Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

Minta Publik Jangan Khawatir, Kejagung RI Tegaskan Pertamax yang Beredar Bukan Hasil Oplosan

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI meminta masyarakat untuk tidak khawatir terkait bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax yang beredar sekarang tidak ada

|
Editor: Moch Krisna
Kolase Tribunnews
KEJAGUNG UNGKAP MEGA KORUPSI DI PERTAMINA - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar (kiri) dan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (kanan) . Riva adalah satu dari 7 tersangka kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di sejumlah anak usaha PT Pertamina. Inilah kronologi Kejagung ungkap kasus dugaan pertalite dioplos jadi pertamax 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia angkat bicara terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah yang libatkan empat petinggi subholding PT Pertamina (Persero).

Adapun aksi culas empat petinggi Pertamina Patra Niaga tersebut mengubah Pertalite Ron 90 menjadi Pertamax Ron 92 dengan cara dioplos.

Hal tersebut lantas membuat masyarakat resah akan kualitas BBM yang ada saat ini.

"Kami akan menyusun tim dengan baik untuk memberikan kepastian agar masyarakat membeli minyak berdasarkan spesifikasi dan harganya," ujar Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/2/2025) via Tribunlombok.com.

Terkait pembelian minyak RON 90 dan RON 92 itu, Bahlil mengatakan, pihaknya memang tengah melakukan penataan terhadap izin-izin impor BBM.

Penataan ini dibarengi dengan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan impor BBM.

"Makanya sekarang di izin-izin impor kita terhadap BBM, tidak satu tahun sekaligus, kita bikin per enam bulan, supaya ada evaluasi per tiga bulan," kata dia.

Kemudian, seluruh produksi minyak akan diprioritaskan diolah di kilang dalam negeri, bukan lagi diekspor.

Pemerintah akan mengalihkan seluruh minyak mentah bagian negara yang sebelumnya direncanakan untuk diekspor agar diproses di kilang dalam negeri.

Selain itu, minyak mentah bagian kontraktor yang tidak sesuai spesifikasi juga diminta untuk diolah dan dicampur sehingga memenuhi standar yang diperlukan untuk konsumsi kilang domestik.

"Dari seluruh produksi minyak yang tadinya itu diekspor, di zaman kami sekarang, udah enggak kita izinkan ekspor. Nanti yang bagus, kita suruh blending. Nanti yang tadinya itu nggak bisa diolah di dalam negeri, sekarang kita minta harus diolah di dalam negeri," papar Bahlil.

(*)

 

Sumber: Kompas
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved