Besi yang sudah dibentuk Kemudian dipanaskan kembali, lalu ditempa untuk mendapatkan kekerasan besi yang maksimal serta bentuk parang yang sempurna.
Selanjutnya parang dihaluskan salah satu sisinya dengan menggunakan mesin gerinda untuk menghasilkan mata parang yang tajam.
Parang yang sudah dihaluskan kemudian dipanaskan kembali untuk disepuh agar kualitas terjaga.
"Proses ini adalah penentu kualitas parang. Semakin lama parang ditempa, semakin bagus tingkat kekerasannya," jelas Mamad.
Pria 50 tahun ini juga menunjukkan beberapa bilah parang yang sudah jadi dan siap dipasarkan.
Dalam seminggu, biasanya pandai besi di Desa Mandi Angin bekerja setiap hari.
Namun Mamad sendiri bekerja dua kali dalam seminggu karena ada kesibukan lainnya yakni berdagang.
Dalam sehari, pandai besi biasanya menghasilkan 10 hingga 15 bilah parang atau peralatan tajam lainnya.
Aktivitas sebagai pandai besi telah dijalani Mamad sejak tahun 1990 atau saat usianya masih 16 tahun.
"Pandai besi ini pekerjaan turun-temurun sudah sejak ratusan tahun yang lalu," ujarnya.
Hasil karya para pandai besi di Desa Mandi Angin dijual melalui outlet besi yang berada di pinggir Jalintim Palembang-Kayuagung.
Mamad juga menjual parang buatannya ke pasar-pasar yang ada di Ogan Ilir seperti Tanjung Raja, Kandis, Indralaya, hingga Kayuagung.
Parang dengan berbagai ukuran dijual mulai harga Rp 45 ribu hingga Rp 65 ribu.
"Mandi Angin salah satu tempatnya pandai besi di Ogan Ilir. Selain mencari rezeki, tugas kami ya melestarikan warisan leluhur ini," kata Mamad.
Baca artikel menarik lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel