Dalam bulan Ramadhan, kita belajar untuk menahan diri dari godaan-godaan tersebut. Kita belajar untuk lebih fokus pada hal-hal yang lebih penting dalam hidup kita, seperti ibadah, kebaikan, dan persaudaraan.
Kita belajar untuk menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidup kita, dan memperbaiki hubungan kita dengan sesama manusia.
Saudara-saudara sekalian, mari kita gunakan kesempatan yang Allah SWT berikan kepada kita di bulan Ramadhan ini untuk memperbaiki diri kita, dan memahami makna kehidupan yang sebenarnya.
Mari kita menjauhi godaan-godaan duniawi yang sifatnya sementara, dan fokus pada hal-hal yang lebih penting dalam hidup kita.
Semoga kita semua dapat meraih berkah dan ampunan di bulan Ramadhan ini, dan menjadi manusia yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi sesama.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
3. Kultum Ramadhan: Keistimewaan Puasa
Dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa puasa memiliki beberapa keistimewaan dibanding ibadah-ibadah pada umumnya. Salah satu hadits yang menjelaskan kelebihan puasa dibanding ibadah lainnya adalah hadits qudsi berikut,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَام، فَإنَّهُ لِي وَأنَا أجْزِي بِهِ
Artinya, "Semua amal perbuatan anak Adam -yakni manusia- itu adalah untuknya, melainkan berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya.”
Secara substansi hadits qudsi tersebut ingin menyampaikan bahwa ibadah puasa memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah SWT. Kata “untuk-Ku” adalah bentuk penyandaran ibadah puasa kepada Allah swt yang menunjukkan betapa puasa merupakan ibadah yang memiliki kedudukan lebih dibanding ibadah lainnya.
Dalam beberapa hal, penyandaran sesuatu kepada Allah swt juga terjadi. Seperti kata Ka’bah yang memiliki nama lain Baitullah (rumah Alllah). Kata bait disandarkan pada kata Allah. Ini menunjukkan bahwa Ka’bah merupakan tempat yang memiliki kedudukan tinggi dibanding tempat-tempat lainnya.
Dari hadits tersebut, ada satu hal yang perlu kita garis bawahi yaitu kalimat “karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya”.
Kalau kita cermati, pasti muncul sebuah pertanyaan besar; bukankah semua ibadah itu akan dibalas oleh Allah swt? Lalu mengapa dalam hadits di atas seolah hanya puasa yang langsung dibalas oleh-Nya? Seolah menegasikan ibadah-ibadah yang lainnya.
Para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan hadits tersebut. Mengapa puasa memiliki keistimewaan di sisi Allah swt dibanding amal ibadah lainnya? Berikut beberapa pendapat di antaranya.