Dokter Residen Rudapaksa Keluarga Pasien
Keluarga Korban Rudapaksa Dokter Residen FK Unpad Tegas Tetap Proses Hukum Meski Sudah Minta Maaf
Keluarga dokter residen anestasi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (FK Unpad)
Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Weni Wahyuny
TRIBUNSUMSEL.COM - Keluarga dokter residen anestasi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (FK Unpad), Priguna Anugerah Pratama alias PAP (31 yang rudapaksa keluarga pasien ternyata sudah menemui keluarga korban.
Adapun dalam pertemuan itu, keluarga Priguna meminta maaf atas perbuatan tersangka terhadap gadis 21 tahun itu.
Kakak ipar korban, A membenarkan adanya pertemuan antara dua keluarga dan ada kesepakatan damai.
Namun pihaknya menegaskan bahwa proses hukum harus terus berjalan.
"Iya betul, beberapa hari setelah kejadian memang ada iktikad baik dari keluarga pelaku. Itu pun setelah kami mencari-cari untuk berhubungan dengan mereka. Akhirnya, keluarga pelaku bisa mengakses keluarga kami dan ada pertemuan," ungkap A, kakak ipar korban FH, melalui sambungan telepon.

A pun mengatakan, keluarga korban mengutuk perbuatan pelaku.
Namun tetap memaafkan.
"Sebagai sesama manusia," tambahnya.
Baca juga: Pengakuan Priguna, Dokter Residen Rudapaksa Gadis 21 Tahun Keluarga Pasien, Suka Lihat Orang Pingsan
A menegaskan bahwa meskipun pihak keluarga korban telah memberikan maaf, mereka tetap ingin proses hukum dilanjutkan.
"Sebagai keluarga, kami sudah memaafkan, tetapi secara hukum kami ingin proses hukum tetap berlanjut. Kami serahkan kepada pihak terkait, Polda Jabar, dan pihak rumah sakit untuk menangani kasus ini," ucapnya. Keluarga korban menuntut agar kasus ini diusut hingga tuntas agar kebenarannya terungkap.
"Usut sampai tuntas. Mudah-mudahan bisa terungkap seutuhnya, senetral, dan sebersih mungkin, supaya tidak ada korban lain. Hukum harus ditegakkan, dan semoga Polda bisa menegakkan hukum seadil-adilnya," tegas A.

Keluarga Pelaku Minta Maaf
Sementara, penasihat hukum Priguna Anugerah Pratama, Ferdy Rizky Adilya, menjelaskan bahwa keluarga pelaku telah meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban.
"Sebelum pemberitaan di media saat ini berkembang, klien kami melalui perwakilan keluarga telah bertemu dan menyampaikan permintaan maaf kepada korban dan keluarganya. Akhirnya, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik secara kekeluargaan," kata Ferdy.
Ferdy menyatakan bahwa kliennya menyesali perbuatannya dan menitipkan pesan untuk meminta maaf kepada korban, keluarganya, serta seluruh masyarakat Indonesia terkait kasus pelecehan seksual tersebut.
"Kejadian ini akan menjadi pembelajaran berharga yang tidak akan terulang lagi oleh klien kami di kemudian hari," ucapnya.
Ferdy juga mengungkapkan bahwa pihak keluarga korban telah mencabut laporan pada tanggal 23 Maret 2025, dan ia memperlihatkan bukti pencabutan laporan tersebut.
Meski demikian, proses hukum tetap berlanjut.
Ferdy menambahkan bahwa kliennya siap menerima konsekuensi atas perbuatannya di depan hukum.
"Klien kami bersedia bertanggung jawab di depan hukum dan akan menerima konsekuensi atas perbuatannya, termasuk konsekuensi terburuk dalam hubungan rumah tangganya," tuturnya.
Seperti diketahui, peristiwa ini terjadi pada pertengahan Maret 2025 di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS. Korban saat itu sedang menjaga ayahnya yang dirawat dan membutuhkan transfusi darah.
Pelaku, yang diketahui merupakan mahasiswa semester dua PPDS, mendekati korban dengan dalih melakukan pemeriksaan crossmatch, yaitu kecocokan golongan darah untuk keperluan transfusi.
Dalam proses tersebut, PAP menyuntikkan cairan yang diduga mengandung obat bius jenis Midazolam hingga korban tak sadarkan diri.
Ketika siuman beberapa jam kemudian, korban mengaku merasa nyeri tidak hanya di bagian tangan bekas infus, tetapi juga di area kemaluan.
Korban pun langsung menjalani visum dan hasilnya ada sperma di kemaluannya.
Tersangka Akui Idap Kelainan
Disisi lain, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Surawan mengatakan dokter Priguna Anugerah tahu mengidap kelainan seksual.
Kepada polisi, tersangka menyadari mempunyai kelainan.
Ia bahkan sempat konsultasi ke psikolog terkait yang diidapnya.
"Si pelaku memang sudah menyadari jika dia mempunyai sensasi berbeda, yakni suka dengan orang yang pingsan. Bahkan, dia mengaku sempat konsultasi ke psikologi. Jadi, dia menyadari kelainan itu. Kalau keseharian dan pergaulannya normal," katanya di Polda Jabar, Kamis (10/4/2025).
Diketahui, Fetish pada orang yang pingsan atau tidak sadar disebut somnophilia.
Somnophilia adalah orientasi seksual yang langka di mana seseorang merasa bergairah secara seksual pada orang yang tidak sadar dan tidak mampu memberikan respons.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Surawan menambahkan, Priguna Anugerah memiliki kelainan seksual.
Fakta tersebut didapatkan polisi lewat pemeriksaan yang sudah dilakukan.
"Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang ada kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual," urainya
Oleh karena itu, Polda Jabar akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mendalami kelainan seksual tersebut.
Termasuk meminta keterangan ahli dan psikolog.
"Kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli-ahli psikologi, maupun psikologi forensik untuk tambahan pemeriksaan."
"Sehingga kita menguatkan adanya kecenderungan kelainan dari perilaku seksual," tegasnya.
Adapun kasus ini terjadi pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.
Tersangka meminta korban diambil darah dan membawanya dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7, serta meminta korban tak ditemani adiknya.
"Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya."
"Lalu, pelaku menusukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, kemarin.
Kemudian, pelaku pun menghubungkan jarum itu ke selang infus dan pelaku menyuntikan cairan bening ke selang infus tersebut.
Beberapa menit kemudian, korban merasakan pusing hingga tak sadarkan diri.
"Setelah sadar si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru sadar bahwa saat itu pukul 04.00 WIB."
"Korban pun bercerita ke ibunya bahwa pelaku mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam selang infus yang membuat korban tak sadar, serta ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu," ujar Hendra.
FH baru sadar jadi korban rudapaksa saat merasakan sakit saat buang air kecil.
Bagian intimnya merasa perih saat terkena air.
Korban kemudian melaporkan kejadian yang menimpanya ke polisi.
Kombes Hendra menyebut dalam perjalan kasus, ada 11 orang dimintai keterangan.
"Ada FH sendiri sebagai korban, ada ibunya kemudian, ada beberapa perawat, ada kurang lebih tiga perawat, dan adik korban. Kemudian dari farmasi, dokter, dan pegawai rumah sakit Hasan Sadikin dan juga apoteker. Dan Dirkrimsus juga akan meminta keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan," jelas dia.
Kini PAP telah ditetapkan sebagai tersangka kasus rudapaksa.
Ia kini terancam hukuman 12 tahun penjara.
"Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yaitu tentang tindak pidana kekerasan seksual."
"Adapun ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun," urai Kombes Hendra.
Selain jadi tersangka, Priguna Anugerah juga akan ditahan selama 20 hari guna mempermudah pendalaman kasus lebih lanjut.
Kemenkes Tindak Tegas
Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Azhar Jaya menuturkan, pihaknya menegaskan bahwa seluruh kekerasan berupa fisik hingga seksual tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran.
Karenanya, Kemenkes telah memberikan sanksi tegas kepada pelaku berupa larangan seumur hidup kepada bersangkutan untuk kembali melanjutkan residen di RSHS Bandung seumur hidup.
"Kami sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad. Soal hukuman selanjutnya, maka menjadi wewenang FK Unpad,” tutur Azhar kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).
Diketahui, korban merupakan keluarga yang sedang menunggu pasien.
Korban lalu sadar 4-5 jam setelah diberikan obat dan merasakan sakit di area kemaluan.
Adapun kondisi korban saat ini membaik meski sedikit trauma.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Keluarga Dokter Priguna Minta Maaf, Pihak Korban Ingin Proses Hukum Lanjut"
Polisi Ungkap Fakta Baru Kasus Dokter PPDS Priguna Rudapaksa Anak Pasien, Bawa Obat Bius Sendiri |
![]() |
---|
Priguna Dokter Residen Unpad Sudah Hapal Situasi dan Kondisi Rumah Sakit Sebelum Rudapaksa Korban |
![]() |
---|
2 Pasien Mengaku Diajak Analisa Anastesi, Korban Pencabulan Dokter Priguna Anugerah Bertambah |
![]() |
---|
Sebelum Rudapaksa Korban, Priguna Dokter Residen Unpad Sudah Hapal Situasi dan Kondisi Rumah Sakit |
![]() |
---|
Sebelum Bius hingga Rudapaksa Gadis 21 Tahun, Dokter PPDS Sudah Kantongi Alat Kontrasepsi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.