Mengenai koordinasi, Riandra, menjelaskan Ampera sebagai cagar budaya pun mereka tidak tahu sama sekali.
"Suratnya kita tidak ada. Namun kita akan teruskan kepada pimpinan bahwa ada permintaan untuk dihentikan. Tapi secara kontrak kita jalan terus,” ungkapnya.
Dia juga mengatakan bahkan pada tahun 1992 yang lalu pihaknya melakukan perbaikan.
“Kan masalah opsional harus diganti. Kalau tidak diganti jembatan akan tidak terurus. Untuk lift sendiri dibangun didalam, dan tidak merubah bentuk ataupun struktur jembatan. Kita hanya perbaikan saja, kalaupun ada wacana untuk wisata, terus terang kita tidak tahu. Karena dalam kontrak tidak ada sama sekali menyebutkan pembangunan lift untuk wisata,” jelasnya.
Sebelumnya dihadapan anggota DPRD komisi IV, pihaknya juga mengatakan pihak BBPJN sendiri sebelumnya sudah memasukkan surat ke Gubernur.
Mengenai kelayakan lift untuk jembatan Ampera juga sudah disampaikan.
"Kalau kita melihat histori, jembatan Ampera sudah ada lift. Untuk bobot lift terdahulu 1962-1965 bebannya mencapai 2, 5 ton. Sedangkan sekarang bebannya tidak sampai segitu,” ujarnya.
Pihaknya juga memiliki komisi keselamatan terowongan jalan dan jembatan, yang sudah melakukan kajian.
“Kami hitung dak tidak ada perubahan sama sekali. Kami pemeliharaan rutin,” paparnya.
Selain itu, pemasangan lift juga dilakukan dengan alasan untuk mempermudah pemeliharaan jembatan.
“Untuk maintanance, kalau keatas menggunakan tangga agak berat. Tapi kalau menggunakan lift dapat mudah. Selain itu, kita juga banyak memperbaiki kondisi kaca pecah. Dilakukan secara bertahap. Dan mengambil barang yang rusak. Kami sampaikan Ampera terkhusus dicatat kementrian PUPR,” tambahnya.
Khusus di Sumsel ada enam jembatan yang dipantau oleh BBPJN.
Antara lain, Jembatan Ampera, Musi 4, Musi 2, Jembatan Ogan, Jembatan Teluk Baru. Dimana rata-rata umur jembatan sudah diatas 50 tahun.
Sementara itu, ketua komisi IV DPRD Provinsi Sumsel, Holda, meminta agar ada koordinasi antara BBPJN dengan DPRD Provinsi Sumsel dan institusi lainnya termasuk pemerhati sejarah, budayawan serta tim cagar budaya.
Seperti dikemukakan ketua tim cagar budaya Sumsel Syahrizal, dimana pihaknya tidak akan memindahkan seonggok batu bilamana bernilai sejarah.