Seputar Islam

Daftar Mahram yang Haram Dinikahi dalam Islam, Kemenag : Berkaitan Prinsip Moral, Agama dan Hukum

Larangan ini bukan sekadar persoalan fikih, melainkan bentuk perlindungan terhadap potensi penyimpangan sosial dan psikologis.

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
tribunsumsel/lisma
PERNIKAHAN SEMAHRAM -- Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, terkait pernikahan sedarah atau semahran, bertentangan dengan Prinsip Moral, Agama dan Hukum. 

TRIBUNSUMSEL.COM --Islam secara tegas mengharamkan hubungan seksual maupun pernikahan dengan mahram.

Mahram adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan keluarga, sesusuan, atau perkawinan.

Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, dikutip dari laman kemenag.go.id, Kamis (22/5/2025) mengatakan  terdapat tiga jenis hubungan yang menjadikan seseorang haram dinikahi, yaitu karena nasab (hubungan darah), semenda (hubungan karena pernikahan), dan radha’ah (hubungan karena persusuan).

Ketiganya dijelaskan dalam Al-Qur’andan diperkuat oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 39.

“Misalnya, ibu, anak perempuan, saudari kandung, bibi, dan keponakan adalah mahram karena nasab. Demikian pula mertua dan anak tiri karena semenda, serta saudari sesusuan karena radha’ah. Semua itu adalah batas yang ditetapkan untuk menjaga kehormatan dan struktur keluarga,” jelasnya saat jumpa pers Senin 19 Mei 2025 lalu terkait viral adanya grup di media sosial yang mengumbar hubungan sedarah.

Mahram adalah perempuan yang haram untuk dinikahi dengan beberapa sebab.

Keharaman dikategorikan menjadi dua macam, pertama hurmah mu’abbadah (haram selamanya) dan kedua hurmah mu’aqqatah (haram dalam waktu tertentu).   

Hurmah mu’abbadah terjadi dengan beberapa sebab yakni, kekerabatan, karena hubungan permantuan (mushaharah) dan susuan.

Perempuan yang haram dinikahi karena di sebabkan hubungan kekerabatan ada 7 (tujuh), ibu, anak permpuan, saudara perempuan, anak perempuannya saudara laki-laki (keponakan), anak perempuannya saudara perempuan (keponakan), bibi dari ayah, dan yang terahir bibi dari ibu.

Dalam Al-Qur'an disebutkan:  

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ

Artinya:

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan seper susuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua permpuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 23)

Ketentuan ini berlaku bagi laki-laki. Dan bagi perempuan berlaku sebaliknya, yaitu haram bagi mereka menikahi ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki dan seterusnya.

Selanjutnya, perempuan yang haram dinikahi karena disebabkan hubungan permantuan ada 4 (empat) yaitu:

istri ayah, istri anak laki-laki, ibunya istri (mertua) dan anak perempuannya istri (anak tiri).  

Kemudian yang haram dinikahi sebab persusuan ada 7 (tujuh) yaitu:

Ibu yang menyusui, saudara perempuan susuan, anak perempuan saudara laki-laki susuan, anak perempuan saudara perempuan susuan, bibi susuan (saudarah susuan ayah), saudara susuan ibu dan anak perempuan susuan (yang menyusu pada istri).  

Apabila pernikahan dengan perempuan yang menjadi mahram tetap dilakukan maka pernikahannya menjadi batal. Bahkan apabila tetap dilanggar dan dilanjutkan akan bisa mengakibatkan beberapa kemungkinan yang lebih berat.           

Dampak Teologi Etis dan Sosial

Larangan menikahi perempuan mahram banyak hikmahnya. 

Larangan ini bukan sekadar persoalan fikih, melainkan bentuk perlindungan terhadap potensi penyimpangan sosial dan psikologis.

Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat mengingatkan, jika hubungan seksual antar-mahram terjadi dalam kenyataan, terlebih jika melibatkan unsur paksaan atau anak di bawah umur, maka pelaku dapat dikenai sanksi pidana.

Negara tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran ini, meskipun dibungkus atas nama cinta, adat, atau kebebasan berekspresi.

“Apa pun bentuknya, entah itu pernikahan, hubungan seksual, maupun eksplorasi fantasi terhadap mahram, semuanya bertentangan dengan prinsip moral, agama, dan hukum. Kita tidak bisa membiarkan ini berkembang tanpa arah,” tegas Arsad.

Peran Edukasi Keagamaan

Sebagai langkah preventif, Kemenag mendorong peningkatan edukasi keagamaan secara komprehensif di lingkungan keluarga, sekolah, hingga ruang digital. Arsad menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam mengenai siapa saja yang termasuk mahram agar masyarakat dapat menjaga nilai dan kehormatan keluarga.

“Islam bukan hanya mengatur halal dan haram, tapi juga mengarahkan umatnya agar hidup sesuai fitrah, menjaga martabat, dan membangun peradaban yang sehat. Keluarga adalah titik awalnya,” tuturnya.

Di tengah gempuran konten digital yang mengaburkan batas moral, Kemenag mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dan kritis dalam menyaring informasi.

“Pemahaman yang utuh tentang relasi mahram bukan hanya menjaga kesucian keluarga, tapi juga pondasi bagi generasi masa depan yang kuat dan beradab,” tegas Arsad. (lis/berbagai sumber)

Baca juga: Hukum Haram Pernikahan Sedarah atau Semahram dalam Islam Lengkap Dalilnya QS Surah An Nisa ayat 23

Baca juga: Arti Allahumma Hadza Min Ka Walaka, Doa Menyembelih Kurban untuk Diri Sendiri atau oleh Orang Lain

Baca juga: Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban dan Bacaan Doanya, Bismillahi Allahu Akbar Minka Wa Ilaika 

Baca juga: 5 Rukun Khutbah Jumat yang Wajib Dipenuhi Agar Khutbah Sah, Memuji Allah hingga Mendoakan Muslimin

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved