TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA – Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur akan menghadapi tahun anggaran 2026 dengan kondisi fiskal yang lebih ketat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diproyeksikan hanya sebesar Rp2,08 triliun, turun Rp191 miliar atau sekitar 8,41 persen dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,271 triliun.
Penurunan ini terungkap dalam Rapat Paripurna DPRD OKU Timur dengan agenda pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (RKUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Struktur pendapatan daerah tahun depan diperkirakan terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp197,9 miliar, pendapatan transfer pemerintah pusat Rp1,84 triliun, serta lain-lain pendapatan sah Rp36,6 miliar. Belanja daerah dipatok seimbang dengan jumlah pendapatan.
Meski lebih kecil, anggaran tersebut tetap diarahkan pada program prioritas seperti ketahanan pangan, penguatan energi, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan UMKM, pengembangan desa, hingga program nasional seperti makan bergizi gratis dan percepatan investasi.
Anggota DPRD OKU Timur, Muhammad Alfasyih, yang menjadi juru bicara Badan Anggaran, menilai situasi ini menempatkan Pemda pada posisi dilematis.
“Efisiensi anggaran memang penting, tapi ruang fiskal kita semakin sempit. Pemerintah daerah wajib mendukung kebijakan nasional, sementara di sisi lain tetap dituntut merealisasikan visi-misi kepala daerah. Inilah dilema besar kita,” ujarnya, Selasa (26/08/2025).
Baca juga: Program Kemuliaan Pemkab OKU Timur Dapat Apresiasi Kemenag RI
Menurut Alfasyih, keterbatasan anggaran bisa berdampak signifikan terhadap pembangunan daerah.
Karena itu, ia menekankan perlunya sinergi antara pusat dan daerah agar kebijakan efisiensi tidak hanya sekadar pemangkasan, tetapi juga instrumen strategis mendorong pembangunan yang lebih inklusif.
“Kalau dijalankan dengan tepat, efisiensi bukan penghalang. Justru bisa jadi strategi memperkuat kualitas pembangunan,” tambahnya optimistis.
Bupati OKU Timur, Ir. H. Lanosin, M.T., atau yang akrab disapa Enos, menegaskan bahwa penurunan APBD tidak boleh mengorbankan kualitas layanan publik.
“Efisiensi dan efektivitas adalah kunci. Anggaran kita memang turun, tapi pelayanan dan program pembangunan tidak boleh ikut turun,” tegasnya.
Enos menambahkan, Pemkab akan menyesuaikan kebijakan fiskal sesuai arahan pemerintah pusat melalui PMK (Peraturan Menteri Keuangan).
Namun, ia juga membuka peluang optimalisasi pendapatan daerah dari sektor pajak, meski kenaikannya akan dilakukan bertahap dan dengan sosialisasi agar masyarakat dapat menerimanya.
“Kalau ada kenaikan pajak, tidak akan melonjak tajam. Harus sosialisasi dulu agar dipahami masyarakat,” ujarnya.