Sidang TNI Tembak Mati Polisi Lampung

Kopda Bazarsah Was-was Jelang Putusan, Berharap Vonis Hakim Lebih Ringan

Menjelang vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Militer Palembang, tim penasihat hukum Kopda Bazarsah menyerahkan semuanya kepada Majelis Hakim

Tribunsumsel.com/Rachmad Kurniawan
PENASIHAT HUKUM -- Kepala Korps Hukum Kodam II Sriwijaya, Kolonel CHK Amir Welong SH mengungkap kondisi terdakwa Kopda Bazarsah was-was jelang vonis majelis hakim militer yang akan membacakan putusan kasus penembakan polisi Way Kanan, Minggu (10/8/2025). Tim penasihat hukum tetap menyerahkan pada semuanya putusan majelis hakim militer, besok. (Rachmad Kurniawan Putra) 

Ahli hukum pidana dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Dr. Ruben Achmad, S.H., M.H., mengungkapkan peluang vonis hukuman mati dari Pengadilan Militer I-04 Palembang yang akan menggelar sidang putusan kasus penembakan tiga anggota Polsek Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung, pada Senin (11/8/2025).

Pada sidang tuntutan, terdakwa pelaku utama Kopda Bazarsah dituntut hukuman mati, sedangkan Peltu Yun Heru Lubis enam tahun penjara.

Menyikapi hal tersebut, Ruben mengatakan secara teoritis, penjatuhan sanksi pidana memiliki beberapa syarat.

"Mulai dari, pelaku telah terbukti dalam proses peradilan unsur tindak pidana yang didakwakan. Dalam kasus ini, unsur tindak pidana yang didakwakan adalah Pasal 340 KUHP, yakni pembunuhan berencana, yang sanksi pidananya hukuman mati," ujar Ruben, Kamis (7/8/2025).

Menurutnya, unsur pertanggungjawaban pidana juga terbukti dalam persidangan, yakni pelaku bersalah karena melakukan perbuatan itu "dengan sengaja" dan tidak ada alasan pemaaf.

Kemudian, tujuan pemidanaan, dalam arti penjatuhan sanksi pidana mati ini, diharapkan mampu menjadi alat pencegah agar tidak terulang kembali.

"Setelah ketiga hal tersebut di atas terpenuhi, maka hakim sebelum menjatuhkan palunya atau menjatuhkan hukuman mati kepada pelaku," terangnya.

Ruben mengungkapkan, hakim pastinya wajib mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Dari fakta persidangan, hakim berpendapat ada beberapa hal yang memberatkan terdakwa, dan tidak ada satu pun hal yang meringankan.

"Atas dasar tersebut, hakim dapat menjatuhkan pidana maksimal, yaitu pidana mati. Pasal 340 KUHP, menurut pendapat saya, pidana mati ini telah memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan," katanya.

Langkah hukum lanjutan bagi terpidana setelah putusan adalah melakukan upaya hukum banding ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi.

"Hukuman mati adalah sanksi pidana pokok yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Pelaksanaannya menurut ketentuan dengan cara ditembak oleh regu tembak (pasukan Brimob) yang dihadiri oleh jaksa penuntut umum dan rohaniwan. Tempat pelaksanaannya tidak di muka umum," ujarnya.

Dijelaskan Ruben, eksekusi hukuman mati baru dilaksanakan bila putusannya sudah inkracht atau memiliki kekuatan hukum yang tetap.

"Artinya, tidak ada upaya hukum lagi yang bisa diajukan oleh terpidana," paparnya.

Sedangkan untuk hukuman seumur hidup, merupakan sanksi pidana yang dijalankan oleh terpidana di lembaga pemasyarakatan sampai akhir hidupnya.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved