Sidang TNI Tembak Mati Polisi Lampung
Kopda Bazarsah Was-was Jelang Putusan, Berharap Vonis Hakim Lebih Ringan
Menjelang vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Militer Palembang, tim penasihat hukum Kopda Bazarsah menyerahkan semuanya kepada Majelis Hakim
Penulis: Rachmad Kurniawan | Editor: Kharisma Tri Saputra
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Menjelang vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Militer Palembang, tim penasihat hukum Kopda Bazarsah menyerahkan semuanya kepada Majelis Hakim Pengadilan Militer I-04 Palembang.
Menurut Kepala Korps Hukum Kodam II Sriwijaya sekaligus ketua tim penasihat hukum Kopda Bazarsah, Kolonel CHK Amir Welong SH mengatakan meski pihaknya berpendapat bahwa pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang didakwakan tidak terbukti, majelis hakim yang dapat memutuskan.
"Nanti lah majelis hakim yang mempertimbangkan bagaimana fakta sebenarnya. Kami yakin majelis hakim pengadilan militer sangat bijak dalam mengambil keputusan. Tentunya kami selaku kuasa hukum menyerahkan semuanya kepada majelis hakim," ujar Amir kepada Tribunsumsel.com, Minggu (10/8/2025).
Amir mengungkap, alasan kenapa pasal 340 KUHP kurang tepat karena pada saat peristiwa tersebut terdakwa Bazarsah melakukan penembakan secara spontanitas, meskipun senjata api tersebut memang selalu dibawa ketika berada di arena judi.

"Kalau dia berencana berarti ada unsur perencanaan. Di persidangan juga diketahui, pada saat kejadian, terdakwa bereaksi setelah tahu ada ancaman. Sebelumnya hubungan dengan Polsek dengan Posramil juga baik-baik saja tidak ada masalah," katanya.
Ia menambahkan, kondisi Kopda Bazarsah saat ini sudah was-was menjelang putusan vonis majelis hakim pada Senin 11 Agustus 2025 mendatang.
Mengingat sebelumnya oditur militer menuntut Bazarsah dengan pidana mati dan dipecat dari TNI, serta hal yang meringankan nihil.
"Sudah was-was, wajarlah itu manusiawi apalagi tuntutan hukumannya pidana mati apalagi dipecat dari TNI. Sama terdakwa Peltu Lubis juga, ya itu wajar," katanya.
Tim penasihat hukum juga memberikan semangat kepada terdakwa agar mengurangi was-was yang dirasakan.
"Kami kasih semangat ya, kami sampaikan ke terdakwa ini masih belum berakhir semuanya kita serahkan sama yang maha kuasa dan majelis hakim. Kita masih ada upaya hukum lain," tandasnya.
Pasal Pembunuhan Berencana
Jelang putusan vonis Pengadilan Militer I-04 Palembang terhadap kasus penembakan tiga anggota Polsek Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung, yang akan digelar pada Senin (11/8/2025), pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Palembang, Dr. Hasanal Mulkan, menilai hukuman mati atau seumur hidup layak diberikan kepada pelaku.
Mulkan mengatakan, pendapatnya ini merujuk pada fakta persidangan dan pasal yang dikenakan kepada pelaku, yaitu Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Pengenaan Pasal 340 KUHP tersebut, terdapat unsur perencanaan sebelumnya dan niat jahat untuk menghilangkan nyawa orang lain. Bukti yang ada menunjukkan Kopda Bazarsah telah menyiapkan senjata api sebelum kejadian dan melakukan penembakan dengan sengaja terhadap tiga anggota Polri.
Selain itu, pelaku juga dikenakan pasal kepemilikan senjata api ilegal (Pasal 1 ayat 1 UU Darurat No.12/1951) karena memiliki, menyimpan, atau menguasai senjata api tanpa izin yang sah. Hal ini dibuktikan bahwa senjata yang digunakan Bazarsah bukan senjata organik TNI dan tidak memiliki izin resmi.
Kemudian, ia juga dikenakan masalah perjudian (Pasal 303 KUHP), yang memenuhi unsur sebagai penyelenggara atau terlibat dalam perjudian. Hal ini dibuktikan bahwa Bazarsah mengelola arena sabung ayam yang digerebek oleh polisi.
Ia memprediksi hukuman pidana pokok berdasarkan Pasal 340 KUHP, ancaman hukuman untuk pembunuhan berencana adalah pidana mati atau penjara seumur hidup.
Mengingat perbuatan terdakwa yang mengakibatkan hilangnya nyawa tiga orang dan dilakukan dengan sengaja, tuntutan hukuman mati merupakan langkah yang sesuai. Selain itu, terdapat hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer sesuai dengan Pasal 87 ayat (1) huruf b UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pasal tersebut menyatakan bahwa anggota TNI dapat dipecat apabila melakukan tindak pidana yang merugikan negara atau mencemarkan nama baik TNI.
"Berdasarkan fakta dan bukti yang ada, serta ketentuan hukum yang berlaku, tuntutan hukuman mati terhadap Kopda Bazarsah merupakan langkah yang tepat dan sejalan dengan rasa keadilan masyarakat. Diharapkan majelis hakim dapat mempertimbangkan semua aspek hukum dan sosial dalam menjatuhkan putusan yang adil dan tegas," kata Mulkan, Kamis (7/8/2025).
Meskipun demikian, ada langkah-langkah hukum yang dapat dilakukan oleh terpidana setelah adanya putusan. Upaya hukum yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
Pertama, upaya hukum biasa berupa banding yang diajukan ke pengadilan militer tinggi. Banding dapat dilakukan oleh terpidana ataupun oleh oditur militer, apabila merasa putusan pengadilan tingkat tidak adil atau terdapat kesalahan penerapan hukum.
Kedua, upaya hukum biasa berupa kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung. Kasasi dilakukan apabila terdapat kesalahan dalam penerapan hukum dalam putusan banding. "Mahkamah Agung hanya memeriksa penerapan hukum, bukan fakta kasus," jelasnya.
Selain upaya hukum biasa, terdapat pula upaya hukum luar biasa, yaitu peninjauan kembali (PK) yang dapat diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). "PK hanya dapat diajukan apabila terdapat bukti baru (novum) yang dapat mengubah putusan, adanya kekhilafan hakim, atau adanya pertentangan putusan," tandasnya.
Dijelaskan Hasanal Mulkan, hukuman atau pidana mati adalah penjatuhan pidana dengan mencabut hak hidup seseorang yang telah melakukan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang yang diancam dengan hukuman mati. Hukuman mati berarti telah menghilangkan nyawa seseorang, padahal setiap manusia memiliki hak untuk hidup.
Adapun pidana mati sebagaimana diatur dalam KUHP dituangkan dalam beberapa jenis tindak pidana, antara lain Pasal 104 KUHP, Pasal 111 ayat 2 KUHP, Pasal 124 ayat 3 KUHP, Pasal 140 ayat 4 KUHP, Pasal 340 KUHP, dan Pasal 365 ayat 4 KUHP.
Adapun pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati.
"Mengenai siapa yang melaksanakan hukuman mati? Eksekusi pidana mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (Brimob) yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah di wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati," tandasnya.
Sedangkan hukuman seumur hidup, berarti terpidana akan menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara.
"Hal ini berdasarkan Pasal 12 ayat (1) KUHP, pidana penjara dapat berupa hukuman seumur hidup atau hukuman dengan jangka waktu tertentu," pungkasnya.
Pidana Mati
Ahli hukum pidana dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Dr. Ruben Achmad, S.H., M.H., mengungkapkan peluang vonis hukuman mati dari Pengadilan Militer I-04 Palembang yang akan menggelar sidang putusan kasus penembakan tiga anggota Polsek Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung, pada Senin (11/8/2025).
Pada sidang tuntutan, terdakwa pelaku utama Kopda Bazarsah dituntut hukuman mati, sedangkan Peltu Yun Heru Lubis enam tahun penjara.
Menyikapi hal tersebut, Ruben mengatakan secara teoritis, penjatuhan sanksi pidana memiliki beberapa syarat.
"Mulai dari, pelaku telah terbukti dalam proses peradilan unsur tindak pidana yang didakwakan. Dalam kasus ini, unsur tindak pidana yang didakwakan adalah Pasal 340 KUHP, yakni pembunuhan berencana, yang sanksi pidananya hukuman mati," ujar Ruben, Kamis (7/8/2025).
Menurutnya, unsur pertanggungjawaban pidana juga terbukti dalam persidangan, yakni pelaku bersalah karena melakukan perbuatan itu "dengan sengaja" dan tidak ada alasan pemaaf.
Kemudian, tujuan pemidanaan, dalam arti penjatuhan sanksi pidana mati ini, diharapkan mampu menjadi alat pencegah agar tidak terulang kembali.
"Setelah ketiga hal tersebut di atas terpenuhi, maka hakim sebelum menjatuhkan palunya atau menjatuhkan hukuman mati kepada pelaku," terangnya.
Ruben mengungkapkan, hakim pastinya wajib mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Dari fakta persidangan, hakim berpendapat ada beberapa hal yang memberatkan terdakwa, dan tidak ada satu pun hal yang meringankan.
"Atas dasar tersebut, hakim dapat menjatuhkan pidana maksimal, yaitu pidana mati. Pasal 340 KUHP, menurut pendapat saya, pidana mati ini telah memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan," katanya.
Langkah hukum lanjutan bagi terpidana setelah putusan adalah melakukan upaya hukum banding ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi.
"Hukuman mati adalah sanksi pidana pokok yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Pelaksanaannya menurut ketentuan dengan cara ditembak oleh regu tembak (pasukan Brimob) yang dihadiri oleh jaksa penuntut umum dan rohaniwan. Tempat pelaksanaannya tidak di muka umum," ujarnya.
Dijelaskan Ruben, eksekusi hukuman mati baru dilaksanakan bila putusannya sudah inkracht atau memiliki kekuatan hukum yang tetap.
"Artinya, tidak ada upaya hukum lagi yang bisa diajukan oleh terpidana," paparnya.
Sedangkan untuk hukuman seumur hidup, merupakan sanksi pidana yang dijalankan oleh terpidana di lembaga pemasyarakatan sampai akhir hidupnya.
Pomdam Kerahkan Kekuatan Maksimal Amankan Sidang Vonis Bazarsah Besok |
![]() |
---|
Begini Suasana Doa Bersama dan Takziah di Rumah AKP Lusiyanto Jelang Vonis Bazarsah |
![]() |
---|
'Kami Yakin Ada Keadilan' Keluarga Polisi Tewas Ditembak Gelar Doa Bersama, Vonis Kopda Bazarsah |
![]() |
---|
Jelang Vonis Kopda Bazarsah, Keluarga Polisi Way Kanan yang Tewas Ditembak Bakal Gelar Doa Bersama |
![]() |
---|
Ahli Hukum Pidana Unsri Ungkap Peluang Kopda Bazarsah Divonis Hukuman Mati, Kasus Penembakan Polisi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.