Berita Internasional

Siapa Ayah dari Bashar Al Assad Presiden Suriah? Pendiri Partai Ba'ats dan Diktator Selama 30 Tahun

Gejolak negara Suriah berakhir dengan tumbangnya rezim pemerintahan Bashar Al Assad setelah 24 tahun memimpin negara tersebut.

|
Editor: Moch Krisna
Kompas
Potret Keluarga Al Assad Kuasai Pemerintahan Suriah Selama Puluhan Tahun, Kini Akhirnya Tumbang di Tangan Pasukan Pemberontak 

Melawan Israel

Hafizh al-Assad memperkuat posisinya lebih dari 30 tahun berikutnya dan menjadi salah satu tokoh yang paling berpengaruh di Timur Tengah. Perang Yom Kippur 1973, di mana dunia Arab termasuk Suriah mendapat sedikit kemajuan dalam perimbangan militer dengan Israel daripada tahun 1967 (Perang Enam Hari), tetapi tak bisa memperoleh kembali daerah Dataran Tinggi Golan yang telah direbut Israel yang kemudian menjadikan sebagai wilayahnya .

Ia juga mengirim pasukan Suriah sebagai campur tangan di Libanon selama huru-hara akibat perang saudara di negara itu (1975-1989). Namun campur tangan kekuatan militer Suriah tidak berjalan mulus, terutama setelah kekalahan dalam Insiden Lembah Beka'a serta masuknya tentara Israel ke Libanon Selatan dalam Invasi Israel atas Libanon 1982 (Operasi Perdamaian Galilea).

Meskipun demikian, kehadiran militer Suriah yang awalnya untuk mendukung milisi Druze di Libanon mampu mengimbangi kekuatan Israel serta mempercepat perdamaian di Libanon, terutama setelah gagalnya kekuatan militer PBB, Amerika Serikat dan Prancis dalam menciptakan perdamaian di Libanon pada saat perang saudara berkecamuk. Perdamaian di Libanon terwujud setelah Perjanjian Thaif pada tahun 1989.

Faktor penentu

Hafizh al-Assad memantapkan dirinya sebagai faktor penentu dalam politik dalam negerinya serta di kawasan "panas" Timur Tengah.

 Ia memilih menentang mayoritas negara-negara Arab di mana Suriah berpihak kepada Iran dalam Perang Iran Irak (1980-1988), yang dilanjutkan dengan menunjukkan antipati ini pada Irak selama Perang Teluk I 1991 di mana sikap dihargai Amerika Serikat untuk itu.

Meskipun antara Irak dengan Suriah memiliki kesamaan politik dan sama-sama menggunakan Partai Ba'ath yang mengagungkan Nasionalisme dan Sosialisme Arab, ia memiliki konflik panjang dengan presiden Saddam Hussein yang juga pimpinan partai Ba'ath di Irak. Ia mengambil sikap moderat dalam tahun-tahun terakhir pemerintahannya, yang didapatkannya pada penerimaan kembali sedikit Dataran Tinggi Golan, walau ia tak pernah membuat persetujuan damai dengan Israel.

 Peranan al-Assad sangat diperlukan dalam menyelesaikan setiap konflik Timur Tengah, misalnya al-Assad menjadi tokoh kunci dalam pembebasan sandera pesawat maskapai penerbangan TWA dari Amerika Serikat di Beirut yang dibajak kelompok gerilyawan pada tahun 1984. Sekalipun al-Assad mengambil kebijakan pro-Iran dalam perang Iran-Irak, Assad mendapat dukungan bantuan ekonomi, dan finansial untuk kepentingan militernya oleh Negara-negara Arab sekalipun politiknya bertentangan. Alasan yang diambil Negara Arab tersebut adalah karena memerlukan negara yang dianggap kuat secara militer dalam menghadapi Israel, setelah Mesir yang justru mengadakan perjanjian damai dengan Israel.

Partai Ba'ath dan gerakan Islam

Pada masa pemerintahannya, Suriah benar-benar dibawa ke dalam pemerintahan diktator militer dengan rezim Partai Ba’athnya. Suriah sendiri bertindak represif terhadap kelompok gerakan Islam yang dianggap Partai Ba’ath, merupakan ancaman utama bagi kekuasaannya. Sehingga pada masa kekuasaannya, Hafizh al-Assad melakukan tindakan represif pada kelompok Islam militan.

Pada 1979, terjadi serangan terhadap sekolah kader militer di Halab dan kantor Partai Ba'ath. Pihak yang dituduh melakukannya ialah kelompok dakwah Ikhwanul Muslimin. Tak hanya itu, kelompok gerakan Islam ini berdemo besar-besaran dan melakukan aksi boikot di Hama, Himsh, dan Halab pada Maret 1980. Dengan alasan inilah al-Assad lebih ketat dalam melaksanakan kebijakan represifnya terutama terhadap kelompok dakwah Islam seperti Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin. Tidakan kekerasan politiknya ini memuncak dalam peristiwa pembantaian Hama di awal 1980-an.

Keruntuhan Uni Soviet

Runtuhnya Uni Soviet membawa banyak implikasi terhadap Suriah, di mana dukungan Uni Soviet terhadap Suriah semakin berkurang terutama dengan banyaknya utang luar negeri Suriah kepada negeri itu, dan rezim Partai Ba’ath sendiri mulai goyah. Selama ini, rezim Suriah banyak didukung Uni Soviet dalam Perang Dingin. Persamaan paham sosialisme dan komunisme menjadi perekat keduanya. Walau begitu, pengaruh Inggris dan Prancis yang lama menguasai Suriah tak bisa hilang sama sekali.

Dengan bantuan senjata dan dana, Suriah dijadikan alat bagi negara adikuasa itu untuk menanamkan pengaruhnya di Timur Tengah-sekalipun Suriah memiliki tujuan tersendiri-antara lain dengan mendorong Suriah masuk ke Libanon dan konflik dengan Israel di Dataran Tinggi Golan. Sejak runtuhnya Uni Soviet di akhir 1991, al-Assad mengambil kebijakan moderat namun tetap mempertahankan tuntutannya terhadap wilayah Dataran tinggi Golan. Sehingga sampai akhir hayatnya, Suriah tidak menandatangani perjanjian damai dengan Israel.

(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved