Berita Viral

Penjelasan Dokter Forensik soal Hasil Autopsi Juliana, Tak Bertahan Lebih dari 20 Menit usai Jatuh

Dokter Forensik RSUD Bali Mandara mengungkap hasil autopsi jenazah Juliana Marins, wisatawan asal Brasil jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani.

|
Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
Youtube Kompas TV/IG/ajulianamarins
HASIL AUTOPSI JULIANA-(KANAN) dr. Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F, dokter forensik RSUD Bali Mandara mengungkap hasil autopsi jenazah Juliana Marins, wisatawan asal Brasil yang jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani. 

“Medan tempat korban jatuh adalah tebing terjal dengan kedalaman lebih dari 600 meter. Lokasinya benar-benar sulit dijangkau dan tidak memungkinkan dilakukan evakuasi biasa,” ujar Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii dalam konferensi pers, Selasa (24/6/2025).

Tim SAR memerlukan waktu 8 jam hanya untuk mencapai titik awal pencarian dari Pos Sembalun.

Perjalanan menempuh tebing berbatu, semak belukar, dan jalur licin akibat hujan yang mengguyur kawasan pegunungan selama dua hari berturut-turut.

Drone Thermal Gagal, Pencarian Terhambat Cuaca

Pada hari pertama dan kedua, tim Basarnas mengerahkan drone thermal untuk mendeteksi panas tubuh korban. Namun, drone gagal mendeteksi keberadaan Juliana akibat kabut tebal dan hujan deras.

“Pada awalnya, drone tidak bisa melihat apa pun. Jarak pandang kami hanya sekitar 5 meter. Ini sangat menyulitkan observasi,” jelas Syafii.

Baru pada Senin (23/6/2025), drone berhasil menangkap gambar tubuh Juliana dalam posisi tak bergerak.

Titik jatuh korban diperkirakan berada pada kedalaman 600 meter dari bibir jurang.

Tali Vertikal Terbatas, Tambatan Tak Aman

Salah satu kendala utama adalah peralatan vertical rescue.

Tali yang tersedia di awal pencarian hanya sepanjang 250 meter. Tim SAR harus menyambung tali secara bertahap dan memasang tambatan pengaman pada tebing yang hampir tidak memiliki titik penahan yang kokoh.

“Panjang tali itu tidak cukup. Kami harus sambung-sambung, dan lokasi tambatan tali pun sangat terbatas dan berisiko,” ungkap Syafii.

Pasokan oksigen tipis di ketinggian Rinjani juga menjadi masalah serius. Tim hanya bisa bekerja dalam waktu terbatas untuk mencegah kelelahan atau sesak napas

(*)

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved