Karena luka itulah yang membuat keluarga korban curiga hingga akhirnya melaporkan kejadian perundungan dan penganiayaan kepada Polsek Cimanggu.
Diberitakan sebelumnya, media sosial dihebohkan dengan video berdurasi 4 menit 15 detik yang mempertontonkan adegan perundungan dan penganiayaan yang dilakukan sekelompok anak SMP terhadap korban.
Dalam video itu terlihat korban dipukul, ditendang, diinjak hingga diseret oleh pelaku berulang kali.
Diketahui korban dan pelaku merupakan siswa SMPN 2 Cimanggu, Cilacap.
Baca juga: Sosok MK Pelaku Bullying Siswa SMP di Cilacap, Ternyata Sering Berpindah-pindah Sekolah
Adapun motif perundungan didasari karena korban mengaku kepada siswa sekolah lain bahwa dirinya merupakan anggota kelompok remaja yang diketuai oleh pelaku MK.
Karena merasa kesal dan tidak terima, pelaku akhirnya menghajar korban.
Saat ini polisi juga telah mengamankan 5 siswa yang terkibat dalam aksi itu, mereka terdiri atas 2 terduga pelaku dan 3 saksi.
Kata Pakar Psikologi Forensik
Kasus bullying yang dilakukan oleh MK seorang siswa pelajar kelas 9 SMPN 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah terhadap adik kelasnya FF disebut Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel bukan perundungan atau bullying dalam kasus tersebut.
Menurut Reza, kata perundungan tidak mewakili keseriusan peristiwa tersebut.
"Kata 'perundungan' itu sepertinya tidak lagi mewakili keseriusan peristiwa. 'Kekerasan fisik' atau 'penganiayaan' lebih representatif," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Rabu (27/9/2023).
"Tapi, secara umum, ancaman pidana bagi anak-anak yang melakukan kekerasan fisik, saya khawatirkan tidak cukup menjerakan pelaku," tambah Reza.
Apalagi, kata Reza, ketika kekerasan tersebut dilakukan sebagai respon terhadap anak lain yang notabene sudah melakukan perundungan lebih dulu.
"Lagi-lagi, disamping litigasi, juga dilakukan restorative justice secara simultan," kata Reza.
Lalu apa nilai tambah restorative justice?