Seputar Islam

Pelajaran Penting dari Peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW untuk Direnungkan, Implementasi Sholat

Peristiwa Isra miraj mengingatkan untuk mengimplementasikan perintah sholat dalam kehidupan sehari-hari sebagai bukti patuh dan tunduk kepada Allah

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
GRAFIS TRIBUNSUMSEL/LISMA
Peristiwa Isra miraj mengingatkan kita untuk bagaimana mengimplementasikan perintah sholat dalam kehidupan sehari-hari. 

TRIBUNSUMSEL.COM — Setiap tanggal 27 bulan Rajab, umat Islam memperingati peristiwa Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW. Tahun ini, isra miraj 1446 H bertepatan jatuh pada Senin 27 Januari 2025.

Isra miraj adalah  sebuah momentum amat bersejarah dalam perjuangan dakwah Islam di Makkah.

 Secara harfiah, isra artinya: perjalanan tengah malam, sedangkan Miraj artinya: naik ke atas atau menanjak.

Isra Miraj merupakan rangkaian perjalanan di tengah malam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW secara jasmani-rohani dari Masjidil Haram ke Masjidil-Aqsha, lalu dilanjutkan menembus langit ketujuh hingga ke tempat yang paling tinggi, yaitu Sidratul Muntaha.

Dalam Isra Miraj ini, Nabi Muhammad SAW didampingi oleh Malaikat Jibril yang mengantarnya sampai ke depan pintu Sidratul Muntaha, kemudian Nabi Saw. bertemu dengan Allah Swt. dalam jarak yang sangat dekat, sekira dua busur atau lebih dekat lagi.

Perjalanan maha dahsyat ini menggunakan kendaraan Buraq, yaitu sebuah kendaraan “superkilat”.

Isra Miraj merupakan tonggak sejarah Islam paling monumental—di samping peristiwa Hijrah Nabi ke Madinah—yang menunjukkan keagungan Nabi Muhammad SAW kemuliaan para nabi dan rasul yang menyerukan risalah Ilahiah, serta keutamaan umat Islam di antara umat lainnya.

Dalam rangka meraih kemenangan dakwah Islam, Allah Swt. memerintahkan umat Islam untuk menegakkan shalat 5 waktu sehari semalam. Karena itu, shalat adalah ibadah yang paling utama dalam Islam, rukun Islam kedua, kunci kesuksesan hidup dunia dan akhirat, serta penerang jiwa dan penyejuk hati hamba beriman.


Ujian Nabi Muhammad sebelum datangnya Isra Miraj

Dikutip dari tulisan Toto Edidarmo MA, Dosen Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta disebutkan bahwa pada 10 Hijriah (619 M), dakwah Islam yang didengungkan oleh Nabi Muhammad SAW mengalami masa-masa yang paling sulit dan pahit. Tahun itu, paman Nabi SAW, Abu Thalib, yang selalu menjamin keselamatannya dalam berdakwah, dipanggil oleh Allah Taala.


Dua bulan kemudian, istri tercinta, Khadijah r.a., yang selalu mendampingi Nabi dalam berdakwah dan memotivasinya ketika mengalami gangguan dan ancaman, dipanggil pula oleh Allah Swt. Nabi pun sangat bersedih hati karena dua orang terkasihnya meninggalkan beliau untuk selamanya.

Setelah paman dan istrinya wafat, dakwah Nabi SAW di Makkah mengalami kebuntuan. Jaminan keselamatan terhadap Nabi SAW dalam berdakwah hilang. Nabi pun berdakwah ke negeri Thaif, yaitu kepada Bani Tsaqif yang merupakan kabilah terhormat di Jazirah Arab, tetapi mereka menolak ajaran Islam dengan cara yang sangat kasar. Beberapa orang bodoh dari mereka bahkan melempari Nabi Saw. dengan batu kerikil dan kotoran binatang, hingga dua kaki Nabi berlumuran darah.

Nabi Muhammad SAW sangat sedih atas penolakan mereka terhadap dakwahnya. Di tengah perjalanan pulang ke Makkah, di bawah pohon kurma, sang Nabi berdoa dengan hati yang amat pilu. Bibirnya yang suci pun berucap kata-kata indah ini:

“Allahuma Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang diperlemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku ini? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli; karena sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat, dari kemurkaan-Mu dan (azab) yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan ihwalku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu.”

Ketika akan memasuki kota Makkah, Nabi SAW merasakan tekanan yang sangat kuat dari kaum kafir Quraisy. Nabi SAW beberapa kali meminta perlindungan keselamatan kepada kabilah-kabilah yang berhubungan baik dengan Bani Hasyim, tetapi tidak ada satu pun yang mau melindunginya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved