Berita Viral

Penjelasan Dokter Forensik soal Hasil Autopsi Juliana, Tak Bertahan Lebih dari 20 Menit usai Jatuh

Dokter Forensik RSUD Bali Mandara mengungkap hasil autopsi jenazah Juliana Marins, wisatawan asal Brasil jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani.

|
Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
Youtube Kompas TV/IG/ajulianamarins
HASIL AUTOPSI JULIANA-(KANAN) dr. Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F, dokter forensik RSUD Bali Mandara mengungkap hasil autopsi jenazah Juliana Marins, wisatawan asal Brasil yang jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Dokter Forensik RSUD Bali Mandara mengungkap hasil autopsi jenazah Juliana Marins, wisatawan asal Brasil yang jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani.

Hasilnya, ditemukan adanya luka-luka pada seluruh tubuh Juliana Marins terutama adalah luka lecet geser dan pada tulang yang menandakan bahwa korban tergeser dengan benda-benda tumpul. 

Hal itu diungkap oleh dr. Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F, dokter forensik RSUD Bali Mandara yang menangani jenazah korban, Sabtu, (27/6/2025).

Baca juga: 4 Sosok Tim Evakuasi yang Tidur di Jurang Gunung Rinjani Temani Jasad Juliana Pendaki Brasil

PENGAKUAN TOUR GUIDE : Juliana Maris pendaki asal Brasil jatuh ke jurang di Gunung Rinjani ditemukan sudah meninggal dunia.
PENGAKUAN TOUR GUIDE : Juliana Maris pendaki asal Brasil jatuh ke jurang di Gunung Rinjani ditemukan sudah meninggal dunia. (Instagram/Kolase)

Kemudian dari patah-patah tulang inilah terjadi kerusakan pada organ-organ dalam serta pendarahan.

"Kita juga menemukan adanya patah-patah tulang. Terutama di daerah dada, bagian belakang, juga tulang punggung dan paha," kata, dr. Alit, dilansir dari tayangan KompasTV.

Tim dokter forensik mengatakan kondisi itu membuat Juliana diyakini tidak bisa bertahan lebih dari 20 menit setelah terjatuh.
 
“Kami tidak menemukan bukti-bukti atau tanda-tanda bahwa korban itu meninggal dalam jangka waktu yang lama dari luka-luka,” imbuhnya. 

"Perkiraan 20 menit," kata Alit

Pendarahan paling parah dan banyak terjadi di dada dan perut.

Tidak ada organ seplin yang mengkerut atau menunjukkan bahwa perdarahan lambat.

Sehingga dapat disampaikan bahwa kematian yang terjadi pada korban itu dalam jangka waktu yang sangat singkat dari luka terjadi.

“Jadi karena dimasukkan dalam freezer kalau yang kita temukan di sini kematiannya terjadi antara 12 sampai 24 jam, itu berdasarkan dari tanda-tanda lebam mayat dan juga kaku mayatnya,” tandasnya. 

Disinggung dugaan meninggal dunia karena hipotermia, dr. Alit menyebut tak dapat memeriksa dugaan tersebut sebab jenazah sudah dalam kondisi lama sehingga tak dapat memeriksa cairan pada bola mata jenazah.

Namun jika dilihat dari luka-luka yang ada dan pendarahan yang banyak, dugaan hipotermia bisa disingkirkan. 

"Jadi penyebabnya adalah karena kekerasan benda tumpul, jadi untuk sementara adalah kekerasan tumpul yang menyebabkan patah tulang dan kerusakan organ dalam serta pendarahan. Mengapa saya katakan sementara karena standar daripada autopsi itu harus ada pemeriksaan juga pemeriksaan toksikologi,” sambungnya. 

Baca juga: Keluarga Juliana Pendaki asal Brasil Tunggu Autopsi, Ingin Tahu Penyebab Pasti Kematian Sang Putri

dr. Alit menampik jika penyebab kematian Juliana karena kekurangan asupan makanan selama di terjatuh.

Ia kembali menegaskan bahwa Juliana meninggal dunia karena mengalami kekerasan akibat benda tumpul.

"Kita juga lihat banyak pendarahan yang cukup besar didalamnya, dan tidak ada tubuh yang terfagemntasi," bebernya.

dr. Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F selaku dokter forensik RSUD Bali Mandara yang menangani jenazah korban mengatakan tak ada permintaan autopsi tambahan.

Dan jenazah hingga kini masih di Ruang Jenazah Forensik RSUP Prof Ngoerah. 

“Jadi kembali ke penyidik karena ini barang bukti penyidik. Kalau penyidik sudah menyerahkan, tidak diperlukan lagi jadi diserahkan ke keluarga,” jelas, dr. Alit.

Lebih lanjutnya, dr. Alit mengatakan kemungkinan jenazah Juliana akan dikembalikan ke negaranya. 

“Sepengetahuan saya karena di luar saya, ini akan dikirim ke negaranya. (Kapan dikirimnya) Saya tidak tahu mungkin menunggu jadwal juga,” imbuhnya.

Hasil autopsi pun juga sudah diserahkan pihak rumah sakit ke penyidik dan sudah diserahkan juga ke keluarganya tadi pagi. 

“Jenazah masih kita preservasi untuk mempertahankan bahwa jenazah dalam keadaan awet ke negaranya. Belum ada Informasi (kapan pemulangannya) terakhir masih mencari jadwal penerbangan,” tutupnya. 

Sebelumnya, Tim SAR mengatakan pendaki Brasil yang jatuh dari tebing Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6/2025) dipastikan dalam kondisi meninggal dunia saat menjangkau perempuan tersebut pada Selasa (24/6/2025) malam.

Merujuk keterangan resmi Basarnas, pada Selasa pukul 18.00 Wita, salah satu anggota tim SAR berhasil menjangkau korban pada kedalaman 600 meter.

Namun, saat dilakukan pemeriksaan terhadap korban tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan.

Alasan Evakuasi Lama

Proses evakuasi Juliana membutuhkan waktu lima hari penuh proses evakuasi terhadap pendaki asal Brasil, Juliana Marins (27), yang terjatuh ke dalam jurang sedalam 600 meter di kawasan Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Juliana terjatuh di jurang curam kawasan Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Rinjani. Lokasinya berada di ketinggian 9.000 kaki atau sekitar 2.743 meter di atas permukaan laut.

“Medan tempat korban jatuh adalah tebing terjal dengan kedalaman lebih dari 600 meter. Lokasinya benar-benar sulit dijangkau dan tidak memungkinkan dilakukan evakuasi biasa,” ujar Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii dalam konferensi pers, Selasa (24/6/2025).

Tim SAR memerlukan waktu 8 jam hanya untuk mencapai titik awal pencarian dari Pos Sembalun.

Perjalanan menempuh tebing berbatu, semak belukar, dan jalur licin akibat hujan yang mengguyur kawasan pegunungan selama dua hari berturut-turut.

Drone Thermal Gagal, Pencarian Terhambat Cuaca

Pada hari pertama dan kedua, tim Basarnas mengerahkan drone thermal untuk mendeteksi panas tubuh korban. Namun, drone gagal mendeteksi keberadaan Juliana akibat kabut tebal dan hujan deras.

“Pada awalnya, drone tidak bisa melihat apa pun. Jarak pandang kami hanya sekitar 5 meter. Ini sangat menyulitkan observasi,” jelas Syafii.

Baru pada Senin (23/6/2025), drone berhasil menangkap gambar tubuh Juliana dalam posisi tak bergerak.

Titik jatuh korban diperkirakan berada pada kedalaman 600 meter dari bibir jurang.

Tali Vertikal Terbatas, Tambatan Tak Aman

Salah satu kendala utama adalah peralatan vertical rescue.

Tali yang tersedia di awal pencarian hanya sepanjang 250 meter. Tim SAR harus menyambung tali secara bertahap dan memasang tambatan pengaman pada tebing yang hampir tidak memiliki titik penahan yang kokoh.

“Panjang tali itu tidak cukup. Kami harus sambung-sambung, dan lokasi tambatan tali pun sangat terbatas dan berisiko,” ungkap Syafii.

Pasokan oksigen tipis di ketinggian Rinjani juga menjadi masalah serius. Tim hanya bisa bekerja dalam waktu terbatas untuk mencegah kelelahan atau sesak napas

(*)

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved