TRIBUNSUMSEL.COM - Buntut kebijakan usat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir rekening bank, tak sedikit warga yang mengeluh.
Adapun PPATK memblokir rekening bank warga yang teridentifikasi sudah lama tidak aktif atau tidak digunakan transaksi selama 3 bulan.
Tujuan PPATK memblokir rekening bank yang tidak aktif (dormant) guna pencegahan agar tidak disalahgunakan.
Warga menilai kebijakan tersebut tidak hanya menyulitkan, tetapi juga dianggap ketinggalan zaman dan menyamaratakan semua nasabah sebagai pihak yang patut dicurigai.
Baca juga: Nyusahin Orang Kecil, Curhat Warga usai Rekening Diblokir PPATK hingga Tak Bisa Ambil Tabungan
Mereka mempertanyakan dasar pemblokiran yang dilakukan secara sepihak, tanpa proses verifikasi atau pemberitahuan, terlebih terhadap rekening yang memang jarang digunakan namun masih dianggap penting.
Salah satu warga yang terdampak adalah Ahmad Lubis (37) juga mengalami hal serupa.
Ia mendapati rekening atas nama anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar ikut diblokir.
Rekening tersebut adalah tempat menyimpan hadiah dari prestasi anaknya.
“(Rekening yang terblokir) isi tabungan rekening anak saya hampir semuanya itu hadiah dari ikut lomba dan prestasi lainnya,” kata Ahmad.
Ia baru menyadari ada masalah setelah gagal menarik uang dari ATM, meski saldo masih terlihat normal.
Setelah mendatangi kantor cabang bank, ia diberitahu bahwa rekening anaknya diblokir oleh PPATK.
“Sekitar tiga minggu lalu mau ambil uang dari rekening anak lewat ATM tapi tidak mau keluar, ada kendala. Tapi cek saldo bisa. Terus, 11 Juli saya ke bank, kata pihak bank diblokir PPATK," ujar Ahmad.
Rekening itu memang jarang dipakai karena disiapkan sebagai tabungan jangka panjang.
“Itu rekening khusus tabungan anak, tabungan Taplus BNI. Atas nama anakku sendiri, masih SD, terakhir bulan April akhir masih saya transfer kalau tidak salah dan masuk ke rekening anakku," kata dia.
Ahmad menilai kebijakan PPATK menyamaratakan semua nasabah dan tidak mampu membedakan mana rekening yang mencurigakan dan mana yang hanya pasif.
Ia menganggap kebijakan tersebut tidak selektif dan cenderung menyasar nasabah yang tidak berkaitan dengan tindak pidana.
“Aslinya PPATK kan mau membrantas kejahatan yang berkaitan dengan dana masuk keluar melalui bank, seperti judol dan pencucian uang. Seharusnya mereka pintar untuk memblokir yang tepat, bukan sembarangan blokir,” ujar Ahmad.
Ia juga menyoroti banyaknya keluhan serupa dari masyarakat di media sosial resmi PPATK.
“Kalau baca keluhan orang-orang yang komen di IG PPATK, sangat miris sekali membacanya, banyak yang salah sasaran. Contohnya ada yang komen ortunya sakit, untuk uang berobat tidak ada karena rekeningnya diblokir PPATK, akhirnya ortunya meninggal kan kasihan sekali,” ucapnya.
Senada dengan Ahmad, Reza Nugraha (25), seorang pekerja lepas asal Depok, juga mempertanyakan logika di balik kebijakan tersebut.
Ia menyebut, kebijakan pemblokiran ini merupakan aturan yang ketinggalan zaman.
“Ini kebijakan yang ketinggalan zamanlah. Kalau alasannya mau cegah rekening bodong, ya jangan semua disikat,” kata Reza.
Menurut Reza, tidak semua orang hidup dengan pola transaksi teratur seperti pegawai kantoran.
Ia berpendapat, banyak yang hanya menggunakan rekening untuk kebutuhan tertentu atau menyimpannya sebagai dana cadangan.
“Jatuhnya kayak negara maksa semua orang hidup dengan pola keuangan orang kantoran. Padahal kenyataannya enggak semua bisa begitu,” ujar Reza.
Reza berharap agar pemerintah, khususnya PPATK, melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk menyaring berdasarkan data yang lebih presisi dan tidak menggunakan pendekatan ‘sapu jagat’.
“Kalau niatnya bagus, ya pelaksanaan juga harus tepat. Jangan malah bikin rakyat tambah susah dan merasa dicurigai terus,” ujar Reza.
Selain itu, Mardiyah (48), pedagang kecil asal Citayam juga terdampak.
Ia kaget saat mengetahui salah satu rekening miliknya telah diblokir saat hendak menggunakannya kembali.
“Saya punya dua rekening, satu buat usaha, satu lagi yang dulu dipakai menerima bantuan. Sekarang katanya diblokir karena enggak aktif tiga bulan. Saya juga kaget, padahal itu rekening masih saya anggap penting,” ujar Mardiyah.
Rekening tersebut sebelumnya digunakan untuk menerima bantuan sosial. Meski tidak aktif digunakan, rekening tersebut tetap disimpan Mardiyah untuk keperluan darurat.
“Kadang orang baru isi tabungan pas lagi dapat rezeki. Bukan berarti mau salah gunain. Harusnya lihat juga kondisi masyarakat bawah, jangan semua disamakan,” ucap Marduyah.
Di tengah tekanan ekonomi, masyarakat kecil seperti Mardiyah merasa tersudut. Ia menilai proses pengaktifan ulang justru menambah beban biaya dan waktu, apalagi bagi warga dengan keterbatasan ekonomi.
Curhat Warga Uang Biaya Operasi
Sementara, beredar di media sosial curahan hati dari seorang warganet dengan akun @/puputtttvnla menjadi korban pemblokiran rekening bank.
Padahal uang tersebut akan digunakan untuk biaya operasi ibunya.
Pemilik akun bernama Puput mengungkapakn uang senilai Rp 28 juta tidak dapat ditarik. Padahal dana tersebut bersifat mendesak untuk biaya pengobatan.
Selain itu, dalam curhatannya, ia meluapkan amarahnya kepada kebijakan yang dianggapnya tidak memikirkan dampak jangka panjang bagi masyarakat kecil.
Baginya, aturan ini terasa sangat meresahkan dan menyusahkan.
"PPATK meresahkan dan menyusahkan rakyat tidak berpikir jangka panjang," tulisnya.
Padahal uang tersebut akan dipakai untuk operasi ibunya.
"Yang bikin resah itu gak bisa diambil duitnya secara cepat dan posisinya nyokap mau operasi ya emang pake bpjs operasinya, tapi ke rs kan gak jalan kaki dan di rs gak mungkin gak makan dan bokap gue udah setres kenapa rekeningnya ga bisa soalnya nominalnya gak sedikit," imbuhnya.
Unggahan ini sontak memicu simpati dan kemarahan dari warganet lain.
Sebelumnya, PPATK melakukan pemblokiran sementara terhadap rekening bank yang tidak aktif (dormant) dalam jangka waktu tiga bulan.
PPATK menjelaskan, kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif atau dormant dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan rekening oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Artinya, warga yang memiliki rekening bank tetapi jarang bertransaksi perlu waspada. Sebab, rekening yang tidak aktif atau dorman selama tiga bulan bisa saja otomatis dibekukan atau diblokir.
Penjelasan PPATK
PPATK menyatakan, pemblokiran terhadap rekening tidak aktif (dormant) dilakukan untuk mencegah tindak kejahatan keuangan, terutama yang berkaitan dengan jual beli rekening, praktik judi online, dan pencucian uang.
Kebijakan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sepanjang tahun 2024, PPATK mencatat telah menemukan lebih dari 28.000 rekening yang terindikasi digunakan untuk aktivitas ilegal, termasuk oleh sindikat judi online.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jeritan Warga Saat Rekeningnya Diblokir PPATK: Dari Tabungan Darurat hingga Rekening Anak