Di perjalanan waktu klub Sriwijaya FC ini berubah dikelola menjadi PT SOM (Sriwijaya Optimis Mandiri). Kemudian ada regulasi pemerintah tidak boleh terlibat langsung di olahraga sepakbola profesional.
"Itu permasalahannya. Dari ketiga hal itu kalau saya melihatnya sekarang ini memang klub profesional itu bagaimanapun perlu biaya yang besar," ujar Ramel.
Ramel menjelaskan, untuk profesional menangani klub di daerah ini mengalami kesulitan karena mengharapkan dari sponsor-sponsor itu agak sulit.
"Campur tangan gubernur tetap diupayakan agar bisa mengkondisikan bagaimana caranya mencari dana itu. Apakah dari BUMN, atau BUMD yang ada," katanya.
Tapi ke depan Sriwijaya FC diharapkan ini sudah bisa mandiri. Seperti klub-klub Eropa seperti itu. Memang sudah mandiri betul mereka.
Untuk itulah perlu upaya-upaya agar klub ini betul-betul profesional. Dan juga harus dikelola oleh orang-orang profesional.
"Kita berharap untuk saat ini karena SFC ini klub punya kita sama-sama Sumsel dalam hal ni Pak Gubernur, kita masih mengharapkan gubenur itu mengakomodirlah kelemahan di Sriwijaya FC ini tentang pendanaan itu, dikomunikasikan," ujarnya.
Di samping itu harus diupayakan juga dari manajemen klub. Jangan manajemen ini hanya mengharapkan dari gubernur terus. Harus ada terobosan, bagaimana caranya.
Ramel juga mengharapkan yang mengurus klub ini harus orang-orang profesional, jangan lagi diurusi oleh orang yang hanya 25 persen konsennya untuk klub ini.
"Dia ngurusi pekerjaannya tapi ngurusi klub. Harusnya minimal 75 persen ngurusi klub sehingga mencari langkah-langkah. Dan dia digaji klub, totalitas mengurus klub," ujarnya.
"Ini perlu pemikiran yang sangat mendalam bagaimana caranya. Ditunjuklah orang yang profesional, kan banyak yang entertaint. Cuma untuk saat ini masih dibutuhkan intervensi dari pemerintah. Sekian tahun pemain dari Sumsel. Sekian tahun pemainnya profesional. Cuma tidak bisa berjalan," pungkasnya.
(Sripoku.com/ fiz)