Seputar Islam

5 Rukun Khutbah Jumat yang Wajib Dipenuhi Agar Khutbah Sah, Memuji Allah hingga Mendoakan Muslimin

Kelima rukun tersebut disyaratkan menggunakan bahasa Arab dan harus dilakukan dengan tertib atau berurutan serta berkelanjutan. 

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
GRAFIS TRIBUN SUMSEL
RUKUN KHUTBAH -- Ilustrasi bangunan masjid, berikut 5 Rukun Khutbah Jumat yang Wajib Dipenuhi Agar Khutbah Sah. 

TRIBUNSUMSEL.COM --  Rukun khutbah Jumat adalah komponen-komponen penting yang wajib dipenuhi agar khutbah dianggap sah.

Khutbah Jumat adalah khutbah yang disampaikan khatib sebelum melaksanakan sholat Jumat berjamaah di masjid.

Berikut ini adalah 5 rukun 2 Khutbah Jumat yang harus dipenuhi.

Kelima rukun tersebut disyaratkan menggunakan bahasa Arab dan harus dilakukan dengan tertib atau berurutan serta berkelanjutan. 

5 Rukun Khutbah Jumat dikutip dan disarikan dari laman nahdatul ulama online.

1. Memuji Allah dan mensyukuri nikmat Allah

Rukun khutbah pertama adalah memuji Allah dan mensyukuri nikmat Allah.  Ini disyaratkan menggunakan kata “hamdun” dan lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya, misalkan “alhamdu”, “ahmadu”, “nahmadu”.

 Demikian pula dalam kata “Allah” tertentu menggunakan lafadh jalalah, tidak cukup memakai asma Allah yang lain. Contoh pelafalan yang benar misalkan: “alhamdu lillâh”, “nahmadu lillâh”, “lillahi al-hamdu”, “ana hamidu Allâha”, “Allâha ahmadu”.

Disyaratkan adanya pujian kepada Allah menggunakan kata Allah dan lafadh hamdun atau lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya. Seperti alhamdulillah, ahmadu-Llâha, Allâha ahmadu, Lillâhi al-hamdu, ana hamidun lillâhi, tidak cukup al-hamdu lirrahmân, asy-syukru lillâhi, dan sejenisnya, maka tidak mencukupi.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz.4, hal. 246).  

2. Mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW

 Dalam membaca sholawat  menggunakan kata “al-shalatu” dan lafadh yang satu akar kata dengannya. Sementara untuk asma Nabi Muhammad, tidak tertentu menggunakan nama “Muhammad”, seperti “al-Rasul”, “Ahmad”, “al-Nabi”, “al-Basyir”, “al-Nadzir” dan lain-lain.

Hanya saja, penyebutannya harus menggunakan isim dhahir, tidak boleh menggunakan isim dlamir (kata ganti) menurut pendapat yang kuat, meskipun sebelumnya disebutkan marji’nya.

 Sementara menurut pendapat lemah cukup menggunakan isim dlamir.   Contoh membaca shalawat yang benar “ash-shalâtu ‘alan-Nabi”, “ana mushallin ‘alâ Muhammad”, “ana ushalli ‘ala Rasulillah”.  

 Syekh Mahfuzh al-Tarmasi mengatakan:  

 ويتعين صيغتها اي مادة الصلاة مع اسم ظاهر من أسماء النبي صلى الله عليه وسلم “Shighatnya membaca shalawat Nabi tertentu, yaitu komponen kata yang berupa as-shalâtu beserta isim dhahir dari beberapa asma Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallama”. (Syekh Mahfuzh al-Tarmasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz.4, hal. 248).

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved