TNI Tewas Dianiaya Senior

Di depan Pangdam Udayana, Ibu Prada Lucky Larang 2 Anaknya jadi TNI: Nanti Mati Sia-sia, Cukup Lucky

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KASUS KEMATIAN PRADA LUCKY - Momen Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana menemui orang tua Prada Lucky di rumah duka. Reaksi orang tua Prada Lucky Chepril Saputra Namo saat ditanya Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana Mayor Jenderal Piek Budyakto soal cita-cita kedua adik korban

"Cukup Lucky saja. Saya menyesal memasukkan Lucky jadi tentara. Anak tentara saja disiksa apalagi yang bukan anak tentara? Saya sangat menyesal," kata Christian yang sudah lebih dari 30 tahun berdinas di TNI AD dengan pengalaman tempur di sejumlah medan perang.

Namun bagi banyak orang di ruangan itu, respons Sepriana agak mengagetkan. 

Mereka berharap, Lucky yang sudah meninggal bisa diganti oleh adik-adiknya suatu saat kelak. 

Begitulah biasanya bentuk penghargaan TNI AD kepada korban dan keluarga.

Sebagaimana diberitakan Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23), prajurit TNI Angkatan Darat (AD) dari Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere di Nagekeo, NTT tewas diduga mengalami penganiayaan dari seniornya pada Rabu, 6 Agustus 2025.

Motif Penganiayaan

Terungkap motif 20 oknum TNI senior lakukan penganiayaan terhadap Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga berujung meninggal dunia.

Adapun tindakan penganiayaan dilakukan berawal dari kegiatan pembinaan prajurit.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana melansir dari Kompas.com, Senin (11/8/2025).

“Motif, saya sudah sampaikan semuanya atas dasar pembinaan. Jadi pada kesempatan ini saya menyampaikan bahwa kegiatan ini terjadi semuanya pada dasarnya pelaksanaan pembinaan kepada prajurit," kata Wahyu.

Namun, alih-alih menghasilkan prajurit yang berkualitas, proses pembinaan tersebut justru memakan korban jiwa, sementara prajurit lainnya menjadi tersangka.

Aksi Pembinaan yang Berujung Maut Libatkan Sejumlah Prajurit Wahyu menjelaskan pembinaan dilakukan terhadap beberapa personel, termasuk korban, dalam rentang waktu berbeda.

 Proses ini melibatkan sejumlah prajurit, sehingga penyidik memerlukan waktu untuk mengusut peran masing-masing tersangka.

“Tentu kita perlu mendalami beberapa hal yang nanti akan menjadi esensi pemeriksaan terhadap para tersangka. Tapi bisa saya katakan bahwa kegiatan-kegiatan pembinaan prajurit itu yang mendasari suatu hal terjadi pada masalah ini," ujarnya.

Ia menegaskan pimpinan TNI AD tidak pernah mentolerir pembinaan yang menggunakan kekerasan, apalagi sampai mengakibatkan kematian.

Halaman
1234

Berita Terkini