Berita Nasional

Konsumen Kecewa Beli Pertamax, Pertamina Tegaskan tidak Ada Pengoplosan BBM

Mereka rela mengeluarkan uang lebih dengan harapan mesin kendaraan bisa lebih awet dan terawat seperti yang selama ini digaungkan jika pakai Pertamax.

Penulis: Hartati | Editor: Slamet Teguh
Grafis Tribunnews.com
TERSANGKA KORUPSI MINYAK - Konsumen Kecewa Beli Pertamax, Pertamina Tegaskan tidak Ada Pengoplosan BBM 

TRIBUNsUMSEL.COM, PALEMBANG - Isu dugaan praktik oplos pertalite menjadi pertamax dalam pusaran kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023 membuat masyarakat tidak lagi percaya dengan produk Pertamax.

Pengguna yang selama ini merasa percaya dengan "doktrin" BBM ramah lingkungan itu mulai beralih kembali ke pertalite karena merasa sudah cukup lama dibohongi.

Mereka rela mengeluarkan uang lebih dengan harapan mesin kendaraan bisa lebih awet dan terawat seperti yang selama ini digaungkan jika pakai Pertamax.

Sebagai pengguna Pertamax saya sungguh kecewa mendengar kabar ini. Merasa sudah oke banget make Pertamax agar kendaraan lebih baik, eh ternyata bisa saja yang saya beli selama ini Pertalite.

Kasus ini sungguh membuat keresahan di tengah masyarakat. Di satu sisi kita diminta menggunakan Pertamax, di sisi lain pejabat yang dipercaya malah curang bahkan korupsi.

"Mereka harus dimiskinkan dan dihukum mati," kata Abi Zaid warga Gandus Palembang, Rabu (26/2/2025).

Dia berharap pemerintah dan Pertamina harus mampu secara terbuka memastikan, menjamin bahwa Pertamax yang beredar saat ini benar-benar murni.

Konsumen lainnya Aya juga mengaku kecewa dengan BBM oplosan itu, bagaimana bisa di tengah himbauan cintai produk Indonesia dan gunakan BBM berkualitas, justru kualitasnya dipermainkan.

Padahal selisih harga Pertamax ke Pertalite itu cukup jauh dan lumayan, dengan harapan memang mengeluarkan uang lebih agar dapat keuntungan sesuai yang dijanjikan, tapi janji tinggal janji justru ramai beberapa waktu lalu banyak kendaraan macet dan mogok karena isi Pertamax.

"Apakah itu benar efek Pertamax dioplos sampai sempat viral kasusnya, dilema beli pertalite susah dan antre panjang, beli Pertamax dengan uang lebih tapi masih tetap dapatnya Pertalite," keluhnya.

Bedanya tidak Antre

Bachtiar (27), salah seorang warga Cipayung, Jakarta Timur salah satunya. Dia mengaku kaget setelah mendengar kabar tersebut.

"Pastinya ada kekhawatiran, karena niat kita pengendara mau beli Pertamax untuk mesin lebih bagus. Tapi kalau kenyataannya gini mah, rugi dong," kata Bachtiar kepada Tribunnnews.com, Rabu (26/2/2025).

Dia mengatakan dengan adanya insiden ini, artinya selama ini kendaraan yang digunakan tak sepenuhnya menggunakan Pertamax.

"Sudah banyak banget masalah dalam pengelolaan BBM oleh pertamina bukan cuman ini. Jadi saya merasa makin kurang percaya banget, ibaratnya beli pertamax sama aja beli pertalite, cuman bedanya nggak ngantri aja," ucapnya.

Adapun Bachtiar mengaku sudah menggunakan Pertamax sejak 2019 lalu. Namun, hal itu membuat dirinya dipermainkan dengan diungkapnya kasus ini.

"Menurut saya, Pertamina harus mengambil sikap bukan cuman omon-omon aja. Semisal ganti rugi, karena masalah ini menyangkut hak bagi konsumen yang ternyata telah dirugikan akibat permainan para koruptor ini," tuturnya.

Baca juga: Tak hanya Pertalite, Kejagung Sebut Premium juga Diduga Dioplos jadi Pertamax di Kasus Kelola Minyak

Baca juga: Masyarakat Merasa Dibohongi, Pertamina Tegaskan Tak ada Pengoplosan Pertamax Sesuai Spesifikasi

Pertamina Tegaskan Pertamax Miliki RON 92

Menanggapi isu yang berkembang di masyarakat dan beberapa media, Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak ada pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax.

Kualitas Pertamax dipastikan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah yakni RON 92.

“Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari.

Heppy melanjutkan, treatment yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat.

Selain itu juga ada injeksi additive yang berfungsi untuk meningkatkan performance produk Pertamax.

"Jadi bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax," jelas Heppy.

Pertamina Patra Niaga melakukan prosedur dan pengawasan yang ketat dalam melaksanakan kegiatan Quality Control (QC). Distribusi BBM Pertamina juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

"Kami menaati prosedur untuk memastikan kualitas dan dalam distribusinya juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Migas,” tutur Heppy.
Heppy melanjutkan, Pertamina berkomitmen menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) untuk penyediaan produk yang dibutuhkan konsumen.

Perlu UU Darurat Hukum Mati Koruptor

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Gencar Sumsel Charma Aprianto Ketua DPW Gerakan Cinta Rakyat (Gencar) Sumsel, Charma Afrianto, mengaku prihatin terhadap nasib masyarakat Indonesia menyusul maraknya korupsi besar-besaran di negara berpenduduk 280 juta jiwa ini.

Ia berharap DPR RI dan pihak-pihak berwenang segera membuat Undang-undang Darurat yang mengatur hukuman mati bagi pelaku korupsi.

"Tidak ada cara lain untuk menghentikan korupsi di negeri ini. Satu-satunya hanya dengan hukuman mati," kata Charma melalui pesan suara yang dikirimkan kepada Tribun Sumsel, Rabu (26/2/2025).

Charma mengatakan Gencar dilakukan tingkat pusat juga mendesak pemerintah membuat UU hukuman mati bagi koruptor.

Ketua DPP Gencar katanya menyoroti maraknya mega korupsi satu tahun belakangan ini dengan nilai fantastis yang dilakukan sejumlah pihak misal kasus timah, korupsi impor gula dan juga Pertamax oplos.

Charma ketua DPP Gencar meminta DPR RI dan semua pihak yang ada di negara ini segera membuat UU hukuman mati bagi koruptor, karena koruptor semakin merajalela dan menyengsarakan rakyat.

Indonesia sangat darurat, masa depan bangsa tergantung tingkah laku pemimpin bangsa kalau uang rakyat di korupsi tapi mereka tertawa terbahak-bahak merampok uang, uang BUMN, sedangkan rakyat menangis.

"Sakit hari kita melihat pertalite dioplos jadi pertamax, segera desak buat hukuman mati wajib harus segera dibuat dan diterapkan agar Indonesia tidak hilang tahun 2030 dan tidak hancur lebur," kata Charma. 

 

 

 

 

Baca Berita Tribunsumsel.com Lainnya di Google News

Ikuti dan Bergabung dalam Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved