Berita Palembang

Apa itu Jurnalisme Inklusif, Praktik Terbaik Membangun Jurnalisme Berkeadilan

Jurnalisme inklusif adalah praktik jurnalistik yang tidak memandang suku, ras, agama, maupun gender dalam proses kerja pemberitaan.

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
istimewa
TALKSHOW -- Sekretaris Jenderal FJPI Pusat, Tri Rizki Ambarwatie (kiri), dan Kepala Program Studi Jurnalistik Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Jufrizal menjadi pembicara dalam talkshow tentang jurnalisme inklusif yang digelar FJPI Sumsel, Selasa (12/8/2025) 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG  – Jurnalisme inklusif menjadi salah satu gaya peliputan dan pemberitaan jurnalistik yang perlu diterapkan dan menjadi pertimbangan saat ini.

Apa itu jurnalisme inklusif?

Jurnalisme inklusif adalah praktik jurnalistik yang tidak memandang suku, ras, agama, maupun gender dalam proses kerja pemberitaan.  Jurnalisme inklusif menghasilkan karya yang dapat diterima semua kalangan, karena tidak membatasi pada unsur-unsur tertentu.

Jurnalisme inklusif adalah praktik jurnalistik yang berupaya memberikan ruang dan suara bagi kelompok-kelompok yang seringkali terpinggirkan atau termarginalkan dalam pemberitaan.

Ini melibatkan jurnalisme yang mempertimbangkan keragaman, kesetaraan, dan representasi yang adil bagi semua orang, termasuk mereka yang memiliki latar belakang berbeda, pengalaman berbeda, atau identitas yang berbeda.

Isu inilah yang menjadi tema talkshow yang digelar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumatera Selatan, Selasa (12/8/2025) digelar di Rumah Dinas Walikota Palembang, usai melaksanakan pelantikan Pengurus FJPI Sumsel dengan Ketua Umumnya dijabat Dwitri Kartini.

Tema talkshow bertema  “Urgensi Penguatan Jurnalisme Inklusif untuk Kebebasan Berekspresi bagi Jurnalis Perempuan”

Diskusi tersebut menghadirkan para jurnalis, akademisi, aktivis media, dan pegiat perempuan untuk membahas tantangan sekaligus peluang menciptakan ruang media yang aman, setara, dan bebas diskriminasi gender.

 Topik yang diangkat meliputi bias gender dalam liputan dan ruang redaksi, perlindungan hukum bagi jurnalis perempuan, praktik terbaik membangun jurnalisme berkeadilan gender, hingga peran media dalam memperkuat narasi keberagaman.

Dua narasumber utama dihadirkan, yakni Sekretaris Jenderal FJPI Pusat, Tri Rizki Ambarwatie, dan Kepala Program Studi Jurnalistik Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Jufrizal.

Dalam penyampaian materi, Tri Rizki menegaskan, jurnalisme inklusif menjadi pilar penting dalam menjamin kebebasan berekspresi bagi jurnalis perempuan yang masih menghadapi hambatan di lapangan.

Ia menilai, bias gender di ruang-ruang redaksi masih kerap memengaruhi peluang kerja, penugasan liputan, hingga penentuan ide atau angle berita. 

Dalam banyak kasus, isu perempuan dan keberagaman tidak mendapat porsi yang setara atau diberitakan tanpa perspektif yang tepat.

Sehingga menimbulkan banyak perspektif seperti bias gender. “Masih banyak perempuan yang belum bebas dalam kerja jurnalistik, bahkan mengalami diskriminasi di ruang redaksi," kata Tri.

Tak hanya dalam ruang redaksi, jurnalis perempuan juga kerap dihadapkan dengan ganguan-gangguan lain saat menyampaikan pemberitaan ke masyarakat luas. "Seperti kasus pengiriman kepala babi kepada jurnalis perempuan Tempo, dan kasus lain yang pernah diadvokasi FJPI,” kata Tri.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved