Ojol Demo di Palembang

Kadang Pulang Nggak Bawa Uang, Driver Ojek Online Terbebani Potongan Aplikator

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli merespons aksi unjuk rasa ini dengan janji akan memperhatikan jaminan sosial pengemudi ojek daring.

Editor: Slamet Teguh
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
DEMO OJOL- ilustrasi ojol demo. Ribuan pengemudi ojek online (ojol) dan taksi online menggelar aksi unjuk rasa di berbagai titik di Indonesia, Selasa (20/5/2025) sampaikan 5 tuntutan 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Aksi besar-besaran ribuan pengemudi ojek daring (ojol) dari berbagai aplikasi menggelegar di halaman Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Selatan pada Selasa (20/5/2025). Mereka menuntut kejelasan status kemitraan dan penerbitan undang-undang yang mengatur ojol roda dua.

Tuntutan lainnya mencakup standarisasi tarif ongkos, penghapusan program promo yang merugikan pengemudi, serta penurunan potongan aplikasi menjadi 10 persen untuk semua aplikator. Mereka juga mendesak penutupan aplikator yang membangkang terhadap undang-undang yang ditetapkan.

Kontras di Jalanan Palembang dan Jakarta

Di tengah riuhnya demonstrasi, banyak pengemudi ojol di Palembang memilih tetap "menarik" di jalan, melayani order demi menjaga dapur tetap mengepul dan cicilan motor tidak menunggak. Pantauan di berbagai sudut kota Palembang menunjukkan bahwa para pengemudi ojol masih banyak terlihat beroperasi dan mangkal, siap menerima pesanan.

Terpisah, ribuan pengemudi ojol juga menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Mereka membawa spanduk dan poster berisi tuntutan atas kebijakan potongan aplikator yang dinilai semakin memberatkan.

Mufli, seorang pengemudi ojol yang telah bekerja sejak 2022, mengungkapkan realita pahit yang ia dan rekan-rekannya alami. "Pernah saya coba keluar dari Grab Bike Hemat selama satu minggu. Hasilnya cuma kurang dari Rp130 ribu per hari," kata Mufli saat mengikuti aksi di Patung Kuda.

Ia bekerja lebih dari 15 jam sehari, dari pukul 5 pagi hingga 10 malam, namun penghasilannya terus menurun sejak diberlakukannya program yang tidak menguntungkan. Mufli menyoroti potongan dari Grab Bike Hemat sebesar Rp20 ribu per hari per orang.

"Saya tidak tahu itu uangnya buat apa. Itu yang kami pertanyakan, dan itu juga yang kami perjuangkan," tegasnya.

Meski demikian, Mufli tetap optimistis.

"Kalau bicara untung atau rugi, rezeki sudah diatur sama Yang di Atas. Jadi kenapa saya harus merasa rugi? Setiap yang bernyawa pasti ada rezekinya," paparnya. Bahkan, dari pendapatannya yang pas-pasan, Mufli bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister (S2).

Anong, pengemudi ojol berusia 44 tahun yang sudah bergabung sejak 2016, juga ikut menyuarakan aspirasinya.

"Saya sudah dari 2016 ojek daring, lebih banyak dukanya. Aksi unjuk rasa ini sudah sering saya ikuti, hanya didengar tapi tidak pernah diimplementasikan," keluhnya.

Ia menyampaikan kekecewaan atas tidak adanya sikap pemerintah terhadap aplikator yang melakukan pemotongan hingga 50 persen. Menurutnya, hampir satu dekade melakoni profesi ojol semakin menjauh dari kesejahteraan.

Respons Pemerintah dan Aplikator

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli merespons aksi unjuk rasa ini dengan janji akan memperhatikan jaminan sosial pengemudi ojek daring.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved