Dalam putusannya, Mahkamah justru menegaskan aturan tentang pemakai narkoba dalam UU Pilkada.
Mahkamah menyebut bahwa pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, kecuali dalam tiga kondisi.
Pertama, pemakai narkotika yang karena alasan kesehatan yang dibuktikan dengan keterangan dokter yang merawat yang bersangkutan.
Kedua, mantan pemakai narkotika yang karena kesadarannya sendiri melaporkan diri dan telah selesai menjalani proses rehabilitasi.
"Tiga, mantan pemakai narkotika yang terbukti sebagai korban yang berdasarkan penetapan putusan pengadilan diperintahkan untuk menjalani rehabilitasi dan telah dinyatakan selesai menjalani proses rehabilitasi, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi negara yang memiliki otoritas untuk menyatakan seseorang telah selesai menjalani proses rehabilitasi," ujar Palguna.
Untuk diketahui Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada berbunyi,
"Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wakil Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian."
Pasal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam penjelasan yang tercantum di lembaran negara, bahwa yang dimaksud dengan "perbuatan tercela" antara lain judi, mabuk, pemakai/pengedar narkotika, dan berzina, serta perbuatan melanggar kesusilaan lainnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Arif Budiman yang dimintai pendapatnya beberapa hari lalu menerangkan, langkah Ahmad Wazir Noviadi maju dalam Pilkada OI 2020 nanti tak bisa dihalangi.
Meski AW Noviadi pernah tersangkut kasus penyalahgunaan narkoba dan direhabilitasi.
Menurut Arief, masa lalu itu tak kan bisa jadi bahan untuk menjegal putra Wakil Gubernur Sumsel tersebut, saat bertarung di Pilkada.
"Tadi ada yang nanya, lho ini pengguna dan ia sudah direhabilitasi. Dan statusnya sudah bukan terpidana. Jadi boleh maju,," ujar Arief.
Ia mengatakan, ada dua pidana umum yang membuat seseorang tak bisa mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah, saat Pilkada.
Yaitu Bandar Narkoba, dan Kejahatan Seksual terhadap anak.
Jika mantan terpidana tersebut di luar 2 kasus tadi, mereka masih berhak untuk maju. Dengan catatan, harus menjelaskan kepada masyarakat tentang masa lalunya itu.
"Jadi jenis terpidana apapun harus melakukan declared (pengakuan) pada masyarakat. Kecuali (2 kasus) itu," jelasnya.