TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA - Ditengah derasnya arus modernisasi, masyarakat Komering di Kabupaten OKU Timur tetap memegang teguh warisan budaya leluhur yang sarat makna Adok, Jajuluk, atau Gelaran.
Tradisi ini bukan sekadar pemberian nama, melainkan simbol identitas, garis keturunan, dan nilai kehormatan yang mengikat antar generasi.
Ketua Lembaga Pembina Adat Kabupaten OKU Timur, H. Leo Budi Rachmadi, SE, menjelaskan secara mendalam peran dan makna dari sistem nama adat yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Komering.
Nama adat atau adok/jajuluk/gelaran adalah nama tua yang diwariskan sebelum seseorang memiliki nama resmi sesuai akta kelahiran.
Nama ini mencerminkan asal-usul keluarga, guguk (zuriat), dan struktur keturunan dari mana seseorang berasal.
"Pengukuhan nama adat biasanya diumumkan secara resmi pada momen penting seperti resepsi pernikahan atau syukuran khitanan, di hadapan keluarga besar, jiran tetangga, dan para tamu undangan," katanya, Minggu (15/06/2025).
Yang menarik, lanjut kata dia, struktur nama adat Komering tidak bersifat bebas.
Ia mengikuti garis keturunan, khususnya dari umbay akas (kakek) atau ombay (nenek), baik dari pihak ayah maupun ibu yang berdarah Komering.
"Sistem ini menunjukkan kuatnya nilai genealogis dan legitimasi darah dalam struktur sosial Komering," tuturnya.
Menurut H Leo Budi Rachmadi, terdapat empat kategori besar pemberian nama adat dalam masyarakat Komering pertama Adok Penyeimbang (Penyimbang Adat atau Gelaran Tegak Ginti)
"Nama ini diberikan kepada cucu laki-laki tertua dari anak laki-laki tertua, yang secara otomatis menjadi Penyimbang Adat keluarga," ucapnya.
Ini merupakan simbol bahwa sang cucu telah "tegak ginti", atau siap menjadi pemimpin keluarga besar. Nama adat ini diwariskan langsung dari kakek (umbay akas), sementara nama adat istrinya diambil dari garis nenek (ombay).
"Dengan pengukuhan ini, si cucu tidak hanya memperoleh nama, tapi juga status sosial sebagai panutan dan penjaga adat keluarga," bebernya.
Lalu yang kedua, Adok Penyansan.
Gelaran ini diberikan kepada anak perempuan atau cucu perempuan, terutama jika ayahnya bukan berasal dari suku Komering. Meski demikian, gelarannya tidak boleh melampaui derajat dari gelar penyeimbang.