengan direncanakan secara matang.

"Saya ingin langsung menyidik karena melihat data-data yang begitu jelas. Betul sekali (ada indikasi korupsi). Indikasi yakin. Layak (diselidiki)," kata Yudi Purnomo, dikutip dari kanal YouTube Official iNews, Rabu (22/10/2025).

"Mengapa saya yakin? Kita tahu bahwa suatu kasus korupsi itu dilakukan dengan sengaja. Dia pasti ada yang namanya perencanaan," lanjutnya.

Yudi menyebut apa yang terjadi saat akibat dari dugaan korupsi proyek Whoosh ini sudah ditentukan sejak awal.

Ia menjelaskan, ada 3 hal pelaku dalam kasus korupsi, yaitu intelektual dader, koordinator, dan eksekutor.

"Pertama adalah intelektual dader, orang yang memerintahkan, orang yang punya kewenangan. Kemudian yang kedua adalah koordinator, dia yang kemudian menjadi jembatan antara intelektual dader dengan orang yang terakhir, eksekutor," jelasnya.

Menurut Yudi Purnomo, proyek Whoosh dipilih Indonesia dari China bukan Jepang karena tidak ada jaminan apa pun dari pihak China.

"Dalam suatu pemerintahan good government pasti semua ada acuan. Apa acuannya? Yaitu adanya kajian, adanya legal opinion, pasti itu ada. Sama seperti misalnya kita harus membaca, misalnya ada rapat perpindahan dari Jepang ke China itu pasti hitung-hitungannya, matematika dan sebagainya, itu kan putusan pasti kan ada turunannya, itu menurut saya harus kita telusuri," kata Yudi.

Yudi menilai ada tiga hal yang harus diperiksa, yaitu proses, pembangunan, dan sekarang adalah utang yang menumpuk.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved