Mata Lokal Desa
Mengenal Pemukiman Tempirai di PALI, Rumah Bersusun Melingkar Menghadap 1 Titik, Simbol Musyawarah
Berdasarkan data jumlah penduduk tahun 2024, masyarakat yang bermukim diwilayah ini tercatat sekitar 10.503 jiwa.
Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: Slamet Teguh
Setiap baris mewakili tujuh puyang (leluhur), yang pertama kali membangun permukiman tersebut.
Ketujuh puyang ini berasal dari tujuh talang atau kampung, yakni Talang Tanjung Heran, Talang Padang, Talang Sebetung, Talang Lebung Jauh, Talang Ladang Panjang, Talang Paye Bakung, dan Talang Putat Payung.
Dimana pusat Perkampungan Tempirai berada di Talang Putat Payung.
Puyang Seberang adalah leluhur yang diyakini masyarakat Tempirai sebagai tokoh yang menyatukan tujuh keluarga untuk membangun permukiman tersebut.
Muhammad Mual (70) atau kerap disapa Wak Mual, salah satu tetua dan juga generasi ketiga sebagai juru kunci (Kuncen) makam puyang sebrang mengatakan bentuk perkampungan melingkar itu diketahuinya sebagai simbol pengikat silahturahmi dari tujuh keluarga pendiri permukiman.
“Meskipun berbeda, kami tetap bersaudara, posisi kami setara, hanya yang di atas yang paling tinggi dan berkuasa, "kata Wak Mual, Senin (14/4/2025).
Baca juga: Mengenal Sejarah Suku Penesak di Ogan Ilir, Ternyata Dari Thailand, Bekerja Untuk Kerajaan Sriwijaya
Baca juga: Sejarah Nama Desa Suka Pindah di Tanjung Raja Ogan Ilir, Bermula Ketakutan Pengaruh Buruk Penjajah
Sementara itu Muhammad Faizal, selaku ketua Budaya Masyarakat Tempirai menjelaskan sistem adat masyarakat Tempirai berpijak pada konsep musyawarah.
Semua keputusan terkait kepentingan umum, berdasarkan rapat dari tetua atau pemangku adat setiap klan, atau keluarga pada setiap kampung.
"Simbol musyawarah ini tercermin dari bentuk permukiman tua di wilayah Tempirai, yang melingkar, dan menghadap satu titik tengah. Titik tengah ini berupa balai Desa dan rumah ibadah. Balai ini menjadi tempat berkumpul semua keluarga untuk musyawarah, ”ujar Faizal.
Dengan budaya musyawarah yang mengutamakan kesepakatan atau solusi, membuat banyak terdapat warung kopi di Tempirai sejak jaman dahulu sampai dengan saat ini.
Hampir setiap malam, para lelaki di Tempirai melakukan diskusi atau saling berbagi informasi, dilakukan di warung kopi.
"Di warung kopi, semua bebas berpendapat atau bertukar pikiran, tanpa melihat status sosial dan usia. Seperti susunan rumah melingkar itu, sebagai simbol pengikat silahturahmi," terangnya.
Selain itu, Faizal juga mengatakan bentuk permukiman melingkar itu, diyakini sebagai upaya untuk menghindari ancaman angin puting beliung saat musim penghujan.
Angin yang datang terpecah dan melemah, saat memasuki celah di antara rumah dengan susunan melingkar tersebut.
"Alhamdulillah selama ini permukiman warga terhindar dari bencana tersebut. Karena Angin akan terpecah dan melemah, saat memasuki celah di antara rumah- rumah yang membentuk susunan melingkar menghadap satu titik itu," jelasnya.
Mengenal Larung Telaga, Tradisi Warga Sugihwaras Musi Rawas, Digelar di Muharram di Danau Gegas |
![]() |
---|
Cerita Warga Desa Remayu Musi Rawas, Banyak Temukan Pecahan Piring-Gelas Peninggalan Belanda & China |
![]() |
---|
Petani di Wonokerto Musi Rawas Ciptakan Alat Tanam Padi Baru, Lebih Irit Biaya dan Panen Lebih Cepat |
![]() |
---|
Ruwatan Bumi di Karang Binangun OKU Timur, Lestarikan Budaya Leluhur dan Pererat Persaudaraan |
![]() |
---|
Mengenal Tari Penguton Asal OKI Sumsel, Sudah Ada Sejak Abad 15, Cikal-Bakal Tari Gending Sriwijaya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.