Namun, untuk daerah tertentu dengan perkembangan wilayah yang signifikan, penilaian NJOP dapat dilakukan setiap tahun.
"Kenaikan atau penetapan besaran pajak itu terakhir di tahun 2011. Sampai dengan tahun 2025 ini baru kami naikkan."
"Jadi selama 14 tahun ini tidak pernah dilakukan penyesuaian NJOP," urainya, dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Kamis (7/8/2025).
Menurutnya, jika dihitung dengan betul sesuai aturan, seharusnya kenaikan tarif PBB-P2 bisa lebih dari 1.500 persen.
"Kenaikan PBB itu setelah dicek secara detail ternyata dari Rp 29 miliar di tahun 2024, tahun 2025 menjadi Rp 65 miliar, artinya secara keseluruhan itu tidak mencapai 200 persen. Kenapa ada beberapa objek yang tidak perlu harus naik, karena sebelumnya itu sudah dilakukan penyesuaian."
"Penyesuaiannya dengan cara apa? Ketika ada transaksi jual beli itu sudah dinaikkan NJOP-nya (Nilai Jual Objek Pajak) jadi itu secara otomatis sudah penyesuaian," kata Sudewo di Masjid Agung Baitunnur Pati, Jumat (23/5/2025).
Sudewo menjelaskan, penyesuaian dengan cara tersebut, tidak fair dan terbuka. Ia menilai, kebijakan yang diterapkan pihaknya lebih adil bagi semua wajib pajak.
Netizen Ramai Keluhkan Kebijakan
Berbagai platform media sosial warga Pati ramai-ramai mengeluhkan kebijakan ini.
Mereka yang mengunggah tangkapan layar e-PBB Kabupaten Pati, menunjukkan peningkatan pokok pajak dari tahun 2024 ke tahun 2025.
Bahkan, yang menunjukkan kenaikan yang besarannya lebih dari 250 persen. Misalnya, akun Facebook Hima Mu Albathy mengunggah foto tangkapan layar e-PBB di grup Kumpulan Anak Asli Pati.
Di gambar tersebut, tampak pokok pajaknya pada 2025 meningkat drastis menjadi 230.121, di mana pada tahun 2024 hanya sebesar 34.596.
Ia pun menampik pernyataan tarif PBB di Pati tak pernah mengalami kenaikan selama 14 tahun.
Dalam unggahan yang sama, ditunjukkan pokok pajaknya dari tahun 2021 ke 2022 mengalami peningkatan, dari 25.947 menjadi 34.596.
Di grup Facebook yang sama, akun M Ex Far menunjukkan bukti pembayaran PBB melalui aplikasi dompet digital.