Berita Viral

Kisah Iptu Andi Sri Ulva Peraih Hoegeng Award 2025, Menyesal Dulu Sempat Jadi Polisi Tak Jujur

Iptu Andi Sri Ulva Baso, Polwan di Sulawesi Selatan mengurai kisah kelamnya pernah melakukan pungutan liar, kini mendapat penghargaan "Anti Korupsi"

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Moch Krisna
TANGKAPAN LAYAR VIDEO YOUTUBE.COM/DIVISI HUMAS POLRI
POLWAN TERIMA PENGHARGAAN - Paur Fasmat SBST Subdit Regident Ditlantas Polda Sulsel, Iptu Andi Sri Ulva Baso yang meraih penghargaan Hoegeng Awards 2025 dan diserahkan di Auditorium Mutiara STIK-PTIK Polri, Jakarta Selatan, Rabu (16/7/2025). Dia meraih penghargaan itu setelah membuat Meja Tanpa Laci sebagi upaya memerangi suap di lingkungan Polri. 

"Bayangkan saja, beberapa hal yang masuk dalam kategori korupsi sudah pernah saya lakukan! Saya menerima 'amplop' dari masyarakat yang mendapat pelayanan dari unit kerja saya. Tidak saja menerima, tapi saya berbagi uang haram itu dengan kolega saya yang lain,
 
untuk membuang jauh rasa bersalah itu. Penuh peluh, saya menelpon ibu saya di Makassar. 'Bu, tolong kumpulkan motor, mobil dan beberapa perhiasan. Tolong semua dijual dan nanti uangnya untuk disumbangkan ke rumah yatim,' kata saya yang disambut dengan berondongan pertanyaan dari ibu. 'Sudah bu, nanti saya jelaskan..jual semua ya besok'," ungkap Ulva.

Dia sangat merasa bersalah, hidupnya tak tenang setelah merenung jika sebagian harta benda dimiliknya dibeli menggunakan "uang haram".
 
Ia selalu dihantui perasaan bersalah, dari situlah Ulva merasa harus berubah.

"Saya harus menjadi Ulva yang baru, polisi yang jujur, polisi yang benar-benar mengayomi masyarakat. Kalau ada yang harus berubah, itu adalah diri saya sendiri," ujarnya.

Sepulang dari ToT, dia pun membuat Meja Tanpa Laci, sebuah inovasi untuk mencegah pungutan liar atau sogokan dalam pelayanan di kantor polisi.

Awalnya, inovasi itu membuatnya dicap "sok suci".

Namun, niatnya untuk melakukan reformasi di kecil-kecilan di tubuh Polri tak goyah.

Ia mengenang sempat dilarang jadi polisi oleh ayahnya.

Pasalnya, sang ayah menyebut menjadi anggota dari polisi besar kemungkinan untuk korupsi.

"Polisi macam apa saya ini?” saya bertanya pada diri saya sendiri. Bayangan almarhum ayah saya berkelebat, 'Ulva, kalau memang mau jadi polisi, jadilah polisi yang baik, yang benar-benar membela masyarakat.'  Ingatan saya kembali ke beberapa waktu silam, saat saya ngotot ingin menjadi polisi sementara ayah saya melarang. Ayah waktu itu beralasan, polisi itu banyak sekali peluangnya untuk korupsi," katanya.

Perjalanan Sri Ulva Baso hingga bisa menjadi agen dalam pemberantasan korupsi di lingkungan Polri ditulis di laman resmi SPAK spakindonesia.org.

ToT SPAK di Sorong rupanya menjadi titik balik dalam hidupnya.

Sepulang dari ToT, dia pun membuat Meja Tanpa Laci, sebuah inovasi untuk mencegah pungutan liar atau sogokan dalam pelayanan di kantor polisi.

Awalnya, inovasi itu membuatnya dicap "sok suci".

Namun, niatnya untuk melakukan reformasi di kecil-kecilan di tubuh Polri tak goyah.

"Saya menceritakan kembali apa yang saya dapat dari pelatihan tiga hari itu dan saya mohon izin kepada atasan saya untuk berbagi mengenai ilmu baru ini kepada teman-teman di Polsek Panakkukang. Saya ajak teman-teman saya main games yang memang dibagikan kepada peserta ToT.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved