"Kalau memang ada yang tertukar pasti harus ada dua bayi dan kami juga sudah melakukan langkah lebih lanjut dengan memfasilitasi tes darah dan DNA," ujarnya.
Ternyata, sambung Gregg, hasil tes DNA tersebut tidak identik atau negatif.
"Kalau tertukar itu setelah hasil tes DNA ya. Kami memfasilitasi tes DNA dan tes darah. Ternyata, itu bukan anak ibu Siti," imbuhnya.
Rumah sakit kemudian merasa perlu melakukan tes terhadap bayi dengan ibu yang lain atau pasien B.
Setelah dilakukan tes, rumah sakit membacakan di depan ibu yang lain itu.
"Jadi di dalam pertemuan terbuka kami baca dan disampaikan informasi soal itu. Jadi kami tidak tertutup.
Artinya, RS terus melakukan pendekatan preventif supaya diselesaikan secara mediasi. Jadi kami tidak diam sejak dilakukan tes darah dan DNA," ungkapnya
"Kami juga sudah menghubungi pihak atau ibu B untuk melakukan tes DNA juga.Tapi mereka menyatakan belum bersedia," lanjut Gregg.
Saat ditanya sebab pasien B menolak untuk tes, Gregg tidak mengetahui pasti alasannya.
Rumah sakit bahkan juga sudah bersurat sebanyak dua kali kepada ibu atau pasien B tersebut. Namun, kedua surat itu tidak dijawab.
"Minggu yang lalu kami mengundang lagi untuk hadir dan kita minta bersedia tes DNA. Dan belakangan kuasa hukumnya baru menjawab kalau mereka harus melakukan pendekatan supaya ibu B bersedia.
Yang kita mau lakukan tes DNA terhadap ibu B dengan anaknya supaya bisa tes silang dan mendapatkan hasil yang baik," ungkapnya.
Gregg menyadari kasus itu terjadi setelah hasil tes DNA sudah keluar.
Dia bahkan membantu memediasi dengan pihak lain atau pasien B tersebut.
Kini, rumah sakit sedang berupaya mencari titik terang bagaimana bayi itu tertukar dan tertukarnya dengan siapa.