Adi menerangkan, setelah diketahui adanya kekurangan dalam pembelian BBM di SPBU ini, polisi lalu menghubungi petugas dari badan metrologi untuk mendampingi pemeriksaan di SPBU dengan menggunakan bejana ukur resmi.
Pengelola mengurangi takaran dengan menggunakan alat digital regulator stabilizer yang digerakkan dari jarak jauh lewat remote control oleh pengawas pom bensin swasta itu. Petugas metrologi lalu mengisi BBM ke bejana ukur resmi.
"Pengisian BBM dalam keadaan mesin dispenser dinyalakan dan alat regulator stabilizer dinyalakan maupun dalam keadaan dimatikan. Dari hasil itu ditemukan pengukuran dengan volume yang menggunakan bejana ukur tersebut tidak sesuai jumlahnya sebagaimana mestinya," tutur Adi.
Adi menjelaskan, pemeriksaan jumlah isi volume BBM dilakukan pada 3 unit mesin dispenser BBM dengan 10 nozzle. Namun hanya 7 nozzle saja yang berfungsi, 3 lainnya rusak.
Polisi telah menangkap 3 pengelola dan 2 karyawan di SPBU ini. Akibat penangkapan ini, SPBU berhenti operasi.
Argo Taksi dan SPBU akan Diawasi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memperketat pengawasan terhadap alat pengukur argometer taksi dan takaran bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU).
Alat-alat yang digunakan untuk menghitung tarif di kedua bidang usaha itu rencananya akan diuji setiap setahun sekali.
Kepala Unit Pengelola Metrologi Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) Johan Taruma Jaya mengatakan, pengawasan terhadap argometer taksi dan takaran bahan bakar di SPBU merupakan bagian dari pengawasan terhadap alat ukuran takaran timbangan dan perlengkapannya (UTTP).
Selain di taksi dan SPBU, alat yang dapat digolongkan sebagai UTTP banyak digunakan dalam kegiatan industri dan perdagangan.
"Semua alat UTTP wajib diukur ulang setahun sekali. Tujuannya untuk menghindari kerugian yang mungkin terjadi karena kesalahan pengukuran. Contohnya seperti di taksi dan SPBU," kata Johan.
Menurut Johan, pengawasan terhadap alat UTTP dilatarbelakangi banyaknya alat yang digunakan secara terus-menerus.
Johan menilai pemakaian alat UTTP secara terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan yang berdampak terhadap hasil takaran yang tidak sesuai.
"Apalagi jumlah pom bensin di Jakarta itu kan ada 400 unit dan untuk taksi 28.000 unit. Karena jumlahnya cukup besar, dikhawatirkan tidak selalu dirawat oleh pemilik. Makanya, kita fokuskan pengawasan alat ukurnya," ujar Johan.
Ia mengatakan, alat yang nantinya sudah lolos uji akan dipasangi stiker khusus. Dengan adanya stiker ini, ia menjamin alat pengukur yang digunakan sudah tidak dapat disalahgunakan.
Johan juga menegaskan, pemilik alat UTTP yang tidak berstiker sah dan segelnya rusak bisa dipidana maksimal 1 tahun penjara.
"Dan kalau dipasangi segel, maka argonya tidak bisa dimainkan. Jadi konsumen juga nyaman saat menggunakan alat tersebut," kata Johan. (gle/ote/kps/wly)